Seira memang telah berhasil membujuk Olivia agar tidak memaksa Elard jalan-jalan dengan mereka. Hanya saja anaknya masih agak merajuk. Tampangnya kecut sekali saat menatap Elard. Sama persis dengan kecutnya tampang Seira saat mereka sarapan bersama di Minggu pagi.
“Kalian kenapa lagi? Kan saya sudah bilang. Jalan-jalannya berdua saja. Ini sudah dikasih uang jajan tambahan lho.” Maksudnya Elard uang sogokan untuk mereka sebagai syarat tak memaksanya ikut. Kalau uang jajan bulanan lain lagi, dikasih di muka setiap bulannya.
“Nggak apa-apa kok,” balas Seira.
“Oli nggak bilang apa-apa kok.” Olivia membuang muka, omongannya terdengar seperti berharap dibujuk lagi.
“Kalau kalian kayak gini, saya yang susah.” Entah apa maunya Elard. Mereka memaksa, dia marah. Mereka patuh, masih juga diributkan.
“Gini apanya? Kita diam kok.”
“Tul! Oli udah jadi anak baik.”
“Kita juga udah biasa berdua ke mana-mana kok.”
“Hum!”
Mereka berdua tak mengerti perasaan Elard. Kalau sikap mereka kayak begini, dia jadi merasa bersalah. Memang mereka patuh, tapi tak tulus sama sekali. Elard masih bisa melihat kekesalan mereka. Seperti dia yang membuat mereka terpaksa mengalah padanya.
“Baiklah. Kalian yang menang. Minggu depan saya akan temani kalian ke mana pun kalian mau.” Kalau mereka ingin waktu bersama sekeluarga, Elard mungkin bisa menyisihkan waktunya di lain kesempatan.
“Sungguhan?”
“Pa nggak bohong, kan?”
“Iya, janji deh. Jadi kalian jangan pasang muka kecut lagi ya.”
Muka Seira dan Olivia berubah cerah seketika. Mereka mengangguk dengan manis, senyum-senyum kesenangan. Elard pun jadi tenang. Ada bagusnya juga Seira kekanakan begini, membujuknya pun semudah membujuk Olivia.
***
Karena pergi berdua saja akan membosankan, Seira dan Olivia memutuskan untuk mengajak Dinar dan Kirana biar berenangnya ramai-ramai. Cuma mereka tak mengabari lebih dulu. Main datang saja ke rumah orang. Pasang muka polos dan senyuman lebar.
“Tante Kilana, main air cama Oli yuk!” Seira mengangkat Olivia tinggi-tinggi, suruh anaknya yang berbicara biar dia tak kena semprot Kirana. Datang bertamu pagi-pagi tanpa berkabar lebih dulu.
“Ajak Om Dinar juga,” sambung Seira di belakang Olivia.
“Boleh, tapi nggak sama Dinar. Bareng Rain gimana?” Kirana menghela napas panjang. Tampang mereka manis begini, mana bisa dia menolak. Dia masih marahan dengan Dinar dan sudah ada janji mau bertemu dengan Rain.
“Kamu selingkuh sama Rain?”
“Tante Kilana lebih cuka cama Om Main?”
“Kalian berdua ini, omongannya selalu ngaco.”
Kirana mencubit pipi Seira dan Olivia. Gemas sama tingkah mereka. Apalagi mama muda satu ini. Kosakata tak dijaga. Gimana kalau sampai Olivia meniru?
“Lepaskan dong!” seru ibu dan anak itu.
“Iya, yuk langsung jalan.” Kirana tersenyum saja. Langsung keluar dan menutup pintu.
Seira baru sadar bila temannya membawa tas. Ternyata memang sudah mau berangkat dari awal. Untung saja mereka sempat bertemu. Kalau tidak, jadi datang sia-sia deh.
“Memangnya kamu bertemu Rain mau apa sih?” Tumben sekali pergi berduaan. Memang sih, Rain juga teman lumayan dekat dengan Kirana, tapi Seira tetap merasa janggal melihat mereka pergi berduaan.
“Rahasia.” Kirana tak mau cerita di depan Olivia. Nanti kosakata anak itu jadi makin terlalu bervariatif ke arah yang tak seharusnya dipelajari oleh anak kecil.
Sebenarnya Kirana tak sengaja bertemu dengan Rain kemarin. Dan temannya itu, bertanya dengan penasaran kenapa Dinar dekat sekali dengan dosen baru di kampusnya. Usut demi usut, ternyata dosen wanita itu adalah Edrea. Jadi makin emosilah Kirana. Dia sengaja mengajak Rain bertemu lagi hari ini untuk bertanya lebih detail sedekat apa maksudnya kemarin. Sekalian dia mau meminta cowok itu melapor bila Dinar terlihat mendatangi Edrea lagi.
“Rahasia melulu.”
“Bodoh amat.”
“Tante Kilana agak seram hari ini, Ma.” Anak peka, sadar juga akan aura kecemburuan Kirana.
“Masa? Biasanya juga seram kok.” Seira sih tak peka. Malah malas menggendong anaknya. Dioper ke Kirana.
“Kalian kalau mau gosipi orang jangan terang-terangan amat dong.” Kirana tak keberatan menggendong Olivia, cuma dia agak sebal mendengar ocehan mereka.
“Papamu ke mana? Kok nggak jalan bareng kita?” Jadi Kirana mengalihkan pembicaraan. Secara tak sengaja membuat Olivia ikut sebal dan kesal.
“Entah! Pa sok cibuk!” Cara berbicaranya, ya ampun ... kasar amat jadi anak gadis.
“Seira, Olivia jangan diajarkan kayak gini. Nanti besarnya jadi cewek manja super nyebelin.” Yang kena omel tetap Seira dong. Padahal yang mengajarkan ocehan begini itu mamanya Elard.
“Bukan aku yang ajari!” Seira misuh-misuh, tak terima semuanya disalahkan padanya. Dia memang selalu bermain-main, tapi kesadarannya sebagai seorang ibu masih ada.
“Kamu dan Elard sama aja. Apa-apa salahkan aku,” sambung Seira.
“Iya deh, maaf. Aku nggak sungguhan salahkan kamu kok. Yang semangat, mau makan enak, kan?”
“Kamu yang traktir.”
“Ma, Pa udah kacih banyak uang, maca macih minta telaktir?”
“Olivia, jangan ngadu dong. Uangnya buat besok-besok kita jajan.” Dasar Seira. Sudah dapat tunjangan istri masih saja tukang minta jajankan orang. Kebiasaan lama itu sesuatu sekali. Sampai anaknya menegur itu agak konyol.
“Haha, apaan coba. Kalian berdua memang selalu bikin gemas.” Kegundahan hati Kirana jadi terobati oleh keberadaan mereka. Tingkah yang selalu membuat tawa, menghibur dengan kepolosan telah menyelamatkan Kirana berkali-kali. Padahal Seira tak tahu masalahnya, tapi dia selalu merasa dibantu oleh teman yang satu ini.
“Karena kami lucu, kamu yang traktir, kan?” Kapan coba Kirana bilang mereka lucu, ada-ada saja alasan Seira.
“Nggak mau. Kan kamu baru dapat banyak uang. Kamu yang traktir hari ini.” Biar sesekali giliran. Daripada uangnya dipakai beli snack tak jelas, lebih baik dipakai habis. Kalau suruh menabung sih mustahil. Kirana sudah hafal pola hidup Seira.
“Olivia sih, jatah jajan kita berkurang deh.”
“Nggak boleh bohong dan pelit cama teman, Ma.”
“Dengar tuh, sama teman harus ikhlas.”
“Iya, tahu.” Seira ikhlas kok. Kan Kirana makannya sedikit. Hobi diet tak kelar-kelar padahal badannya sudah bagus.
“Tapi Rain mesti bayar sendiri.”
“Duh masih pelit aja.”
“Biar! Cowok harus modal.”
“Bicara soal Rain, kalian ada bertemu sebelum ini?” Tiba-tiba saja Kirana jadi ingat kalau Rain sempat suka pada Seira. Dan mereka berdua tak berbicara lagi setelah Rain mengikhlaskan pernikahan Seira. Takutnya mempertemukan mereka malah mendatangkan masalah.
“Ada, sekali doang. Setelah kami pulang dari rumahmu, tapi aneh deh. Kok Rain tahu gimana wajah Olivia ya?” Mustahil Kirana yang kasih lihat fotonya. Soalnya Kirana yang selalu mengingatkan Seira untuk menjaga jarak dengan Rain.
“Masa, kok bisa?” Tuh, kan. Kirana saja terkejut. Apalagi Seira.
Bertepatan dengan itu, mobil Rain baru sampai di depan apartemen gedung Kirana. Tadinya memang mereka menunggu Rain menjemput di depan gedung. Kirana janjiannya seperti itu.
“Hei, kok jadi ramai?” Rain kaget dong. Kirana hanya bilang mau mengajaknya bertemu untuk membicarakan soal tersangka perselingkuhan suaminya. Tahu-tahu saja ada Seira dan Olivia. Seperti memberinya kesempatan untuk dekat lagi dengan Seira.
“Si Seira nih, datang mendadak pas aku baru mau keluar. Kuajak aja sekalian. Nggak apa-apa, kan?”
“Boleh banget kok. Masuk aja. Kamu duduk di depan ya, Seira.”
Kirana hanya bertanya untuk basa-basi. Dia tahu Rain tak akan keberatan dengan Seira, tapi dia tak menyangka bila reaksi Rain akan terlihat sesenang itu. Firasat Kirana jadi tak enak. Takutnya Rain tak bisa merelakan Seira seperti janjinya dulu dan mencoba mengejar kembali cinta lamanya.
“Aku aja yang di depan. Olivia rewel kalau nggak dekat mamanya.” Untuk jaga-jaga, Kirana akan mengawasi mereka.
“Oli bukan anak tukang rewel! Oli mau duduk cama Tante Kilana!” Anaknya Seira malah menolong Rain. Sama sekali tak ada yang namanya curiga atau waspada pada ancaman di depan mata. Mau gimana lagi sih, bocah memang tak bisa diharapkan.
“Gitu ya Olivia sekarang, nggak mau duduk sama mama lagi.” Seira juga merajuk buat apa coba? Main masuk aja, duduk di samping Rain tak sadar betapa mendalamnya tatapan cowok di sampingnya itu.
Akhirnya Kirana tak bisa berbuat banyak. Sepanjang waktu, dia mengasuh Olivia. Sementara si cewek b**o malah asyik sendiri bermain dengan Rain. Sudah tak peka, tak waspada, anak pun ditinggalkan begitu saja.
Memang benar, dia bisa diandalkan dan dipercaya sebagai pengasuh. Makanya Kirana tak bisa terlalu kesal pada Seira. Dia pun senang bermain dengan Olivia. Hanya saja pikirannya tak tenang. Sudah niat awalnya bertemu Rain tak kesampaian. Sekarang ia malah merasa seperti sedang membantu Rain merusak pernikahan sahabatnya sendiri.