Part 9 - Sebuah Pertengkaran

1371 Kata
"Capek ya, Sayang?" tanya Jorge menyusuri pipi mulus Vella yang terengah di sampingnya. "Em, iya. Aku 'kan nggak pernah rasain yang kayak gini, Ge. Jadi--" "Ini tuh belum seberapa kali, Vel. Nanti kalau di tusuk, rasanya lebih capek lagi. Tapi lebih nikmat juga," potong Jorge mengeratkan pelukannya. Satu kerutan halus di kening datar Vella terjadi, dan itu akibat dari perkataan Jorge. "Lha, memangnya kamu udah pernah ngerasain? Kalau gitu kamu bohong dong sama aku? Katanya kamu masih perjaka. Belum pernah main tusuk-tusukan sama cewek manapun, lho kok tau rasanya bakalan lebih capek tapi lebih nikmat?" tanya Vella dengan wajah polosnya. Skak mat! Jorge yang mendengar pertanyaan Vella pun terpingkal seketika. Ia benar-benar merasa lucu, namun bukan pada Vella melainkan pada dirinya sendiri yang nampak terlihat bodoh di sana. "Aku beneran belum pernah ngerasain, Sayang. Cuma kan aku sering banget tuh dari masih SMP nonton film bokep. Maka itu aku bisa sampai kecanduan terus sering bayar cewek-cewek buat keluarin punya aku. Nah, di situ kan aku sering tuh tanya-tanya. Cewek-cewek yang lebih tua biasanya sering jelasin kalau main tusuk-tusukan itu memang capek. Tapi kata mereka juga nikmatnya lebih dari pada oral seks yang pakai mulut aja kayak kita tadi itu lho, Sayang. Malah aku sering banget dulu diajakin sama cewek-cewek biar cobain tusuk-tusukan itu. Cuma ya, aku kan takut kalau ternyata mereka penyakitan. Makanya aku bisa tahan sampai sekarang. Cuma..." jelas Jorge terhenti. "Cuma apa, Ge?" tanya Vella serius. "Duh, apa ya? Kok jadi grogi gini. Aku mau bilang sih cuma akhir-akhir ini aku pengen banget ngerasain gimana rasanya bercinta beneran, tapi sama dia nih. Tapi bagaimana cara ngomongnya, ya?" batin Jorge serius menatap wajah cantik gadis di depannya. "Ge?" "Hah?" "Kamu ini kenapa sih dari tadi kayaknya ngelamun terus? Kalau aku ada salah, bilang dong. Aku 'kan jadi nggak enak. Apalagi kamu udah izinkan aku tinggal di sini, terus sebentar lagi aku bakalan kuliah, sama kamu juga udah mau janji kalau aku doang yang bakalan jadi cewek bayaran kam--" "Apa kamu bilang?! Cewek bayaran? Aku nggak mau kamu ngomong gitu lagi, Vel! Aku nggak pernah anggap kamu sama seperti Mbak Mitha atau sejenisnya! Jadi awas aku dengar kamu ngomong gitu lagi. Bakal aku kasih hukuman biar kamu tahu bagaimana sakitnya dengar kata-kata itu tadi!" tegas Jorge mengeraskan rahangnya seusai berkata-kata. Deg. Ribuan rasa hangat bak kucuran air pancuran yang tadi pagi membasahi tubuh, benar-benar Vella rasakan seketika selepas telinganya mendengar perkataan Jorge. Sayangnya mereka memang tidak memiliki ikatan apapun mengenai perasaan, dan tidak bisa dipungkiri bahwa di mata orang banyak, Vella tak ubahnya seperti Mbak Mitha. Seorang Jalang yang menjajahkan bagian tubuhnya untuk memberi rasa nikmat. "Ge, tapi ini kenyataan. Bukannya kamu minta aku untuk bantuin si junior keluar tiap hari biar kamu nggak sakit kepala? Kamu kasih aku kartu kredit mu, kamu kasih aku tempat tinggal, terus juga kasih aku kesempatan buat kuliah lagi. Di mata orang lain, aku itu cuma cewek ba-- Hemphhh... Ge-- Hemphhh..." ucap Vella tak selesai. Jorge nampak sangat murka mendengar bantahan dari mulut nikmat Vella, maka itu dengan rakus ia melumat habis bibir tipis yang kini menjadi candu untuknya. Namun tubuh kekar sang CEO itu pun ikut bergerak menindih tubuh indah Vella. Si junior bahkan kembali menggeliat lalu semakin keras, dan parahnya keberadaan alat kelamin Jorge itu tepat di depan lubang nikmat Vella. "Arghhh... Ge-- Hemphhh... Gegeee... Jangannn...!" "Ini hukuman buat kamu, Vel! Kamu mau aku anggap kamu sama kayak cewek bayaran, kan?! Kalau gitu sekarang layani aku pakai punya mu yang di bawah ini! Layani aku! Ughhh..." teriak Jorge kembali membungkam bibir tipis Vella. Gadis itu memukul punggung Jorge dengan keras, namun tetap saja tenaganya tak sebanding dari tubuh kekar sang CEO. Alhasil Vella pun terisak di antara ciuman paksa yang Jorge berikan, hingga akhirnya kulit wajah Jorge ikut terkena derai air mata Vella. "Egh! Vel, aku--" "LEPASSS...!" teriak Vella, dan Jorge terjatuh ke lantai. "Auwww...! Sakit, Sayang!" "Jangan panggil aku, Sayang! Pergi kamu dari sini! Pergi...!" teriak Vella mundur perlahan di atas tempat tidur. "Vella, aku minta maaf. Aku kelepasan, Sayang. Lagi pula aku akan bertanggung--" Tokkk... Tokkk... Tokkk... "Bosss...! Cepetan keluar, Bos! Nyonya dalam perjalanan ke kantor, Bos. Gue di usir dari rumah, Bosss..." Tokkk... Tokkk... Tokkk... "Bosss... Nanti aja nambahnya, Bos. Urgent ini! Bahaya banget, Bosss...!" Jimmy datang dan merusak segalanya. "Sayang, please. Aku minta maaf ya? Aku khil--" "Pergi, Ge! Tolong tinggalkan aku sendiri! Nanti lagi kamu datang kalau aku udah mendingan," lirih Vella menundukkan kepalanya. Tokkk... Tokkk... Tokkk... "Bosss... Gawat! Bos, Nyon--" "b******k! Diam, Jimmy! Iya gue denger apa yang lo bilang! Tunggu di bawah aja. Gue masih pakai baju dulu!" "Nggak mau, Bos! Gue takut tunggu di lobi terus jadi sasaran Nyonya lagi kalau ketangkep. Tunggu di sini aja, Bos!" sahut Jimmy membuat Jorge semakin kesal. "Pergi sekarang juga, Ge. Aku belum siap diomelin Mama kamu. Aku butuh uang kamu demi biaya kuliah ku. Jangan memikirkan perasaan ku, Ge. Aku ini hanya cewek matre yang rela kamu bayar demi sebuah harapan masa depan. Jadi tolong anggap aku seperti pertama kali kita ketemu dulu, Ge. Anggap aku p*****r yang siap membuat mu puas. Titik!" ujar Vella berlari ke kamar mandi. Oh, Sayanggg... Jorge benar-benar tertegun mendengar serentetan kata yang Vella keluarkan. Gadis lembut itu, entah mengapa bisa berubah seketika di mata Jorge. Pria itu berusaha tak mau mendengar, namun otaknya terus saja mencerna makna yang Vella sebutkan tadi. Sampai pada waktu darahnya mulai mendidih, ia pun lekas memunguti satu per satu pakaian miliknya yang berserakan di lantai kamar. Secepat kilat rasa kesal menuntun sang CEO muda berusia dua puluh lima tahun itu untuk berpakaian, lalu seperti sekian detik kemudian... BRAKKK... Bantingan pintu yang berbunyi keras pun terjadi akibat ulah Jorge, dan sekali lagi sukses membuat Vella semakin terisak di kamar mandi. "Buset! Pelan-pelan dong, Bos. Kaget gue, jadinya!" seru Jimmy menyapu dadanya, akibat ia yang ternyata masih setia berdiri di depan pintu kamar Vella. "Lo di sini aja. Jangan macem-macem sama cewek gue! Habis ini, lo minta ijazah SMA dia, dan tanyain dia mau kuliah di kampus mana dan jurusan apa. Setelah lo jelas tau apa yang dia mau, cepet lo daftarin dia ke kampus itu. Ini sudah mau masuk bulan September, setau gue penerimaan mahasiswa baru waktunya sedikit lagi pasti bakalan tutup. Jadi kalau emang lo ke kampus yang Vella mau dan berhasil mendaftar di sana, ya syukur. Tapi kalau emang mereka masih basa basi mempersulit dengan banyak bacot? Lo tinggal telepon gue dan bilang orang itu minta di bayar berapa biar Vella bisa jadi masuk ke kampus itu. Lo ngerti, kan?!" tegas Jorge menampilkan aura mematikannya. "I-iya, Bos! Si-siappp... Gue bakalan buat sesuai apa yang Bos su-suruh," sahut Jimmy gelagapan. "Good! Sekarang mana handphone gue?" "Egh! A-ada, Bos! Di kantong celana gu--" "Ambil! Lo suruh gue ketangkep Mama di sini dan Vella jadi sasaran, termasuk elo?" kesal Jorge melihat Jimmy yang tak segera merogoh saku celananya. Alhasil Jimmy pun secepat kilat mengambil benda pipih milik sang Tuan, lantas setelah menerimanya, Jorge melenggang pergi tanpa menghilangkan aura mematikan yang terpancar di wajahnya. "Duhhh... Kampret! Si Bos kenapa lagi, sih? Bukannya tuh otongnya udah dikeluarin ya sama si Vella? 'Kan cuma pakai mulut yang di atas, nggak pakai mulut yang di bawah. Jadi kalau pun tuh cewek datang bulan, tetep bisa ngecroot dong ya?" batin Jimmy bertanya-tanya. Sementara itu dari dalam kamar mandi, Vella terus terisak memeluk tubuh telanjangnya. "Aku sayang sama kamu, Ge. Aku nggak mau kamu sampai berlebihan sama aku. Cukup mulut ku aja, Ge. Jangan sampai kamu merasa bersalah karena kita sudah bertindak yang jauh seperti tadi. Kamu pasti bakalan ketagihan, dan kalau sampai aku hamil? Itu berarti kamu juga harus menikahi aku secara paksa, kan? Aku nggak mau, Ge. Aku tau sikap kamu ke aku hanya sekedar sayang dan menghormati karena kebutuhan batin kamu. Bukan karena kamu cinta sama aku. Mama kamu juga pasti nggak akan setuju, dan menikah tanpa restu jelas-jelas adalah satu kesalahan fatal yang bakalan buat hidup kita nggak tenang besok-besok. Itu yang aku pikirkan sejak kenal kamu dari awal, Ge. Karena aku tau banget kamu siapa, dan aku bukan cewek yang pantas mendampingi kamu," batin Vella semakin keras terisak.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN