PROLOG 1.2

1088 Kata
Almira sudah selesai mempersiapkan keberangkatannya ke Paris. Semua barang yang ia perlukan sudah ia packing ke dalam sebuah koper berukuran large. Untuk dompet, HP, tiket, paspor dan barang-barang kecil lainnya ia masukkan ke dalam tas jinjing berukuran sedang bermerk terkenal. Ia menatap ke luar jendela kamarnya. Sebentar lagi ia akan kembali meninggalkan tanah kelahirannya ini. Itulah jalan yang ia pilih setelah perpisahannya dengan Bara. Seperti yang Bara katakan, Almira layak bahagia dengan caranya sendiri. Dan untuk saat ini ia memilih Paris menjadi tempat persinggahannya sembari mengobati luka di hatinya. "Rara!" Almira menoleh ketika ibunya menyerukan namanya. "Ke bandara sekarang?" tanya wanita paruh baya itu. Orang yang paling berarti di hidup Almira. "Iya, Ma. Sudah jam segini. Mama nggak usah ikut mengantar Rara, ya! Ngapain juga nunggu di bandara?" ujar Almira sembari membawa koper dan tasnya keluar dari kamar. "Iya. Tapi sampainya di Paris, segera kabari Mama, ya!" pinta Ira - ibu Almira. Almira mengangguk. Kemudian sepasang ibu dan anak itu pun segera menuju teras. Di sana, sudah ada sopir yang siap mengantar Almira. Sebelum benar-benar memasuki mobil, Almira memeluk ibunya sekali lagi. "Doain Almira ya, Ma. Semoga Almira bisa menggapai cita-cita Almira. Dan semoga hati Almira segera sembuh dari luka yang kemarin. Almira sayang Mama," ungkap Almira penuh haru. Perpisahan dengan Ira bukanlah sesuatu yang asing bagi Almira. Karena memang sedari dulu ia dan Ira sering bergantian pergi ke luar kota, atau bahkan ke luar negeri. Hanya saja, saat ini keadaannya beda. Almira pergi dalam keadaan yang tidak baik-baik saja pasca kegagalan pernikahannya bersama laki-laki yang amat ia cintai. "Iya. Pasti Mama doakan kamu. Kamu lakukan saja apa yang menurut kamu terbaik. Mama percaya sama kamu," balas Ira. Setelah itu, Almira benar-benar masuk ke dalam mobil. Kopernya sudah lebih dulu dimasukkan bagasi oleh sopirnya. Jarak rumah Almira dengan bandara tidak terlalu jauh. Tak sampai satu jam, Almira sudah tiba. Ia baru saja melangkahkan kakinya turun ketika dua orang laki-laki berpakaian rapi menghampirinya. "Maaf, Bu Almira," ucap salah seorang di antaranya. Sopir Almira menghampiri mereka sembari membawa koper bosnya yang baru saja ia ambil dari bagasi. "Maaf, kalian siapa ya?" bingung Almira. Pasalnya, ia benar-benar tidak mengenal dua laki-laki berjas hitam itu. "Pak Naga ingin bertemu dengan Anda," ujar salah seorang laki-laki berjas hitam itu. Almira menyerit. Berusaha mengingat-ingat nama yang baru saja orang itu sebutkan. Naga? Seingatnya ia tidak punya kenalan bernama Naga. "Maaf, tapi sepertinya kalian salah orang. Saya tidak kenal dengan Pak Naga," ucap Almira. Kedua laki-laki itu saling pandang. "Kalau begitu saya permisi ya, Pak. Saya ada jadwal penerbangan ke luar negeri kurang dari setengah jam lagi," pamit Almira. "Tunggu, Bu Almira!" Almira kembali menoleh. "Dari mana kalian tahu nama saya?" bingungnya. "Kami tidak salah orang. Benar Anda orang yang kami cari. Jadi sebaiknya Anda segera ikut dengan kami karena Pak Naga sudah menunggu di kantornya," terang orang itu. Aneh. Almira bahkan benar-benar tidak pernah mendengar nama itu. Bagaimana orang bernama Naga itu bisa mencarinya? Apa ini penculikan? Tapi, dari mana mereka tahu nama Almira? "Hmm... begini Bapak-Bapak, saya benar-benar tidak kenal dengan-" "Untuk itu nanti Ibu jelaskan saja pada Pak Naga. Kami hanya ditugaskan untuk membawa Ibu menemui Beliau," potong salah seorang di antaranya. Tidak sopan. Almira jadi tambah tidak suka dengan dua orang berjas hitam itu. "Saya bilang... tunggu! Mau apa kalian?" Almira bingung saat mereka berusaha menarik tangan Almira paksa. Benarkah saat ini ia sedang diculik? Sopirnya juga berusaha menolongnya. Tapi beberapa orang berjas hitam menghalanginya. Bahkan beberapa petugas keamanan yang hendak menolongnya pun ikut dihalau sekelompok orang berjas hitam. Ini gila. Tidak mungkin kan Almira benar-benar diculik? Siapa penculiknya ini hingga mampu menyewa belasan orang hanya untuk mendapatkannya seperti ini? Terlebih, kenapa petugas keamanan bandara bahkan sepertinya tidak berontak saat orang-orang berjas hitam itu menghalau mereka? Almira terus berteriak meminta tolong, tapi tak ada seorang pun yang benar-benar bisa menolongnya. Keadaan di dalam mobil sangat mencekam. Almira diapit oleh dua orang laki-laki yang menculiknya, dan di depan ada seorang sopir yang sedari tadi hanya menutup mulut dan memasang wajah datar. Kenapa Almira tidak menelepon polisi? Karena tas dan semua isinya sudah mereka sita. "Sebenarnya kalian itu siapa? Dan kalian mau apa? Keluargaku tidak sekaya itu untuk menebusku dan membayar belasan orang seperti kalian," kesal Almira. Benar-benar keterlaluan. Dua orang itu malah menganggap pertanyaan Almira sebagai angin lalu. Almira benar-benar kesal, tapi dia tidak bisa berbuat apa-apa. Tiga puluh menit berlalu... Almira terus mengomel di sepanjang jalan. Ia sadar betul jika ia baru saja ketinggalan pesawat. Itu sama saja ia membuat uang percuma. "Sebenarnya siapa sih, Pak Naga itu? Saya beneran tidak kenal dengan Beliau," ujar Almira yang masih berusaha lepas dari jeratan orang-orang di sekelilingnya. "Silakan masuk, Bu!" Sialan. Lagi-lagi ucapan Almira hanya dianggap sebagai angin lalu. Terpaksa, ia pun masuk ke area restoran mewah itu. Sepi. Namun semua perabot sudah tampak rapi. "Saya-" "Kerja bagus," suara maskulin itu berhasil membuat Almira mengurungkan niatnya untuk kembali buka suara. Ia pun secara spontan menoleh ke arah datangnya suara. "Anda?" kaget Almira. Ia samar-samar ingat dengan laki-laki yang saat ini ada di hadapannya. Laki-laki itu mengangguk, kemudian berdiri dan menghampiri Almira. "Anda salah satu tamu VIP di fashion show waktu itu, kan?" tanya Almira. Laki-laki itu mengangguk, sembari mengulurkan tangannya. Almira menatap tangan itu bingung. "Nama saya Naga, kalau saja kamu lupa," ujar laki-laki yang ternyata bernama Naga itu. 'Oh... jadi dia yang menyuruh orang-orang itu membawaku kemari?' monolog Almira dalam hati. Almira menerima uluran tangan itu. Keduanya pun berjabat tangan beberapa saat. "Saya Almira. Salah satu desainer yang-" "Ya, saya tahu," potong Naga. "Ya?" bingung Almira. Pasalnya, ia merasa tidak memperkenalkan dirinya secara gamblang saat di acara fashion show itu. Hanya sekadar menyebut nama dan butiknya. "Saya tahu semuanya tentang kamu, Almira," jawab Naga. Almira mengerutkan keningnya. Ia benar-benar tidak tahu, apa maksud Naga membawanya ke tempat ini dengan cara setengah paksa seperti tadi. "Jadi, kenapa Anda mencari saya? Hmm.. sebenarnya saya sedang tidak ada waktu. Dan bahkan saya baru saja-" "Saya juga tahu soal pesawat yang harusnya kamu tumpangi baru saja pergi," potong Naga. Almira semakin melongo dibuatnya. Bagaimana Naga bisa tahu sebanyak itu tentangnya? Padahal seingat Almira, ini adalah pertemuan kedua mereka. Dimana saat pertemuan pertama pun mereka nyaris tak berbicara empat mata. Almira menoleh kesana-kemari. Ternyata para body guard yang tadi menggiringnya ke sini sudah pergi. "Jadi ada perlu apa Anda ingin bertemu saya?" tanya Almira to the point. "Saya single, dan ibu saya terus menuntut saya untuk segera menikah," ujar Naga. "Ya terus?" bingung Almira. "Saya mau kamu jadi istri saya. Ayo kita menikah!" PYARRRRRR *** Bersambung ...
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN