01 - Lamaran Tak Terduga

1348 Kata
Almira menoleh kesana-kemari. Ternyata para body guard yang tadi menggiringnya ke sini sudah pergi. "Jadi ada perlu apa Anda ingin bertemu saya?" tanya Almira to the point. "Saya single, dan ibu saya terus menuntut saya untuk segera menikah," ujar Naga. "Ya terus?" bingung Almira. "Saya mau kamu jadi istri saya. Ayo kita menikah!" PYARRRRRR Almira terdiam untuk beberapa saat. Ia seolah perlu waktu untuk mencerna ucapan Naga barusan. Yang barusan itu apa? Apakah Almira salah dengar? Tapi, mengingat jarak antara dirinya dengan Naga tidak terlalu jauh, harusnya Almira bisa mendengar ucapan laki-laki itu dengan jelas, bukan? Tapi bagaimana mungkin Naga benar-benar melamarnya? Mereka bahkan baru bertemu dua kali. Dan bahkan baru kali ini bertegur sapa secara langsung. Bagaimana bisa Naga membicarakan pernikahan pada gadis yang baru saja ia temui? "Hehehehe, Anda bercanda ya, Pak?" Untuk mengusir rasa gugupnya, Almira memilih seakan-akan Naga sedang mengajaknya bercanda. Siapa tahu Naga memang berniat bercanda, hanya saja Almira yang sejak tadi berpikir berlebihan. Mana mungkin ada laki-laki melamar gadis yang baru ditemuinya dua kali? "Tentu tidak, Almira. Bahkan saya bersedia menemui ibu kamu hari ini kalau kamu rasa itu perlu," balas Naga. "Eh? An- An- Anda mau bertemu Mama? Untuk apa?" kaget Almira. "Membicarakan soal tanggal lamaran resmi kita tentunya," jawab Naga begitu santai. Almira masih seakan tak mengerti dengan apa yang Naga ucapkan. Laki-laki itu bercanda, kan? "Bagaimana? Kita pergi sekarang?" tanya Naga. Almira mengejap. Ia menggeleng cepat. "Anda bercanda, kan? Maksud saya-" "Apa perlu saya menikahimu hari ini juga agar kamu tahu betapa seriusnya saya?" tantang Naga. "Buk- bukan. Hanya saja, pernikahan itu hal yang sangat sakral. Anda tidak bisa memutuskannya dalam waktu singkat. Terlebih dalam memilih pasangan," ujar Almira. "Saya sudah memikirkan semuanya secara matang. Dan saya sudah yakin dengan pilihan saya, yaitu kamu." "Tapi kita bahkan baru saja bertemu. Kita juga belum kenal satu sama lain sebelumnya. Aku- maksud saya, saya, tidak bisa asal-asalan dalam memilih pasangan," Almira memberi pengertian. Ia benar, kan? Bagaimana mungkin Almira bisa memutuskan masalah pernikahan seinstan itu? Bahkan, luka hatinya saja belum sembuh. Ia masih butuh waktu untuk sendiri. "Kamu tenang saja. Saya bisa pastikan jika kamu akan bahagia menjadi istri saya. Saya punya segalanya, dan saya adalah laki-laki yang cukup baik serta bertanggung jawab." Tidak nyambung sekali ucapan Naga itu. Sama sekali tidak ada sangkut pautnya dengan penjelasan yang sudah Almira katakan.. "Huft, begini ya, Pak Naga Mahawira. Mungkin bagi Anda pernikahan memang sesederhana itu. Tapi tidak bagi saya. Bagi saya, pernikahan itu sangat kompleks. Banyak hal yang harus jadi pertimbangan, khususnya soal pasangan. Jadi, tidak mungkin saya mau menikah begitu saja dengan orang yang belum benar-benar saya kenal," terang Almira panjang lebar. Ia harap, setelah ini Naga dapat mengerti. "Kamu tenang saja. Aku tahu soal itu. Aku juga tidak akan memaksamu untuk segera menikah denganku. Kita bisa menikah tiga atau empat bulan lagi. Kita bisa belajar saling mengenal satu sama lain dan mencicil membahas soal pernikahan mulai sekarang." Sudahlah. Almira sudah benar-benar putus asa menghadapi sikap aneh Naga Mahawira. Nama itu memang begitu familiyar untuknya. Hanya saja ia tidak menyangka jika seorang Naga Mahawira lah yang menculiknya tadi. Seorang Naga Mahawira, pengusaha kaya raya itu baru saja melamar Almira untuk menjadi istrinya, walau belum secara resmi. * Setelah melalui perdebatan panjang yang tak berujung dengan Naga, Almira memutuskan untuk pulang. Jangan tanya apakah mereka kembali berdebat saat Almira hendak pulang tadi. Karena jelas jawabannya adalah "YA". Naga ngotot ingin mengantar Almira hingga ke rumahnya. Namun Almira menolak keras dan memilih pulang naik taksi. "Loh, Ra, kamu dari mana aja, sih? Baru juga Mama mau telepon polisi. Kata-" "Ma, tolong bayarin taksinya dulu, Ma! Kasihan sopirnya masih nunggu," potong Almira. Bu Ira mengangguk. Ia mengambil beberapa lembar uang berwarna biru kemudian menyerahkannya pada sopir yang sudah mengantar putrinya. Tak lupa, ia juga mengucapkan terima kasih. Setelah itu, Bu Ira menggiring putrinya untuk masuk ke dalam rumah. Mereka duduk di sofa ruang tamu yang nyaman dengan saling bersampingan. "Sekarang jelaskan sama Mama, apa yang sebenarnya terjadi! Katanya kamu diculik orang tidak dikenal saat di bandara, dan tak ada satupun orang yang menolongmu. Apa kamu tahu siapa orangnya? Katakan apa yang terjadi, Almira!" berondong Bu Ira. Wanita paruh baya yang sebagian rambutnya sudah memutih itu tentu khawatir dengan keadaan putri tunggalnya. Satu-satunya keluarga yang masih ia miliki. "Ma, tanyanya satu-satu, ya! Rara pusing banget," keluh Almira. "Oke. Kamu jawab saja mana yang kamu bisa," ujar Bu Ira. "Iya, Ma. Tadi tiba-tiba ada sekelompok orang asing berbaju hitam yang nyamperin Almira, lalu, mereka membawa Almira pergi begitu saja," terang Almira. Gadis itu menjelaskan rentetan peristiwa yang terjadi padanya hari ini. Sementara Bu Ira tampak menyimak dengan saksama, sembari sesekali melempar pertanyaan. "Naga Mahawira? Kenapa Mama sepertinya tidak asing ya dengan nama itu?" gumam Bu Ira. Almira tak heran jika ibunya seperti familier mendengar nama itu. Bahkan ia tadi pun demikian. "Iya, Ma. Mama pasti tahu, kok. Naga Mahawira, pewaris agensi fashion yang sangat bergengsi itu," balas Almira. Bu Ira tampak seperti sedang berusaha mengingat sesuatu. Tak lama kemudian, raut wajahnya berubah seketika. "Maksud kamu pewaris Mahawira Group?" tanya Bu Ira dengan sangat menggebu-gebu. "Iya," jawab Almira. "Hah? Kamu bercanda? Mana mungkin orang seperti Naga Mahawira tiba-tiba datang dan melamarmu?" "Tapi seperti itulah kenyataannya, Ma. Dia bahkan tadi sempat bilang mau ke sini buat-" "Selamat siang, Tante. Semoga kedatangan saya yang tiba-tiba ini tidak mengganggu," ujar seseorang memotong ucapan Almira. Almira terlonjak kaget. Suara itu, masih terngiang jelas di telinganya. Karena memang mereka baru saja berbicara cukup panjang beberapa saat yang lalu. "Ba- bagaimana bisa-" "Tadinya saya sudah bilang ke Almira biar saya antar saja pulangnya. Tapi dia bandel, tidak mau saya antar. Jadi terpaksa saya hanya bisa mengikuti taksinya dari belakang," jelas Naga. Ya. Tamu tak diundang yang baru saja mengintrupsi percakapan Almira dengan ibunya tadi adalah Naga. Pria yang sempat menjadi tokoh utama dalam perbincangan ibu dan anak itu. "Naga Mahawira? Jadi benar Anda melamar anak saya?" tanya Bu Ira sembari bangkit dari sofa yang ia duduki. Tok Alunan nada sepatu yang mengetuk lantai marmer itu membuat irama jantung Almira semakin tak menentu. Naga kian dekat dengannya. Tepatnya, dengan Bu Ira. "Benar. Dan saya ke sini untuk meminta izin pada Tante, kalau saya ingin menjalin hubungan yang serius dengan anak Tante," jawab Naga. Almira ikut bangkit dari duduknya. "Anda masih tidak mengerti dengan apa yang saya katakan tadi? Saya tidak mungkin menikah dengan orang yang tidak benar-benar saya kenal," kesal Almira. Gadis mana yang tak kesal jika menghadapi pria keras kepala seperti Naga? "Benar, Nak Naga. Pernikahan adalah sesuatu yang sangat serius dan tidak bisa dilakukan sembarangan. Tante sendiri sebagai ibu dari Almira, berharap Almira hanya akan menikah satu kali seumur hidupnya, dan itu dengan pria pilihannya," terang Bu Ira membela putrinya. "Saya bisa pastikan kalau Almira hanya akan menikah sekali, dan itu dengan saya," balas Naga. Lelaki itu benar-benar luar biasa keras kepala. Almira tidak tahu harus bagaimana lagi menghadapinya. Belum hilang rasa sakit akibat patah hati yang Bara torehkan, kini ia harus kembali terhimpit dengan masalah serumit ini. Andai yang mengajaknya bukan seorang Naga Mahawira yang memiliki kekuasaan sangat besar dalam bidang yang ia geluti, mungkin Almira tidak akan sepusing ini. Ia bisa langsung bersikap barbar bahkan mengusir laki-laki itu jika ia bukan Naga Mahawira. Tapi, masalahnya ia adalah Naga Mahawira, pemimpin Mahawira Group saat ini. Sebuah perusahaan yang menjadi partner utama usaha fashion-nya dengan Bu Ira. "Apa ini karena Pak Bara? Kamu pasti masih trauma karena lelaki yang kamu cintai itu meninggalkanmu?" tebak Naga. Napas Almira tercekat. Bisa-bisanya Naga sefrontal itu membahas soal Bara di hadapan Almira. Apa ia tidak tahu betapa hancurnya hati Almira setiap mengingat segala hal tentang Bara? Ya. Bara Ariswara. Pria yang pernah sangat dekat dengan Almira. Bahkan Almira sempat menduga jika Bara lah yang akan menjadi pelabuhan terakhirnya kelak. Pria yang amat Almira cintai, hingga Almira tidak pernah menyiapkan dirinya untuk merasakan yang namanya kehilangan. Bara, pria beruntung yang berhasil mendapatkan hati gadis sebaik Almira itu memilih meninggalkan Almira demi gadis yang ia cintai, Nasya. Dan mengingat tentang itu semua, membuat rasa sakit itu kembali mencuat. Membuat Almira kehabisan kata-kata serta segala energinya. *** Bersambung ...
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN