"Hai Pris, gimana? Mama kamu udah di rumah?" Hana bertanya pada Prisa yang baru datang siang ini ke kantor di saat jam makan siang hampir habis.
Gadis berambut kuncir itu mengangguk, "iya udah sampai. Untung ada tetangga yang mau nemenin jadi aku nggak begitu khawatir. Nania belum pulang sekolah soalnya." Prisa menjelaskan karena akhirnya mamanya pulang dari rumah sakit walau sebenarnya Prisa masih ragu. Namun apa boleh buat karena sang mama bersikeras pulang setelah beberapa hari menginap dan dokter pun akhirnya juga mengizinkan.
"Gimana tadi bilangnya ke Bu Lia biar dapat ijin masuk siang?" tanya Hana penasaran.
"Bilang aja sih apa adanya, walaupun awalnya dikasih omelan dulu tapi ya apa boleh buat, dikasih ijin juga akhirnya. Toh cuma aku yang bisa nemenin mama pulang ke rumah dari rumah sakit hari ini."
Hana mengangguk mendengar penjelasan Prisa, "Bu Lia mah kayaknya emang seneng aja ngomelin kamu. By the way kamu udah makan siang? Wajah kamu rada pucet dan lelah gitu. Ga sempet ya?"
"Udah kok, kayaknya karena lipstikku agar pudar deh," Prisa langsung bergerak membuka tas nya mengambil lipcream dan dengan cepat mengoleskannya di bibir sambil bercermin pada ponsel miliknya.
"Tapi kamu beneran ga papa kan Pris? Aku tahu kamu pasti beberapa hari ini kelelahan banget."
Prisa tertawa sambil kembali menyimpan lipcream dan ponselnya ke dalam tas, "aman terkendali kok, lagian nanti malam aku udah bisa istirahat dengan tenang."
"Baguslah, oh iya, tadi Pak Deni nanyain kamu. Dia nggak tahu ya kalau mama kamu pulang hari ini?"
"Aku nggak sempet kasih tahu, kamu tahu sendiri lah Han gimana riwehnya aku harus kejar ini dan itu."
"Iya sih, tapi tadi aku udah kasih tahu kok."
"Eh Hana, kamu inget ga sih waktu aku cerita yang beberapa hari lalu setelah kamu pulang dari rumah sakit aku ketemu Pak Dehan?" Prisa tiba-tiba teringat sesuatu dan seperti tak sabar bercerita pada Hana.
"Iya inget, kenapa memangnya?"
"Nah, jadi kan hari itu dia ninggalin paper bag kan."
"Ya, terus?" Hana mulai penasaran dengan apa yang hendak Prisa ceritakan.
"Waktu awal aku cuma lihat sekilas kan isinya yang kayak beberapa minuman herbal sejenisnya gitu lah, aku biarin aja nih karena juga sibuk, pemberian Pak Dehan cuma aku simpan aja, nggak disentuh lagi. Lalu tadi waktu beres-beres aku bener-bener lihat deh isinya apaan, dan kamu tahu nggak apa yang ada di dalam paper bag itu??"
"Apaan Pris??" Hana ikut penasaran terlebih dengan cara Prisa yang menceritakan seolah-olah tak menyangka dengan hal itu.
"Ternyata di dalamnya ada amplop dong Han, dan isinya itu uang yang bisa dibilang lumayan bangeettt!!" Prisa memberi tahu dengan lumayan histeris karena ia sangat kaget saat pertama kali mengetahui hal itu dan masih belum menyangka sampai sekarang.
Hana terbelalak, "seriusan? Dikasih duit cash?!"
Prisa mengangguk, "sumpah demi apa aku kaget banget, terus ada tulisan yang isinya bilang kalau mungkin itu bisa sedikit membantu meringankan beban aku. Seriusan deh Han, waktu pertama kali tahu aku sampai gemeter."
"Ya ampun, demi apa Pak Dehan baik banget! Dia ngasih bantuannya dengan cara yang smooth banget, ga ngomong langsung." Hana yang mendengar cerita Prisa ikut merasa senang dan takjub dengan bagaimana sosok pemilik kantor tempat mereka bekerja saat ini.
"Tapi sumpah aku jadi nggak enah deh, apa aku balikin aja ya?"
Hana langsung terkejut dan menggeleng, "ih kok dibalikin??"
"Ya soalnya nggak enak,"
"Ya tuhan, Prisa kamu itu yaaa gemes deh. Pak Dehan sengaja ngasih nya diam-diam biar kamunya nggak ngerasa nggak enak begini. Yaudah kamu terima aja, syukurin aja, lagipula kamu butuh banget kan? Kan pengobatan mama kamu emang butuh uang. Emang kamu pikir gimana caranya balikin apa yang udah dikasih? Nanti Pak Dehan nya ngerasa niat baiknya nggak dihargain loh sama kamu."
"Ya tapi kan tetep aja rasanya agak aneh." Prisa masih belum bisa berlagak santai atas apa yang ternyata sudah diberikan Dehan padanya.
"Kamu tahu sendiri kan gimana baiknya Pak Dehan kata orang-orang, dan kamu sendiri udah ngerasain kan? Udah deh terima aja, Pak Dehan emang baik orangnya. Lagian dia juga ga bakal minta balasan apapun atas apa yang dia udah kasih ke kamu. Apa yang dia kasih ke orang pasti nggak sebanding dengan banyaknya harta yang ia punya. Bayangin aja, dia itu anak sulung pemilik kantor ini yang cabangnya juga nggak kalah besar, dia calon terkuat pewaris semua ini. Kamu bisa bayangin nggak tuh seberapa kayanya dia? Bahkan rasanya dia akan lupa siapa saja orang yang pernah ia bantu, jadi kamu santai aja deh Pris. Bersyukur aja dan doain semoga kebaikan Pak Dehan ke kamu berdampak baik juga ke dia. Itu sih menurutku yang sebaiknya kamu lakuin dibanding balikin uang."
Prisa hanya bisa terdiam dan mengangguk-angguk karena apa yang Hana katakan memang benar adanya. Walaupun jumlah yang Dehan berikan kemarin besar baginya, tapi ia yakin bagi Dehan itu tentu hanya nominal receh.
"Asik ya Han, jadi orang kaya. Mudah banget bantuin orang, pasti deh banyak juga yang ngasih doa baik."
Hana tertawa, "iya kalau orang kayanya kayak Pak Dehan, banyak juga orang kaya yang sombong dan mana peduli sama orang lain. Tuh contohnya Pak Randa, adiknya Pak Dehan sendiri sikapnya beda banget sama kakaknya. Sombong bukan maeeeen."
"Si Hana, kayaknya hobi banget gunjingin Pak Randa." Prisa geleng-geleng kepala sambil kini ia mulai merapikan meja dihadapannya karena jam kerja setelah istirahat makan siang akan masuk.
"Ih, sayang banget hari ini kamu baru datang."
"Emang kenapa?"
"Kabarnya tadi pagi Pak Randa kesini."
"Terus?" tanya Prisa namun terdengar tak begitu penasaran karena ia sudah terlalu sering mendengarkan gunjingan tentang Pak Randa, termasuk Hana yang paling semangat perihal isu-isu di kantor. Katanya sih berusaha memantaskan diri buat jadi salah satu admin lambe turahnya kantor.
Semangat Hana, semoga cita-citamu terkabul :)
"Denger-denger Pak Randa ribut lagi sama Pak Firman."
"Seriusan? Udah lama nggak sih sejak terakhir kali kamu cerita Pak Randa ribut sama bapaknya sendiri?" Prisa yang sengaja tak sengaja juga mengikuti gosip kantor ingin memastikan.
Hana mengangguk, "kayaknya ributin masalah pembagian lagi, kan katanya ini udah deket sama mau pensiunnya Pak Firman. Bentar lagi mau ngumumin siapa yang jadi pimpinan tertinggi selanjutnya."
"Pasti Pak Firman pusing banget, kasihan."
"Lagian kalau suka ribut begitu, orang jadi makin gak mau lah kalau si Pak Randa yang naik. Udah jelas-jelas Pak Dehan sih kayaknya. Aku sih fiks tim Pak Dehan." Hana tampak sangat serius ikut memikirkan perihal masalah tersebut.
"Ribet juga ya jadi orang penting. Terus tadi gimana selesainya? Udah nggak ribut lagi kan?"
"Nggak tahu sih, namanya juga gosip bisik-bisik orang kantor, ga jelas. Palingan juga selesainya dilerai Pak Dehan."
"Eh btw hubungan Pak Dehan sama Pak Randa baik kan?"
Hana angkat bahu, "kalau urusannya begini sih kayaknya kemungkinan kecil mereka akur. Tapi ya siapa yang tahu. Nanti deh aku cari tahu."
"Udahlah, bukan urusan kita juga."