11. Tired

1330 Kata
"Prisa!?" Hana berlari ke arah Prisa yang sore ini berdiri sendirian di depan igd dengan wajah sangat tidak tenang. "Hanaaa," Prisa yang menyadari kehadiran Hana langsung bergerak memeluk sahabatnya itu. "Pris, mama kamu nggak kenapa-napa kan?" tanya Hana sambil melirik ruang igd. Sore yang menjelang malam ini ia ditelfon oleh Prisa dengan suara yang bergetar memberi tahu kalau kondisi mamanya kembali drop dan dilarikan lagi ke rumah sakit. "Nggak tahu, masih di dalam, sumpah aku panik banget Han...," Prisa melihat Hana dengan wajah yang masih jelas ketakutan. "Udah-udah, kamu yang tenang ya. Pasti mama baik-baik aja kok, ayo duduk dulu," Hana mengajak Prisa untuk duduk di kursi yang tersedia. Dengan setia Hana tetap menggenggam tangan Prisa agar gadis itu bisa merasa lebih baik. Bisa Hana tebak kalau sedari tadi Prisa pasti takut sekali terlebih ia hanya sendirian. "Nania mana?" Hana coba memastikan. Prisa menggeleng, "nggak tahu, udah jam segini masih belum pulang." "Udah coba hubungin?" "Dia ga ngerespon." Hana mengerutkan dahinya sambil memeriksa ponselnya, "udah jam segini." "Tadi kesini gimana?" "Dibantuin tetangga, walaupun sering begini tapi aku masih aja belum terbiasa. Terlebih tadi kayaknya lebih mengkhawatirkan dari biasanya. Aku nyesel banget biarin mama pulang cepat, gini kan jadinya, aku bodoh banget." Prisa terus bicara menyalahkan dirinya sendiri. "Eh kamu nggak boleh ngomong begitu Pris. Pasti ini bukan masalah besar, semuanya akan baik-baik saja." "Ah, aku sama sekali nggak bisa tenang." * "Makan malam dulu yuuk, kan mama kamu udah baik-baik aja, jangan murung gini," Hana coba mengajak Prisa yang sedari tadi duduk diam di lorong rumah sakit, sedangkan mamanya kini sudah berada di ruang inap. Dokter mengatakan kalau mama Prisa memang sebaiknya di rawat intensif lebih lama lagi. "Prisa, jangan ngelamun mulu, aku tahu kamu capek, makanya ayuk makan dulu, makanan yang aku pesan udah sampai," ajak Hana lagi pada sahabatnya itu. Prisa seperti baru saja sadar dari lamunannya dan menoleh pada Hana dengan senyum kecil yang jelas-jelas terlihat sangat berat, "makasih ya Han." Hana mengangguk, "ayuk makan bareng." "Mbak!? Mama mana?? Mama kenapa??" tiba-tiba seseorang berlari mendekat dan langsung bertanya panik. Prisa tidak langsung menjawab, dia hanya diam lalu ikut berdiri menatap adiknya yang baru datang itu. "Mbak?" Nania kembali bertanya karena kakaknya tak kunjung menjawab dan hanya menatapnya. "Kamu dari mana sih? Jam segini baru balik? Kamu nggak tahu ini udah malam? Berapa kali mbak bilang buat pulang cepat!? Jangan pulang malam! Kamu nggak sadar kalau kamu itu perempuan dan masih pakai seragam!?" Hana agak kaget karena ia tidak pernah mendengar Prisa bicara dengan nada penuh penekanan seperti sekarang. "Mbak, aku kan udah bilang ada perlu." "Perlu apa sih sampai susah banget ngabarin kamu kalau mama drop lagi? Kamu tahu nggak sih mbak itu panik sendirian dan juga kepikiran kamu yang gak ada kabar sama sekali!?" "Kok mbak malah marah-marah sih? Aku kan udah bilang sebelumnya kalau baterai handphoneku bocor, bentar-bentar udah mati, gimana mau ngabarin? Toh aku juga nggak kelayapan sembarangan, aku cuma fokus buat belajar, aku bela-belain ngikut temen karena mereka punya semua kebutuhan yang aku perlu untuk belajar maksimal. Aku cuma mau berhasil mbak, aku nggak mau hidup susah dan diremehin lagi di masa depan makanya mati-matian buat fokus sekarang. Aku nggak mau nyia-nyiain waktu sedikitpun." "Tapi seenggaknya kamu tahu waktu dong Nania. Jangan nambah beban pikiran mbak, mbak juga bisa capek tahu nggak?" Nania mendecak, "ribet, mbak nggak bakal ngerti juga apa yang aku mau. Mbak pikir cuma mbak yang capek? Aku juga kok." "Nan..." "Prisa udah.., kamu pasti lagi lelah, nanti malah makin emosi," Hana langsung bergerak menahan dan menenangkan Prisa. Nania memutar bola matanya malas, "mama dimana? Di dalam kan?" "Iya, mama kamu di dalam kok, masuk aja," Hana inisiatif memberi tahu Nania dan gadis yang masih memakai seragam SMA dengan tas di punggung langsung tersebut langsung masuk begitu saja. Prisa menghembuskan napas keras sambil kembali duduk dan memijat kepalanya yang terasa mulai sakit. "Prisa, aku tahu kamu lagi capek dan perasaan panik kamu yang tadi masih tinggal. Makanya mending kamu makan dulu, kita nyari tempat buat makan di luar yuk, biar kamu nya bisa lebih rileks. Lagian ada Nania yang nemenin mama kamu." "Baiklah." * Setelah berjalan beberapa saat akhirnya Prisa dan Hana memutuskan duduk di salah satu sudut rumah sakit yang cukup memiliki pemandangan lepas dan mereka bisa langsung menghirup udara bebas malam ini. "Ayo makaaan," Hana mengeluarkan makanan yang sejak tadi ia tenteng dengan wajah penuh semangat. Prisa menarik kecil sudut bibirnya untuk tersenyum membalas Hana. "Eum, enak ternyata. Emang nggak bohong sih reviewnya empat koma delapan." Hana menunjukkan wajah puas saat ia sudah memakan suapan pertama, "gimana Pris? Enak kan?" Prisa mengangguk setuju walaupun ia makan dengan sangat lemas karena selera makannya saat ini hilang menguap entah kemana. "Abisin ya, awas kalau nggak abis." "Han..." Prisa bersuara saat di tengah makan. "Ya?" "Aku tadi salah ya marahin Nania?" Hana diam sejenak memperhatikan wajah Prisa yang terlihat jelas menunjukkan wajah merasa bersalah, "enggak kok, kan emang wajar kakak sering marahin adik. Aku juga sering kok omelin si Uki, yang namanya adik itu umumnya emang bandel dan nyebelin." "Nania nggak bandel, aku aja yang emang berlebihan." "Pris, kalau kamu bicara masalah tadi, kamu nggak sepenuhnya salah kok. Wajar kan kamu marah lihat adik perempuan kamu yang masih pakai baju sekolah pulang sendirian malam-malam. Semuanya juga demi dia." Hana berusaha untuk membuat Prisa tidak terus menyalahkan dirinya. "Lagian ya, aku tahu kamu dalam posisi capek. Beberapa hari sebelumnya juga bisa dibilang full kamu yang jagain mama kamu, mana harus bolak-balik kerja, kamu selalu berusaha untuk nggak ganggu Nania. Terus disaat kamu pikir kamu bakal bisa istirahat, ternyata salah. Aku mungkin nggak bisa rasain persis gimana di posisi kamu, tapi aku tahu kamu lelah secara fisik maupun batin walaupun kamu selalu bilang kamu baik-baik aja." Entah kenapa ucapan Hana berhasil membuat sebulir air mata jatuh dari sudut mata kiri Prisa, namun dengan sangat cepat ia seka sembari berusaha tersenyum. "Harusnya aku bisa lebih jaga emosi." Hana tertawa, "Pris, kamu salah satu manusia langka yang paling bisa kontrol emosi loh. Sesekali kamu nggak papa buat marah dan bilang capek. Itu hal wajar." Prisa menarik napas dalam dan menghembuskannya dengan keras sambil menunduk memperhatikan makanan miliknya walaupun pikirannya entah kemana. "Han, udah malam, habis ini kamu pulang aja, takut kemaleman." ujar Prisa saat mereka hampir menghabiskan makan malam mereka. "Kamu baik-baik aja aku tinggal? Aku nggak masalah kok disini, besok kan libur." "Udah, nggak papa kok. Kan udah ada Nania juga. Makasih banyak ya udah mau temenin." "Hubungi aku kapanpun kamu mau dan butuh, Pris." "Tentu." * Prisa memasuki kamar mamanya lagi malam ini dengan langkah lambat. Dan disaat itu ia mendapati mamanya masih dalam posisi tidur sedangkan Nania duduk disamping sang mama sambil memegang tangan mamanya itu. "Mbak bawain makanan, kamu makan dulu, belum makan malam kan?" Prisa mendekat dan menyodorkan plastik berisi makanan serta minuman. Nania menoleh melihat kantong makanan itu dan beralih melihat kakaknya itu dengan sedikit ragu, "mbak udah makan?" Prisa mengangguk, "makan aja, mbak udah. Kamu pasti lapar banget." Walau ragu Nania akhirnya mengambil makanan itu karena memang perutnya sangat lapar. "Pinjam kunci motor, mbak mau pulang ambil baju dan perlengkapan lain. Kamu juga mau mbak ambilin baju sekalian? Abis ini mau disini atau ke rumah temen kamu?" "Mbak nggak papa sendirian ke rumah?" "Nggak papa." "Aku nginep disini aja. Mbak kalau mau pulang buat istirahat nggak papa kok, aku aja malam ini yang disini. Nggak ganti baju juga nggak papa. Mbak pasti capek," balas Nania namun tidak melihat ke wajah sang kakak. Prisa diam sejenak namun akhirnya tersenyum kecil, "beneran? Mbak boleh pulang dan kamu yang jagain mama malam ini? Sendirian?" Nania mengangguk, "lagian juga besok nggak sekolah, sebelumnya kan udah mbak yang selalu jagain mama." Prisa bergerak mendekati sang adik dan mengusap pelan punggung adiknya itu, "kita jagain bareng-bareng ya, mbak ambil perlengkapan dulu ke rumah. Nggak papa mbak tinggal bentar kan?" Nania akhirnya bisa berani mengangkat kepalanya untuk melihat wajah sang kakak, ia tersenyum sekilas walau tak begitu jelas, "jangan lupa face wash aku mbak." "Okey!"
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN