"Makasih ya Han, udah mau sampai malam gini disini," ujar Prisa saat kini ia sedang menemani Hana keluar rumah sakit untuk pulang. Wanita itu sudah sejak pulang kantor bersama Prisa disini.
"Iya ga papa, santai. Eh, Pak Deni gak jadi kesini?" tanya Hana karena tadi saat hendak ke rumah sakit dari kantor, pria itu mengatakan akan menyusul ke rumah sakit, tapi sampai sekarang batang hidungnya masih belum terlihat.
Prisa menggeleng, "katanya mendadak ada urusan yang ga bisa ditinggal. Tapi katanya besok pagi dia bakal kesini lagi biar ke kantornya bareng."
Hana tertawa, "wah, baik banget sih Pak Deni."
Prisa menarik sudut bibirnya lalu menghela napas pelan, "aku padahal udah bilang untuk nggak usah, tapi tetep aja."
"Ga papa sih Pris, lagian kan dari rumah sakit ke kantor emang lumayan jauh. Motor kamu juga dipakai Nania kan?"
"Aku nggak enak. Kamu ngerti kan maksud aku gimana?"
"Iya sih, tapi ya gimana, kondisinya sekarang kamu emang lagi ribet, lagian juga bukan kamu yang minta, Pak Deni nya yang maksa."
"Tahu deh ah, bingung."
"Ngomong-ngomong tentang mama kamu, kayaknya bakal lama ya dirawatnya?"
Prisa mengangguk, "kondisi mama masih suka naik turun gitu, masih belum stabil. Dokter bilang mending disini dulu aja sampai lebih stabil, tapi kamu denger aja kan sendiri mama bilang apa? Mama kalau udah ngerasa baikan dikit langsung pengen pulang."
"Ya mungkin mama kamu ngerasa ga enak atau ngerasa ngerepotin kalau dirawat begini."
Prisa memijat sekilas pangkal hidungnya, "palingan nanti juga ngeyel pengen kerja lagi. Aku udah minta supaya mama ga usah kerja lagi, tapi mama tetep aja pengen terus kerja. Aku bener-bener ga bisa tenang."
"Mama kamu takut banget ngerepotin kamu Pris."
"Padahal aku nggak masalah sama sekali, aku cuma pentingin kesehatan mama aja. Ngelihat mama dirawat begini rasanya berat banget."
"Aku tahu kok, secara fisikpun kamu juga pasti capek banget harus nungguin di rumah sakit begini kan?"
"Aku baik-baik aja kok, Han."
Hana menghela napas sambil menepuk pelan bahu Prisa, "emang keluarga kamu yang lain ga ada yang bantu jagain? Maksudnya selain kamu dan Nania yang pasti sibuk sama sekolahnya, apalagi tahun terakhir SMA."
Prisa tertawa kecil, "keluarga yang mana lagi emangnya? Keluarga mama tinggal jauh di kampung, yang deket sih keluarga mendiang papa. Tapi ya gitu deh, lebih baik nggak kesini dibanding nambah beban mental."
"Mereka masih nyebelin?"
Prisa mengangkat alisnya, "aku sama mama sih bisa sabar dan santai aja, tapi kalau Nania..."
Hana tertawa kecil, "bakal diajak ribut nggak tuh?"
Prisa ikut terkekeh, "kamu tahu sendiri kadar kesabaran Nania rendah banget, mulutnya juga kalau dipancing bakal pedes luar biasa. Kalau dihadapin sama keluarga mendiang papaku sih bakalan perang. Aku lebih memilih perdamaian dunia."
"Tapi syukur deh Pris di antara kalian ada yang bisa ngelawan kayak Nania."
Prisa mengangguk karena walaupun ia sering kesal dengan sikap Nania namun terkadang Prisa merasa sedikit lega karena kemarahan dan kekesalannya yang tertahan bisa disampaikan oleh sang adik.
"Kamu hati-hati ya pulangnya, kalau udah sampai rumah kabari aku." ujar Prisa karena mereka sudah sampai di luar.
"Okey, siaap! Bai Prisa, kamu jangan lupa istirahat ya."
"Siaaapp!"
*
Setelah memastikan Hana telah pergi untuk pulang ke rumah, Prisa melangkahkan kakinya lagi untuk masuk ke dalam rumah sakit, namun setelah beberapa langkah masuk, ia terkejut melihat seorang pria yang berjalan hendak berpapasan dengan dirinya.
"Ouh? Pak Dehan? Selamat malam pak," Prisa langsung berhenti dan menyapa dengan hormat.
"Eh, malam..."
"Prisa, pak," Prisa langsung memberi tahu namanya karena sepertinya Dehan hendak menyebut nama Prisa namun ragu atau tampaknya lupa.
"Ya, Prisa. Kamu kenapa disini?" tanya Dehan benar-benar menghentikan langkahnya untuk berbincang dengan Prisa.
"Mama saya lagi dirawat pak. Bapak sendiri bagaimana?"
"Saya hanya melihat salah satu teman saya yang juga sedang dirawat."
"Begitu ternyata."
"Tadi saya juga disapa oleh salah satu karyawan kita waktu di atas, dia bilang juga kalau keluarganya ada yang sedang sakit. Kenapa banyak diantara kita yang keluarganya sedang sakit ya?"
Prisa tertawa kecil mendengar pertanyaan bosnya itu, "kebetulan sekali ya pak."
Dehan tersenyum, "kamu menginap untuk menunggui mama kamu?"
"Iya pak."
"Kamu sudah makan malam?"
"Kebetulan sudah kok pak."
Pria yang masih mengenakan jas itu mengangguk, "kalau boleh tahu mama kamu dirawat di ruangan apa?"
"Di kamar melati 3 pak."
"Hm, kamar melati 3, baiklah. Kalau begitu saya pergi dulu ya."
"Baik pak, hati-hati."
Dehan tersenyum dan beranjak pergi meninggalkan Prisa yang masih diam di tempat.
"Sering banget ketemu secara kebetulan sama Pak Dehan."
**
"Ma, Nania bilang dia mau nginap di tempat temannya malam ini, soalnya dia lagi ada tugas dan ujian besok katanya, nggak papa kan?" Prisa memberi tahu mamanya perihal sang adik yang malam ini belum muncul.
Mama Prisa mengangguk, "nggak papa, baguslah karena dia nggak bisa belajar kalau disini."
Prisa tertawa sambil mulai memijat mamanya itu, "aku takut juga sih kalau dia disini, soalnya kayak yang bakal ngamuk dan mau ngajakin berantem orang yang ribut."
Mama ikut tertawa, "ya mau gimana lagi, dia emang begitu anaknya."
"Padahal malam ini nggak seribut kemarin."
"Prisa, kamu kalau mau pulang buat bisa istirahat dengan tenang juga ga papa. Mama bisa kok sendiri disini."
"Enggak lah, mana mungkin aku tinggalin mama sendirian. Ada-ada aja."
"Tapi mama serius, kasian kamu baru pulang kerja langsung kesini, besok pagi juga harus pergi lagi. Nanti malah kamu yang ikutan sakit, mama ga mau."
"Udah deh, jangan mikirin itu, aku biasa aja."
"Eh ngomong-ngomong tentang Deni yang tadi pagi datang kesini, itu beneran teman kamu?" mama mendadak ingat masalah Deni dan penasaran.
"Iya, kan udah dibilang tadi pagi, dulu Kak Deni itu senior aku waktu SMA."
"Oh begitu, teman doang? Nggak yang gimana-gimana?"
"Gimana-gimana gimana maksud mama?"
"Ah kamu berlagak nggak paham maksud mama."
Prisa tertawa, "ih mama, emang temen kok. Ya kebetulan kita ketemu lagi di tempat kerja."
"Oooh, mama pikir ada yang spesial."
"Emang mama suka sama Kak Deni?"
"Kok malah mama yang suka? Kamu dong harusnya."
"Duh ma, bukan gitu maksudnya, maksud aku mama suka emangnya lihat Kak Deni kalau sama aku?" Prisa meluruskan walau sebenarnya ia tahu kalau mamanya paham.
"Ya suka aja sih, kan dia ganteng dan juga kayaknya baik. Buktinya dia banyak bantuin kamu, kan?"
Prisa mengangguk, "ya emang baik sih."
"Selamat malam..."
Perhatian mama dan juga Prisa langsung tercuri oleh suara salam seseorang yang baru saja datang. Untuk sesaat Prisa dan mamanya hanya diam tak bersuara.
"Malam," mama lah yang terlebih dulu sadar dan bersuara membalas salam tersebut.
"Pak Dehan? Kok bisa bapak kesini???" Prisa juga sudah sadar, ia langsung berdiri menyambut kedatangan Dehan.
Dehan tersenyum, "saya mau lihat kondisi mama kamu sebentar, kan tadi kamu bilang mama kamu dirawat dan juga kasih tahu ruangan dimana mama kamu dirawat."
Prisa ternganga karena ia tak mengira kalau bosnya tersebut tadi bertanya dengan maksud untuk datang.
"Ini bu, saya bawakan sedikit sesuatu, semoga ibu cepat sembuh." Dehan bergerak meletakkan sebuah paperbag di atas meja samping ranjang mama Prisa yang tengah berbaring.
"Terima kasih pak," mama Prisa yang ikut bingung langsung mengangguk menyampaikan terima kasih.
"Ma, kenalin ini Pak Dehan, beliau pimpinan di kantor tempat aku kerja." Prisa yang masih kaget coba memperkenalkan Dehan.
"Saya mamanya Prisa, terima kasih sudah sempat mampir Pak Dehan," mama Prisa juga semakin kaget dan menyapa dengan sopan.
Dehan tersenyum ramah, "sama-sama bu."
"Eum, itu, ouh.., silahkan duduk pak," Prisa yang kebingungan mempersilahkan Dehan untuk duduk.
"Tidak apa, saya tidak lama. Saya akan balik sekarang."
Prisa menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal karena benar-benar bingung harus bersikap bagaimana, "ouh begitu ya pak."
"Maaf sekali saya tidak bisa lama, tapi semoga mama kamu bisa cepat pulih. Kalau begitu saya pamit ya, bu." Dehan sudah hendak pergi, tak lupa pamit terlebih dahulu pada mama Prisa.
"Iya Pak Dehan, terima kasih banyak sudah repot-repot mampir."
"Sama sekali tidak repot bu."
"Kalau begitu, mari saya antar pak. Ma, aku antar Pak Dehan sebentar ya."
*
"Terima kasih sekali ya pak udah mau mampir kesini, saya sama sekali tidak menyangka kalau bapak akan kesini," ujar Prisa saat mengantar Dehan keluar dari kamar inap.
"Tidak apa, tadi saya juga mampir ke tempat keluarga karyawan yang tadi juga saya temui."
Prisa langsung menunjukkan wajah kagum, "bapak benar-benar baik sekali."
Dehan menggeleng, "kamu jagain mama kamu sendirian?"
"Iya pak, soalnya adik saya sibuk dengan sekolahnya."
"Kalian hanya bertiga?"
"Iya pak."
"Sudah berapa hari mama kamu dirawat? Dan sampai kapan sepertinya?"
"Dari kemarin pak, belum tahu juga sampai kapan karena kondisinya masih suka naik turun."
"Kamu pasti juga kelelahan."
Prisa tertawa kecil, "enggak kok pak, udah biasa."
Dehan tersenyum, "kamu hebat sekali."
"Makasih pak."
"Baiklah, saya pamit dulu ya. Semoga mama kamu cepat sembuh."
"Baik pak, hati-hati. Sekali lagi terima kasih."
"Sampai jumpa di shelter karena kalau di kantor sepertinya akan jarang." Dehan tertawa sambil melambaikan tangannya santai.
Prisa jadi ikut tertawa, "iya pak, sampai jumpa lagi."