8. Improve

1616 Kata
"Ma, mama beneran ga papa aku tinggal kerja? Apa perlu aku izin kerja dulu hari ini?" Tanya Prisa pada sang mama pagi ini karena jujur saja sejak semalam ia galau sekali. Bagaimana dengan mamanya jika ia tetap pergi bekerja? Tidak ada siapapun yang bisa ia minta tolong untuk menjagai mamanya, permasalahan yang terus hadir disaat mamanya harus dirawat di rumah sakit seperti ini. "Sayang, mama nggak papa kok, kamu pergi aja kerja. Kan bukan sekali dua kali begini, ada perawat yang selalu sedia kalau ada apa-apa sama mama, tapi mama yakin sih ga bakalan kenapa-napa." mama Prisa tersenyum lebar sambil coba meyakinkan sulungnya itu untuk tidak khawatir. Sedangkan si bungsu Nania sudah pergi sekolah sejak tadi. Prisa menghela napas pendek sembari memijat ringan tangan sang mama, "mama cepat sembuh ya." "Maaf ya Pris..." "Kenapa mama minta maaf?" Mama terdiam sejenak memperhatikan wajah sang anak, "soalnya mama ngerepotin kamu terus, bikin kamu pusing dan capek." Dengan cepat Prisa menggeleng, "ih mama ngomong apasih? Jangan aneh-aneh deh." Mama Prisa diam sejenak, "mama sayang banget sama kamu Prisa." Prisa tersenyum dan bergerak memeluk mamanya, "aku juga sayang banget sama mama, jadi cepat sembuh ya biar kita bisa pulang." "Eh, itu siapa?" tanya mama pada Prisa saat mereka selesai berpelukan. Prisa mengangkat alisnya dan menoleh ke belakang untuk mengetahui siapa yang mamanya maksud. "Eh? Kak Deni?!" Seorang pria sudah berdiri disana dan tersenyum menyapa, "selamat pagi tante, hai Prisa!" Mama Prisa balas tersenyum, "ouh, temannya Prisa?" Prisa yang tadinya masih kaget langsung menyadarkan diri untuk memperkenalkan Deni pada mamanya, "kenalin ma, ini Pak Deni. Dia termasuk atasanku di kantor, dia juga yang kemarin bantu nganterin aku kesini sehabis dari kantor." "Ouh, terima kasih Pak Deni." Deni langsung menggeleng, "ah sepertinya Prisa sedikit salah memperkenalkan. Saya memang temannya Prisa kok tante, kita satu sekolah dulu waktu SMA. Kebetulan aja sekarang kita kerja di tempat yang sama." Deni memperbaiki perkenalan dirinya pada mama Prisa agar terkesan lebih mudah akrab dan tidak canggung. Mama Prisa sedikit bingung dan menatap Prisa lagi namun akhirnya hanya bisa mengangguk saja seolah paham. "Ini tante, saya bawakan sedikit buah sama makanan. Semoga aja tante suka," Deni mulai meletakkan beberapa hal yang sengaja ia bawa pagi ini untuk mama Prisa. "Sedikit? Ini sih namanya banyak banget, nak Deni." mama Prisa menanggapi yang hanya dibalas senyuman oleh Deni. "Kak Deni beli dimana semua ini pagi-pagi begini?" Prisa bertanya bingung, melihat Deni datang kesini pagi begini saja sudah mengejutkan, terlebih dengan semua bawaannya. "Ada deh pokoknya." "Oh iya kak, sarapannya tadi pagi juga makasih banget ya." Deni tersenyum, "oh kamu sudah sarapan?" Prisa mengangguk, "bahkan tadi Nania juga sarapan dulu sebelum ke sekolah. Katanya enak banget." "Syukurlah kalau begitu. Ngomong-ngomong apa hari ini kamu pergi kerja?" Prisa diam sejenak melihat mamanya namun mamanya langsung mengisyaratkan kalau dirinya memang harus pergi dan tak perlu khawatir. "Rencana sih pergi, kak." "Yaudah sekalian aja sama kakak," ajak Deni sambil melihat jam tangannya. "Nggak papa kak?" "Ya nggak papa dong Prisa." "Yaudah deh, kita berangkat sekarang aja. Nantinya takut telat." "Okey." "Ma, aku pamit ya. Mama yang baik ya, nanti pulang kerja aku langsung kesini." Prisa pamit sambil mencium tangan mamanya sebelum pergi. "Iya tenang saja, hati-hati di jalan ya." "Kami pamit ya tante." * Dan akhirnya Prisa pun berangkat bersama dengan Deni menuju kantor pagi ini, mereka menyusuri jalan yang agak ramai. "Kakak kenapa sengaja ke rumah sakit pagi ini?" tanya Prisa membuka obrolan saat mobil berhenti tengah menunggu lampu merah. "Ya karena ingin lihat keadaan mama kamu secara langsung, secara kemarin kakak ga sempat lihat." "Oh gitu..." "Dan lagi jarak rumah sakit ke kantor lumayan jauh, kakak kepikiran aja gimana kamu ke kantor." "Kakak kasihan?" tanya Prisa dengan suara pelan. Deni agak kaget mendengar pertanyaan Prisa, "bukan gitu maksudnya Pris, kamu jangan salah paham. Kakak cuma khawatir aja sama kamu, kakak tahu sekarang kamu pasti kesulitan karena bisa dibilang apa-apa kamu mesti sendiri, kan?" Prisa menarik sudut bibirnya untuk tersenyum, "makasih ya kak, tapi jujur aja aku ngerasa nggak enak sama Kak Deni. Aku benar-benar nggak papa kok." "Pris, ayolah jangan selalu nggak enakan. Kakak tahu kok kamu bisa apa aja, tapi apa salahnya ada teman untuk ngebantu?" "Aku hanya takut nggak bisa balas budi." Deni menarik napas dalam lalu menghembuskannya agak keras, "perasaan dulu kamu nggak se tidak enakan ini deh orangnya. Kamu kenapa?" Prisa hanya diam sembari mengarahkan pandangannya keluar jendela mendengar pertanyaan Deni. "Pris? Apa kamu baik-baik saja?" Deni kembali bertanya karena Prisa tak kunjung menjawab. Prisa menggeleng lalu menoleh pada Deni dengan senyuman khas miliknya, "aku baik-baik aja kok kak. Lagian seseorang memang bisa berubah kan? Kakak ingatnya cuma waktu SMA, itu sudah berapa tahun yang lalu? Sudah sangat lama." "Walaupun begitu kakak harap kamu tidak terlalu menolak bantuan kakak. Kakak tahu mungkin kamu agak risih karena kakak bilang kalau kakak suka sama kamu, tapi jujur saja sekarang kakak membantu kamu tidak ada maksud apa-apa selain khawatir aja sama kamu Pris." Prisa lagi-lagi kebingungan harus menjawab apa ucapan Deni. Kalau sudah menyinggung masalah perasaan, itu tentu akan jadi sangat sulit dan sensitif. "Ehm, kak?" Prisa bersuara setelah cukup lama mereka hanya saling diam dan sudah akan sampai di kantor. "Ya?" "Aku nanti turunnya sebelum masuk kantor aja ya." "Lah kok gitu? Ngapain? Barengan aja turun di dalam." Dengan cepat Prisa menggeleng, "jangan kak, nggak enak. Apalagi nanti kalau kebetulan ketemu Bu Lia. Aku lagi nggak mau nyari masalah apapun. Hari ini aku hanya mau pulang dengan cepat untuk jagain mama tanpa masalah apapun." Deni tidak bisa lagi berkata apa-apa atas alasan yang Prisa lontarkan. "Baiklah kalau begitu, tapi jangan yang terlalu jauh ya." "Iya kak, makasih." ** "Pris, dimakaaan makananannya, bukan diamainin, nanti keburu abis jam istirahatnya." Hana mengingatkan Prisa yang sejak tadi baru memakan makan siangnya beberapa sendok, sedangkan dirinya sudah selesai. Prisa yang sempat melamun jadi tersadar dan coba menyuap makanan miliknya lagi. Bahkan para karyawan lain sudah ada yang beranjak pergi dari kantin kantor. "Kamu kepikiran mama kamu ya?" Hana coba menebak walaupun ia sudah yakin memang itulah jawabannya. "Nggak tahu deh Han, banyak banget yang mesti dipikirin." "Jangan dipikirin kalau ga begitu penting. Buang-buang tenaga aja." "Kalau bisa dicuekin dengan mudah sih udah dari awal kali aku cuekin." Hana terkekeh pelan, "eh kamu belum jadi cerita masalah Pak Deni kemarin. Gimana ceritanya kalian bisa pulang bareng? Bukannya kemarin kamu nolak dan Pak Deni nya udah pulang duluan?" Hana mulai menagih cerita karena dirinya sudah penasaran bukan main. "Tadi pagi juga ke kantor bareng." "HAH!?" Hana terkejut bahkan sampai membelalakkan mata menatap Prisa. "Santai e lah," Prisa ikut kaget dan melihat ke sekitar karena orang-orang mulai memperhatikan mereka karena suara Hana yang besar. "Buruan cerita!" "Ya pokoknya kemarin waktu aku nunggu angkot sendirian si Pak Deni ini dateng dan ngajakin bareng lagi. Aku udah ga punya cara lagi buat pulang, lagian angkotnya gak ada sama sekali padahal udah nunggu lama setelah kamu balik sama ojol, dan ya akhirnya aku mau bareng Pak Deni. Nah, di tengah jalan aku dapat kabar mama dibawa ke rumah sakit, aku dan Pak Deni langsung ke rumah sakit. Dan paginya aku ga nyangka dia datang lagi, dan ya kita pergi ke kantor bareng. Tapi aku minta turun sebelum kantor, karena nggak enak aja sama orang kantor lain atau yang lebih seremnya ketemu Bu Lia, bisa berabe banget." Hana mengerutkan dahinya, "kok dilihat-lihat kalian kayak yang udah deket banget sih? Kamu masih belum terima Pak Deni kan Pris?" "Aku udah pernah cerita kalau aku sama Pak Deni udah kenal lama ga sih?" Hana langsung menggeleng, "kalian udah kenal lama? Sejak kapan? Kamu belum cerita apa-apa." "Jadi dulu aku satu SMA sama Pak Deni, waktu kelas sepuluh dia udah kelas dua belas, tapi kita lumayan akrab gitu deh." "Jangan bilang kalian udah pernah pacaran sebelumnya!?" Dengan cepat Prisa menggeleng, "kita ya cuma deket aja," "Hubungan tanpa status alias HTS??" Prisa memilih untuk hanya angkat bahu sambil fokus menghabiskan makan siangnya. Hana masih kaget dan coba mencerna cerita Prisa yang cukup membuatnya terkejut, "terus kok bisa-bisanya kalian jadi kayak sekarang? Dia masih suka loh Pris sama kamu, kamu udah nggak?" "Semuanya udah beda banget Han. Saat dia udah tamat memang kita masih kontakan, tapi semuanya hilang saat aku juga tamat SMA." "Kenapa?" "Kamu tahu kan apa yang aku lakukan setelah tamat sekolah? Aku kerja sebagai office girl disini, sedangkan Pak Deni kuliah di tempat yang bagus. Aku nggak ngerti kenapa dia juga kerja disini, syukurnya saat itu aku udah jadi karyawan seperti sekarang." Prisa menceritakan dengan ekspresi yang memperlihatkan kalau ia masih bingung dengan perjalanan pertemuannya dengan Deni. "Kamu ngerasa rendah diri?" Prisa mengangguk, "ini lebih ke tahu diri aja. Aku berusaha profesional, tapi aku nggak nyangka waktu itu dia bilang dia masih nyimpan perasaan, tapi memang sekarang semuanya udah berbeda." "Tapi Pak Deni hebat loh Pris, kan dia tahu keadaan kamu sekarang, tapi dia masih mau terima kok. Kamu nggak mau pertimbangkan itu?" Prisa menghela napas berat, "rasanya ini bukan hal sederhana. Ada banyak hal yang menjadi bahan pikiran bagiku." Hana bergerak mengelus pelan tangan sahabatnya itu, "udah deh, kamu sekarang fokus aja sama mama kamu. Jangan banyak pikiran, tapi kalau Pak Deni juga dengan senang hati bantu kamu, aku pikir itu bukan masalah." Prisa tersenyum kecil, "thanks ya Han, udah mau dengerin ceritaku. Kamu sendiri lagi ga ada masalah kan? Takutnya kamu lagi punya masalah eh malah ditambah harus dengerin masalah aku." "Astaga Prisaaaaa! Satu hal yang harus sangat diperbaiki dari kamu adalah sikap nggak enakan kamu itu. Bahkan ke orang yang paling dekat pun kamu masih begitu?" "Hehehe, maaf maaf." "Nanti pulang kantor kamu langsung ke rumah sakit?" "Kayaknya iya." "Aku anter ya, sekalian aku liat mama kamu, kebetulan aku bawa motor tadi." "Serius? Nggak papa? Nggak ngerepotin kan?" "PRISAAAAA!!!!!!"
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN