14. Kind

1119 Kata
Prisa membuka matanya secara perlahan sambil kini memijat kepalanya yang masih sedikit terasa sakit. "Argh, kenapa pusing sekali," gadis itu mulai duduk walaupun dengan kesadaran yang belum sepenuhnya terkumpul. Namun matanya langsung terbuka lebar saat menyadari kalau ia sedang berada di tempat yang sangat asing. Prisa melihat ke sekeliling untuk memastikan namun ini benar-benar tempat yang sama sekali tidak ia kenal. "Astaga, aku dimana dan kenapa..., ah apa mungkin??" Prisa coba mengingat-ingat lagi apa yang terakhir kali terjadi. Terakhir kali ia ingat kalau ia sedang menangis di basement sendirian hingga seseorang menghampirinya, dan ia tidak ingat sisanya. "Oh? Kamu sudah bangun? Syukurlah." seseorang kini masuk dan langsung tersenyum melihat Prisa yang masih duduk di atas ranjang ukuran single. "Pak Dehan," Prisa masih belum percaya kalau manusia yang terakhir kali ia ingat dan pertama kali ia lihat saat sadar adalah Dehan. Ya, Dehan lah orang yang menghampiri Prisa tadi saat di basement. "Gimana? Kamu sudah merasa lebih baik?" tanya Dehan mendekat ke arah Prisa. Prisa masih coba menyadarkan dirinya, "pak, saya lagi dimana dan kenapa disini?" "Sebentar," bukannya menjawab, Dehan malah bergerak ke sebuah meja yang terletak di ruangan yang bisa dikatakan tidak kecil itu. Ia mengambil sebuah piring dan gelas berisi makanan serta minuman lalu kembali mendekat ke arah Prisa. "Ini, kamu makan dulu. Kamu pasti lapar sekali karena tidur cukup lama, kamu belum makan siang juga kan? Apa sarapan pun juga belum?" Dehan duduk di kursi yang dekat dengan ranjang memberikan piring pada Prisa, sedangkan gelas ia letakkan di meja kecil di dekatnya. Prisa masih terdiam coba mencerna keadaan, ia menerima piring yang Dehan berikan tanpa perlawanan. "Ayo di makan." Prisa mengangguk karena perutnya terasa lapar sekali, "saya makan ya pak. Eum, maaf pak, kalau saya boleh tahu, ini dimana?" "Kamu jangan khawatir, ini ruangan khusus istirahat saya di kantor. Tadi waktu kamu pingsan ya langsung saya bawa saja kesini." Prisa makin terkejut, "pak saya benar-benar minta maaf karena sudah sangat merepotkan. Saya juga berterima kasih." Dehan tersenyum, "tidak apa, saya tadi juga kaget karena kamu mendadak pingsan. Tadi kamu sempat sadar dan saya kasih minum, tapi habis itu kamu tidur lagi, mau saya bangunin untuk suruh makan dulu tapi kamu tidak mau." "Hah? Saya tadi sempat bangun, pak? Kok saya tidak ingat??" Dehan terkekeh, "wah sepertinya kamu memang belum sadar atau sangat kelelahan. Lihatlah, kamu baru bangun jam segini, saya tadinya cukup khawatir karena kamu belum makan. Tapi tampaknya kamu lebih butuh untuk istirahat." "Eh? Memangnya sekarang jam berapa pak?" "Jam tiga an sepertinya." "Apa!? Astaga pak, saya harusnya balik kerja." Prisa langsung panik seketika, bahkan ia meletakkan sendoknya lagi di piring dan bersiap pergi detik itu juga. Namun dengan cepat Dehan segera menahan Prisa dengan memegang tangan gadis itu, "mau kemana?" "Balik kerja, pak." "Udah lah, gak perlu. Kamu istirahat aja dulu disini. Muka kamu masih pucat sekali loh. Yang ada nanti kamu malah pingsan lagi." "Tapi pak..." "Saya atasan kamu juga loh di kantor ini kalau kamu lupa. Anggap saja saya yang suruh kamu." Prisa menurut dengan kembali diam dan kembali menyentuh makanannya. Melihat itupun Dehan juga ikut lega dan senang. "Oh iya, hari minggu saya ke shelter, tapi saya tidak bertemu dengan kamu." Dehan memulai pembicaraan santai dengan Prisa yang kembali mulai melanjutkan makan. "Saya ijin pak, soalnya mama saya kembali masuk rumah sakit." "Mama kamu dirawat lagi? Jadi sebelumnya sudah sempat pulang?" Prisa mengangguk, "dua hari di rumah udah dilariin lagi ke rumah sakit pak. Salah saya juga sih ngikutin permintaan mama saya untuk pulang cepat. Padahal kondisinya belum sepenuhnya stabil." "Maaf ya Prisa, kalau saya boleh tahu mama kamu sakit apa?" Dehan terlihat sangat hati-hati untuk menanyakan hal tersebut pada Prisa. "Ada permasalahan dengan paru-parunya pak, tapi dari pemeriksaan terakhir sepertinya juga ada kompilasi lain yang bikin mama saya semakin mudah drop." Prisa menjelaskan dengan tanpa sadar menghela napas berat dan tatapan matanya menjadi sayu. "Saya harap mama kamu segera sembuh. Kamu pasti juga kelelahan karena itu." Prisa tersenyum canggung melihat ke arah Dehan yang menyimak penjelasannya dengan sangat fokus, "mengenai bantuan yang bapak kasih hari itu, saya benar-benar merasa terbantu dan saya sangat berterima kasih, pak." Dehan tersenyum kecil, "sama-sama." "Ngomong-ngomong apa tidak apa saya disini pak? Dan saya pastinya sangat merepotkan bapak. Saya benar-benar minta maaf sekali lagi." Prisa merasa sangat tidak enak karena membayangkan bisa-bisanya ia ditolong oleh Dehan yang notabene nya adalah salah satu pimpinan tertinggi di kantor ini. "Tidak apa, anggap saja saya adalah teman kamu. Saya membantu kamu selaku teman yang saya temui di tempat pengurusan hewan terlantar. Wajar sekali bukan? Jangan sampai merasa tidak enak." "Terima kasih pak, bapak baik sekali kepada saya." "Kamu sepertinya sedang mengalami masalah yang besar sekaligus tampak sangat kecapek an." Dehan bicara mengenai bagaimana kagetnya tadi ia bertemu dengan Prisa yang menangis tersedu-sedu. Awalnya saat di basement, Dehan hanya berniat untuk langsung menuju ruangannya setelah memarkirkan mobil karena dia datang siang hari ini. Namun disaat itu perhatiannya tercuri oleh suara isakan yang samar-samar, itu bisa terdengar karena suasana basement memang sangat sepi. Awalnya Dehan agak takut, namun penasaran suara apa itu sebenarnya. Saat mendapati seseorang menunduk di salah satu sudut basement, Dehan langsung inisiatif menghampiri dan memastikan apa yang terjadi. Alangkah kagetnya ia mendapati suara itu berasal dari Prisa. Gadis itu berderai air mata dengan wajah pucat mengkhawatirkan. Dan benar saja, gadis itu berakhir pingsan dan Dehan memutuskan untuk membawanya saja ke ruangannya yang kebetulan memiliki tempat untuk istirahat. "Saya harap apapun masalahnya bisa terselesaikan dengan baik. Setiap masalah pasti ada jalan keluarnya dan siapapun yang dapat menghadapinya adalah orang yang hebat. Kualitas seseorang akan meningkat tiap kali ia berhasil melalui masalah. Saya yakin kamu hebat." Entah kenapa, ucapan Dehan malah membuat Prisa membeku dan tanpa sadar sebulir air mata mengalir di pipinya. Ia kembali menangis. Dehan tentu kaget melihat respon Prisa, "hei, kamu menangis lagi? Ada apa?" Dengan cepat Prisa tersadar dan segera menghapus air matanya sambil menarik napas dalam dan coba tersenyum, "eum, nggak pak. Nggak papa, saya minta maaf dan sekali lagi terima kasih untuk bantuan bapak." Dehan tersenyum simpul, "nanti pulangnya bareng saya saja." "Eh? Nggak papa pak, nggak perlu repot-repot. Ini aja saya sudah terima kasih banget. Saya sangat memberatkan bapak, padahal bapak pasti memiliki banyak kesibukan lain yang jauh lebih penting." "Nggak repot kok, saya sudah bilang buat anggap teman saja kan? Selagi menunggu jam pulang kamu disini saja istirahat. Kamu kalau mau tidur lagi juga nggak masalah." "Pak..." Prisa kehilangan kata-kata mendapatkan kebaikan hati Dehan. Walaupun ia sudah tahu kalau Dehan adalah orang yang sangat baik dan ramah, tapi tetap saja ia kaget tidak menyangka kalau Dehan akan sebaik ini. "Habiskan makanannya, saya keluar lagi ya. Istirahat lah selagi ada waktu, kamu sepertinya sangat membutuhkannya." Dehan lalu beranjak kembali meninggalkan Prisa yang terdiam.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN