"Sudah bangun??"
Prisa membuka mata dan lagi-lagi disambut oleh sapaan hangat Dehan.
Prisa terkejut dan langsung duduk, "ah, maaf pak, saya tertidur lagi."
Dehan terkekeh, "kan saya yang suruh kamu untuk tidur. Mau pulang sekarang?"
Prisa mengangguk, "ini udah jam pulang kerja, pak?"
"Sudah dari setengah jam yang lalu sebenarnya." jawab Dehan yang duduk santai di kursi dan tadinya hanya sibuk dengan handphone di tangannya.
"Maaf ya Pak. Pak, boleh saya untuk ambil barang-barang saya yang ketinggalan dulu? Tapi sebenarnya saya juga tidak apa untuk pulang sendiri pak, saya tidak mau merepotkan. Saya sudah sangat-sangat berterima kasih untuk hari ini." Prisa bertanya dengan sangat gugup.
"Saya sudah janji sama kamu, silahkan ambil barang-barang kamu terlebih dahulu. Saya tunggu di basement boleh? Atau kamu mau saya temani?"
"Ah tidak pak, saya sendiri saja. Bapak nggak papa kok ke basement terlebih dahulu."
"Baiklah."
*
Dengan cepat Prisa mendatangi ruangan dimana tasnya berada. Keadaan lantai dimana ia biasa bekerja sudah sangat sepi karena memang jam kerja sudah selesai sejak tadi.
"Ya ampun, ini kenapa Pak Dehan baik banget pakai nungguin dan nganterin segala sih? Aku kan jadi nggak enak banget, dia kan bos di kantor ini," Prisa bicara sendiri sambil membereskan tasnya. Lagian siapa juga yang tidak akan merasa bingung jika berada di posisi Prisa?
Sebelum beranjak pergi dengan tas yang sudah ia sandangkan di bahunya, Prisa mengecek handphonenya yang sudah penuh dengan pesan dan panggilan tak terjawab.
.
.
Dari: Hana dul set~
Pris? ?
Kamu kemana?
Kok masih belum ke kantin?
.
Woi Prisa kamu kemana?
Astaga udah mau selesai jam makan siang niih!
Kamu ga mau makan?
Mau titip sesuatu ga?
.
Prisss!
Kok kamu nggak ada sih?
Kamu kemana?
Prisaaa, ini udah masuk jam kerja lagi
.
Prisaa??
Aku nangis nih, kamu dimana?
Kamu baik-baik aja kan?
Tas kamu masih disini loooh
Kemana hei?
Pulang?
.
Huaaaaaaaaa!!
Jan bikin paniiik
Balik gih sini, nggak ada Bu Lia kok
Seriusaaan, nenek lampir itu ada tugas keluar, ayo sini balik?
.
Prisaaaa, ini udah mau jam pulang
Kamu kemana?
Kamu boleh kemana aja siih
Tapi kamu ga kenapa-napa kan??
.
Pris, orang udah pada pulang
Aku masih nungguin loh
Dimana sih?
.
Aku balik niiih yaaaa :')
Udah sepi banget
Please nanti kabarii
.
.
Sambil berjalan, Prisa tertawa melihat rentetan pesan yang dikirim oleh Hana padanya, terlihat jelas kalau Hana sangat mengkhawatirkannya, di sisi lain tentu ia sangat merasa bersalah karena Hana pasti sangat panik. Hana benar-benar tipe teman yang sangat peduli.
.
.
Kepada: Hana dul set~
Haaaannn
Maaf banget bikin kamu khawatir
Aku baik-baik saja sekarang
.
Dari: Hana dul set~
PRISAAA!!!!
KEMANA AJA!? ?
.
Kepada: Hana dul set~
Han, nanti aku ceritain ya
Aku buru-buru sekarang
Intinya aku baik-baik aja
.
.
Prisa mempercepat langkahnya bahkan sampai nyaris berlari agar bisa segera sampai di basement dan Dehan tidak menunggunya terlalu lama.
"Pak Dehan," Prisa memangil Dehan yang sedang berdiri di depan sebuah mobil seperti tengah memperhatikan sesuatu.
"Kamu sudah sampai? Kita jalan sekarang?" Dehan langsung menunjukkan senyumnya.
Prisa mengangguk, "boleh pak."
"Silahkan masuk," Dehan mempersilahkan Prisa dan ia sendiri juga langsung membuka pintu di arah kemudi.
"Kamu langsung saya antar ke rumah sakit? Kamu pulang kerja biasanya langsung kesana?" Dehan mulai membuka obrolan saat kini mereka sudah berada di jalan raya.
"Iya pak, saya langsung ke rumah sakit."
"Terus nanti berangkat kerja juga langsung dari rumah sakit?"
"Iya pak."
"Pantas saja kamu menjadi kelelahan. Kalau sudah menjaga orang sakit apalagi orang tua, pasti makannya juga tidak teratur bukan? Istirahat cuma pasti hanya sekedarnya."
Prisa hanya bisa tersenyum karena apa yang Dehan katakan tentu saja benar. Makan tidak nafsu dan tak teratur, malam tidak bisa tidur dengan nyenyak, siang harus bekerja, serta keperluan lain yang tidak bisa dielakkan dan juga segala pemikiran karena berbagai masalah yang datang silih berganti. Tentu saja ia sangat lelah.
"Pak Dehan sering ke shelter ya?" Prisa coba membuka topik pembicaraan baru agar suasana menjadi tidak begitu canggung.
"Hm, lumayan lah kalau saya ada waktu. Saya senang melihat hewan-hewan, terlebih mereka yang awalnya terlantar menjadi terawat. Saya tadinya ingin memelihara hewan, tapi dilihat dari waktu dan kesibukan saya rasa saya belum bisa. Kamu sendiri senang bekerja di shelter?"
"Awalnya sih cuma iseng pernah di ajakin teman waktu masih sekolah. Terus lanjut karena bisa dapat jajan dari sana. Nah kesininya malah terbiasa kerja di hal seperti itu untuk uang tambahan."
"Memangnya gaji di kantor nggak cukup?"
Prisa agak bingung dan kaget mendapatkan pertanyaan ini dari Dehan yang merupakan pimpinan di kantor, "eum.., cukup sih pak sebenarnya, tapi ya kan memang butuh aja tambahan untuk berbagai keperluan yang ada-ada aja."
Dehan hanya mengangguk menyimak ucapan Prisa sambil terus memperhatikan jalanan yang mereka lalui.
"Kamu sudah lama bekerja di kantor?"
"Eum, sekitar empat tahun deh pak kayaknya."
Dehan langsung menoleh menatap Prisa, "empat tahun?? Waaah, lumayan lama juga ya ternyata."
Prisa terkekeh, "iya pak, tapi awalnya saya cuma posisi sebagai office girl."
"Oh, saya ingat. Jadi kamu salah satu yang diangkat jadi staff ya?"
Prisa langsung menunjukkan senyum lebar, "bapak ingat tentang itu?"
"Tentu saja."
"Saya juga ingat, waktu itu katanya usulan pengangkatan staff itu dari bapak ya? Apa memang benar pak?"
Dehan tersenyum dan mengangguk kecil, "tapi waktu itu juga bukan sembarangan kan pemilihannya?"
"Terima kasih banyak ya pak, ya walaupun terlambat sebenarnya tapi saya benar-benar berterima kasih. Saya merasa beruntung sekali karena saya hanya lulusan SMA dan saya pikir saya hanya akan terjebak dalam pekerjaan saya sebelumnya."
"Tidak perlu berterima kasih pada saya, itu memang sudah rejeki kamu kok. Eh, maaf sebentar ya Prisa," Dehan menghentikan obrolan sejenak karena handphonenya yang berdering karena seseorang tengah menelpon.
Prisa mengangguk dan hanya melihat ke depan, namun walaupun ia tidak ingin menguping, tetap saja ia bisa mendengarkan apa yang Dehan katakan.
"Halo, ya Manda, kenapa?"
"..."
"Ini mas baru aja balik dari kantor, lagi di jalan."
"..."
"Astaga, hampir aja lupa. Tenang aja, kita jadi pergi kok. Kamu udah siap-siap?"
"..."
"Iyaaa, kan acaranya sampai malam kan? Bisa kok, ini emang udah mau pulang. Tunggu ya?"
"..."
"Iya, sampai jumpa."
Akhirnya setelah berbicara sebentar di telfon, Dehan kembali meletakkan handphone nya.
"Pacarnya Pak Dehan ya?" tanya Prisa hati-hati sekaligus penasaran.
"Hah? Ouh, maksudnya yang nelfon barusan?"
"Iya pak. Maaf banget jadi buat bapak nganter saya dulu."
Dehan langsung tertawa, "bukan kok, iu bukan pacar. Yang barusan itu, Manda, adik perempuan saya."
Prisa terkejut, "eh? Bapak punya adik selain Pak Randa??"
"Saya pikir semua karyawan tahu. Katanya sih satu kantor sering gosipin saya sekeluarga." Dehan menjelaskan sambil terkekeh melirik Prisa.
"Tentang orang satu kantor suka ngomongin bapak sekeluarga sih memang. Tapi saya nggak pernah denger kalau bapak punya adik perempuan."
"Ya ampun, beneran suka digosipin ternyata, pantas telinga saya sering gatal."
"Eeeh, bukan bukan, bukan gitu maksud saya pak," Prisa langsung merasa telah salah bicara pada Dehan.
"Udah lah, itu udah jadi rahasia umum kok, tapi pasti fokusnya lebih ke adik saya Randa, bukan? Saya memang punya adik perempuan namanya Manda, masih SMP umur empat belas tahun, baru aja dia ulang tahun."
"Oh, lumayan jauh juga ya pak jaraknya sendiri."
Dehan mengangguk, "dia juga sendirian perempuan makanya agak bingung juga ngehadapinnya gimana. Kadang takut salah gimana jagainnya."
Prisa tanpa sadar tersenyum, "tapi sepertinya bapak deket dan sayang banget sama adik bapak itu."
"Tentu saja." jawab Dehan pendek namun tatapannya terlihat sangat jujur.
"Waktu itu kalau nggak salah kamu juga bilang kalau kamu punya adik, kan?" Dehan lanjut bertanya karena ia ingat perbincangan nya dengan Prisa terakhir kali saat di rumah sakit.
"Iya pak, perempuan juga sekarang lagi kelas 3 SMA."
"Pasti tengah sibuk sekali."
"Iya pak, sibuk ujian dan persiapan ini itu."
"Semoga saja lancar ya."
"Aamiin pak, terima kasih."
Setelah beberapa lama akhirnya mereka sampai di rumah sakit.
"Terima kasih banyak ya pak untuk hari ini, bapak sudah banyak sekali membantu saya."
Dehan mengangguk, "sama-sama, tidak ada masalah sama sekali. Sebelumnya maaf ya saya tidak bisa mampir untuk melihat mama kamu."
"Oh nggak papa kok pak, saya tahu bapak juga lagi sibuk."
"Semoga mama kamu cepat sembuh."
Dehan mengangguk, namun saat ia melihat sekilas keluar, dia dikejutkan oleh sosok seseorang yang sepertinya baru saja keluar dari arah rumah sakit dengan baju seragam.
"Gama?" Prisa juga melihat apa yang tengah Dehan perhatikan.
Dehan terkejut mendengar Prisa, "kamu kenal Gama?"
Prisa juga tak kalah kaget dengan pertanyaan Dehan, "dia itu teman adik saya, Pak Dehan juga kenal Gama?"
Dehan langsung tertawa, "Gama itu tinggal di lingkungan tempat tinggal saya, kalau nggak salah dia juga kelas 3 SMA saat ini, benar saja dia mungkin teman adik kamu. Waah, dunia memang sesempit itu ya."
Prisa ikut tertawa mendengar sebuah fakta baru itu. Sedangkan Dehan kini sudah menurunkan kaca jendela mobilnya dan melambaikan tangan sambil memanggil nama Gama.
Laki-laki berseragam itu awalnya bingung, namun ia sudah berlari mendekat ke arah mobil.
"Wah, ada Mas Dehan," Gama yang sudah sampai di luar mobil tersenyum lebar menyapa Dehan.
"Lihat juga nih di dalam ada siapa," ujar Dehan sambil menunjuk Prisa yang masih duduk di dalam mobil tepat di sampingnya.
"Eh, kok juga ada mbaknya Nania??" Gama tampak kaget melihat kehadiran Prisa.
Prisa tersenyum, "hai Gama!"
"Hai juga mbaaakk."
"Iya, Prisa ini temennya mas. Kamu dari mana? Mana masih pakai seragam sekolah begini."
"Itu mas, aku baru aja jengukin mamanya Mbak Prisa."
"Oh kamu datang lagi ternyata, sama Nania?" tanya Prisa mendengar jawaban Gama.
"Iya mbak."
"Terus sekarang mau kemana? Mau pulang?" Dehan ingin tahu.
"Iya mas, ini aku mau pesan ojol buat pulang. Soalnya motorku di bengkel, waktu kesini bareng Nania malah mogok di jalan. Emang tu motor suka banget bikin ulah."
"Yaudah, bareng mas aja, ini mas juga mau pulang. Belum pesan kan ojolnya?"
Gama langsung tersenyum lebar, "wah serius nih mas? Asik niih."
"Iya, ayuk."
"Kalau gitu saya keluar ya pak, terima kasih sekali lagi." Prisa akhirnya benar-benar pamit untuk keluar.
"Iya, sama-sama."
"Kalau gitu saya juga pamit ya mbak." Gama yang sudah siap menggantikan posisi Prisa duduk di dalam juga pamit.
"Iya Gama, terima kasih ya udah datang lagi."