BAB 17. Pingsan Dalam Pelukan Arion

1046 Kata
MC kondang yang jam terbangnya sudah tinggi itu terus mendesak Arion dan Mentari, sambil menggoda mereka berdua. Sontak saja para sanak saudara yang menghadiri prosesi akad nikah itu, ikut senyum-senyum dan memberi semangat. Kecuali keluarga inti Arion tentu saja, mereka tampak tegang dan ingin acara segera selesai. Mentari jadi salah tingkah di sana, memandang Arion saja dia tak berani untuk saat ini, karena jantungnya berdegup kencang sedari tadi. Pernikahan yang dia pikir hanyalah formalitas ini, ternyata bisa menggetarkan hatinya juga. Mentari tak menyangka akan merasakan menjadi pengantin pada hari ini. Arion mendekati Mentari sehingga jarak mereka hanya tinggal satu langkah saja. Dan Arion tampak menatap tajam pada pengantinnya itu, tatapan yang membuat Mentari semakin menunduk dalam-dalam. Aroma parfum maskulin yang menyegarkan dari tubuh Arion, kini dapat tercium dengan jelas oleh Mentari. Dan bahkan dengan jarak sedekat itu, Mentari dapat mendengar tarikan napas Arion, pria tampan kaya raya yang baru saja resmi menjadi suaminya. Jantung Mentari gerdegup semakin kencang sekarang. Tiba-tiba Arion mengulurkan tangan kanannya ke depan wajah Mentari. “Cepat cium tanganku, aku tak mau lebih lama lagi jadi pusat perhatian begini,” bisik Arion dengan senyum kaku yang kelihatan sekali sedang dipaksakan. “Hah?!” Mentari mendongak. Kini dia membalas tatapan Arion yang tinggi menjulang di hadapannya. Arion lebih tinggi 25 cm dari Menatri, membuat keduanya terlihat sangat kontras. Lalu Arion menggoyang-goyangkan tangannya yang terulur, dan memicingkan mata seolah sedang memberi kode. Mentari mengerti, maka segera dia mencium punggung tangan suaminya itu. Jika tidak diminta untuk tahan dulu selama beberapa saat pose itu, oleh tim fotografer. Pasti Mentari sudah akan melepaskan tangan itu dengan cepat. Demi keamanan jantungnya, pikirnya. Dan tanpa diduga oleh Mentari, setelah adegan cium tangan suami itu, kini Arion yang sedang mencium kening Mentari untuk beberapa saat. Kedua bola mata Mentari seketika membulat, dia benar-benar terkejut. Dengan Kenzo saja selama berpacaran, Mentari hanya mau sebatas berpegangan tangan dan dirangkul bahunya. Ohh tidak! Aku tak tahan lagi, kepalaku pusing. Mentari membatin. Lalu tiba-tiba Mentari merasakan di sekitarnya berputar mengelilinginya. Dia memejamkan mata, lalu seketika itu juga tubuh rampingnya limbung. Beruntung Arion langsung menyadari ada yang tak beres pada Mentari. Dengan sigap Arion refleks memeluk tubuh Mentari, hingga istrinya itu tak sampai jatuh. Hampir semua orang di sana juga ikut terkejut, mereka menahan teriakan dengan menutup mulut. “Sepertinya pengantin sedang kelelahan. Tidak apa-apa, mungkin bisa dibantu dulu untuk memberikan minum. Dan bla bla bla.” MC langsung mengambil alih supaya suasana tetap terasa nyaman, dan para tamu tidak menjadi panik. Arion segera mendudukan tubuh Mentari, beberapa orang dari tim WO yang dipilih oleh Chris dengan cepat membawakan air minum dan juga minyak kayu putih. Astri juga langsung mendekati putrinya, wajahnya terlihat sangat cemas. Arion memperhatikan wajah Mentari, dan juga jalan napasnya. Setelah dia yakin bahwa Mentari dapat bernapas dengan baik, barulah dia membantu untuk memberikan minum pada Mentari. “Kenapa Mentari? Apa yang kamu rasakan sekarang?” tanya Arion dengan nada suara yang lembut. Mentari mengerjap-ngerjapkan matanya, lalu menggeleng perlahan. Dia sendiri bingung kenapa tiba-tiba menjadi pusing seperti itu. Dan sekarang, mendapat perhatian dari Arion, membuat Mentari merasa tidak pusing lagi, sama sekali. “Tari, kamu nggak apa-apa kan?” tanya Astri sambil mengelap kening Mentari yang berkeringat. “Nggak apa-apa kok Bu.” Mentari berusaha membuat tenang ibunya. “Benar tidak ada yang terasa sakit? Pusing? Atau mual?” tanya Arion lagi sambil memegang kening Mentari untuk memeriksa suhu tubuhnya. Diperhatikan seperti itu oleh Arion, justru membuat fokus Mentari buyar kembali. Dia hanya menggeleng untuk menjawab semua pertanyaan Arion. Dan setelah beristirahat beberapa saat, Mentari kembali dapat mengikuti prosesi akad nikah hingga sungkeman. Dan diakhiri dengan makan bersama Acara akad nikah tersebut memang terasa lebih sakral, karena hanya dihadiri oleh keluarga besar kedua mempelai saja. Sedangkan para tamu lainnya diundang pada saat resepsi pernikahan nanti siang. Indira meminta kedua mempelai serta keluarga inti bergabung dalam satu meja, saat menikmati hidangan. Itu berarti termasuk Astri. Amanda saling bertukar pandang dengan Hendy. Sedangkan Aruna hanya sedang sibuk menyantap makanannya. “Bagaimana ini? Jangan sampai mami tahu tentang latar belakang Mentari yang sebenarnya,” bisik Amanda pada suaminya yang duduk tepat di sebelahnya. Hendy menghela napas dalam-dalam. Diapun tak ingin itu terjadi. Tapi bukan alasan yang sama dengan istrinya. Namun dia tak mau ada orang yang akan disakiti perasaannya pada hari yang seharusnya bahagia ini. “Dan, jangan sampai juga mami tahu alasan Arion menikahi gadis kampungan itu. Dan juga semua orang di ruangan ini,” bisik Amanda lagi dengan penuh penekanan. Sedangkan wajahnya tidak lepas dari senyuman yang dibuat sangat manis. “Ya.” Hanya itu jawaban singkat dari Hendy. Dia selalu tidak suka dengan sikap istrinya yang terlalu arogant. “Ohh Mentari, ternyata kamu cantik sekali. Oma tak menyangka sama sekali, akhirnya Arion akan menikah dengan gadis manis dan lembut sepertimu,” ucap Indira lalu dia terkekeh kecil. Indira memang sudah lama ingin melihat cucu-cucunya menikah. Namun memaksa Aruna sama saja seperti memindahkan air ke ember dengan menggunakan gayung bolong. Sulit sekali. Maka Indira lebih sering bertanya pada Arion, kapan akan menikahi Olivia, atau gadis lain jika Olivia tak kunjung siap menikah. “Terima kasih Oma,” jawab Mentari pelan sambil menundukan kepala. Tanpa dilihat oleh siapapun, Amanda mencibir melihat sikap sopan Mentari pada maminya. Dia langsung berpikir, jika Oma tahu tentang siapa sebenarnya Mentari, itu akan sungguh menjatuhkan harga diri Arion. Namun jika Oma sampai menaruh hati pada Mentari, itu juga bahaya. Mentari si miskin bisa saja meraup keuntungan besar dari rasa simpati Oma Indira. Itu tidak boleh terjadi! Amanda membatin dengan penuh rasa kesal. “Jadi, nona cantik, ayahmu menetap di Jerman ya? Tapi apa dia tidak bisa menyempatkan waktu untuk datang di pernikahan putrinya?” Indira menatap pada Mentari dengan wajah serius. Sontak kedua bola mata Mentari membulat. Dan mulutnya sedikit terbuka. Dia mencoba menerka, apakah barusan salah mendengar atau Oma Indira yang salah bicara. Ayahku di Jerman? Bahkan ayahku sudah lama sekali meninggal dunia. Ucap Mentari hanya di dalam hatinya. Wajah melongo Mentari tak ubahnya dengan Astri. Ibu dan anak itu kompak menatap penuh keheranan pada Indira. “Ya betul itu Mami, ayahnya Mentari masih sangat sibuk di Jerman. Terakhir bahkan Arion sendiri yang coba menghubungi Pak Ageng, katanya akan segera pulang ke tanah air jika pekerjaan di sana sudah agak senggang.” Amanda yang menjawab dengan nada meyakinkan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN