“Tapi apa?” Arion tidak suka disuruh menebak.
“Tapi Oma Indira memaksa, apalagi? Kayak nggak kenal siapa Oma saja sih!” sungut Chris dengan bibir mencibir.
Arion mendengkus kesal. Dia menatap malas pada Chris. “Yaa jadi bagaimana dong? Ada rencana?”
“Tentu. Seperti biasa.” Lalu Chris terkekeh kecil sambil mendelik penuh arti pada sahabatnya itu.
Arion langsung paham apa maksud si Chris yang tak mau rugi itu. “Yaa oke, traktir makan di café mahal. Puas?” Arion dengan ekspresi datarnya meskipun sedang pusing memikirkan pernikahannya besok.
Chris menjentikkan jarinya. “Deal!”
Tepat jam tujuh malam, seluruh keluarga telah berkumpul di restoran untuk menikmati makan malam bersama. Sebelum ditanya oleh Indira, Chris berinisiatif untuk menghampirinya lebih dulu. Di saat baru hidangan appetizer yang disajikan.
“Hai Chris, ada apa? Mau bergabung di meja ini?” tanya Indira ketika melihat kedatangan Chris di dekatnya.
Chris memandang pada Oma Indira, Tante Amanda, Om Hendy, dan juga … si galak Aruna yang sedang menatapnya tajam di sana. Ohh tentu saja TIDAK! Jawab Chris dalam hati.
Chris tersenyum lebar. “Sebetulnya ingin sekali Oma. Suatu kebanggaan bisa bergabung di meja ini. Tapi … kasihan calon pengantin nanti nggak ada yang temenin.” Chris menoleh pada meja yang hanya diisi oleh Arion. Dan sejak tadi dia telah duduk di sana.
Sedangkan meja-meja lainnya diisi oleh keluarga besar Indira dari berbagai kota, yang terbanyak tentu saja dari Bandung, kota asalnya. Dan juga keluarga besar Hendy yang berasal dari London.
“Cih! Menyedihkan sekali dia,” desis Aruna saat melihat adiknya duduk menyendiri di sana. Padahal seluruh sepupunya menawarkan untuk duduk bersama.
Amanda langsung menyikut pinggang putri sulungnya. “Adikmu sudah mau menikah, jangan dirundung terus!”
Aruna hanya mencibir menanggapi teguran mamanya. Padahal di dalam hatinya sendiri, Aruna berniat akan bergabung di meja Arion saat oma dan mamanya lengah nanti. Dia sendiri tidak betah duduk berlama-lama dengan dua orang nyonya besar tersebut.
“Jadi, ada apa kalau begitu Chris?” tanya Indira lagi.
“Maaf Oma, tadi aku sendiri sudah mendatangi kamar Mentari. Untuk mengajak makan malam bersama. Tapi ternyata dia sudah tidur. Mungkin kelelahan karena jadwal persiapan hari ini sangat padat,” bohong Chris dengan raut wajah memelas.
“Ohh begitu, sayang sekali.” Indira tampak sangat kecewa.
Sedangkan Hendy justru senang mendengarnya, sebab dia khawatir Mentari serta ibunya akan menjadi pusat perhatian yang mengejek dari para keluarga besar mereka di sini. Terutama keluarga dari istrinya.
Begitu juga dengan Amanda, dia juga senang calon menantu serta calon besannya tidak bergabung pada avara fine dinning malam ini. Amanda justru khawatir latar belakang ekonomi keluarga Mentari akan terbongkar.
“Aku minta maaf Oma, karena tidak berhasil mengajak Mentari serta ibunya untuk bergabung di sini,” lanjut Chris lagi.
Indira mengangguk-angguk perlahan. Wanita sepuh berusia 75 tahun itu mencoba mengerti. Untuk kali ini dia sedang tidak ingin memaksa. “Ya sudah kalau begitu, kau makanlah sana bersama Arion.”
Chris langsung tersenyum sumringah. Hatinya lega bukan main. Dia segera pamit dari meja panas itu, dan langsung kembali ke mejanya bersama Arion.
“Bagaimana?” tanya Arion penasaran.
Chris mengedipkan sebelah matanya. “Aman! Dan gue harap besok Mentari itu sudah terlihat jauh lebih baik daripada hari ini.”
“Ya tentu saja akan berbeda. Setiap pengantin wanita itu akan terlihat pangling, sebab mereka didandani seperti ondel-ondel,” sindir Arion lalu tersenyum mencibir.
“Ck ck ck dasar si kulkas. Anehnya kenapa Olivia betah lama-lama sama lo ya?”
Dan ledekan Chris itu berakhir dengan bombastic side eye dari Arion.
Fine dinning berjalan dengan lancar, diiringi oleh suara merdu penyanyi jazz kesukaan Indira. Lalu mereka satu-persatu mulai membubarkan diri, dan masuk ke dalam kamar masing-masing untuk beristirahat.
Keesokan paginya, seluruh keluarga telah berkumpul di tengah ruangan grand ballroom, bukan di pelaminan. Untuk pagi ini memang ruangan ditata sedemikian rupa supaya terkesan formal dan terpusat, khusus untuk acara akad nikah. Setelah itu barulah ruang tersebut akan disulap menjadi terkesan lebih glamour untuk acara resepsi pernikahan.
“Calon mempelai wanita memasuki ruangan,” ucap seorang MC berpakaian formal dengan suara yang lantang membahana. Sehingga otomatis menyerap atensi. Semua mata kini memandang ke arah pintu timur, yang sudah disiapkan sebagai jalur pengantin saat memasuki ruangan.
Tak lama kemudian, terlihat iringan pengantin wanita berjalan memasuki pintu tersebut menuju tempat akad nikah.
Sontak semua orang yang berada dalam ruangan tersebut menatap kagum pada kecantikan luar biasa yang terpancar dari wajah sang pengantin.
Tak terkecuali dengan Amanda dan Hendy yang telah bertemu dengan Mentari sebelumnya. Gadis mungil itu telah dirias dengan sedemikian mewahnya. Namun kecantikan alami dari Mentari sebagai modal utama penampilan mempesonanya pagi ini.
Arion mendekatkan wajahnya pada Chris di dekatnya. “Ssttt, apakah ini pengantin pengganti?” tanyanya dengan tatapan mata yang tak lepas dari calon istrinya itu.
Chris hampir tersedak mendengar pertanyaan sahabatnya itu. “Heh! Itu adanya di n****+ sebelah, bukan di sini. Sudah! Kembali konsentrasi!” perintah Chris sambil menahan senyumnya.
Sampai dengan Mentari duduk di deretan kursi yang letaknya tepat di belakang kursi yang diduduki oleh Arion, kedua bola mata Arion masih saja menatapnya tanpa henti. Sampai Chris mencubit pinggang Arion.
Karena Mentari sudah tidak mempunyai bapak, dan juga tidak punya saudara kandung laki-laki, maka diputuskan memakai wali nikah.
“Saya terima nikah dan kawinnya Cahaya Mentari binti Ageng Surawijaya dengan mas kawin tersebut dibayar tunai.” Suara Arion terdengar lantang di ruang grand ballroom tersebut.
Semua orang berseru ‘sah’ setelahnya. Banyak diantara mereka yang saling bersalaman dan berpelukan. Para sanak saudara yang tidak mengetahui sama sekali dengan insiden malam itu, hingga terjadilah pernikahan ini, tampak turut berbahagia.
Sedangkan Astri sedari tadi, sesaat setelah dia duduk di samping Mentari, matanya terus mengawasi kotak kaca yang di dalamnya berisi mahar sejumlah uang beserta perhiasan emas berlian.
Setelah akad nikah dan sesi foto dengan memegang buku nikah selesai, kedua mempelai diarahkan untuk duduk berdampingan.
“Karena sudah sah sebagai suami istri, sekarang mempelai wanita dapat mencium punggung tangan mempelai pria dengan takzim,” ucap MC yang sontak kembali mendapat atensi penuh dari seisi ruangan.
Kini Arion dan Mentari saling berhadapan. Arion menatap lurus-lurus pada wajah Mentari. Pikirnya, baru kali ini dia melihat pengantin wanita betulan pangling. Bukan pangling versi ondel-ondel seperti yang biasa dia nilai. Dan pengantin itu adalah istrinya.
Sedangkan Mentari dilihat dengan intens seperti itu oleh Arion, membuatnya semakin menunduk dengan jantung yang berdegup kencang.
“Ayo jangan malu-malu kedua pengantin, kan sudah sah sebagai suami istri.”