Prolog

210 Kata
Orang-orang hanya bisa mencela, tanpa tau kebenaran. *** "Eh udah liat mading tadi?" "Iya udah, hebat ya bisa diterbit gitu." "Si Rayna gak tau malu ya, muak gue liat mukanya." "Iya ih, tukang jiplak untung penerbit tau mana yang karya asli." Rayna semakin meringkuk di dalam kamar mandi. Seragam putih birunya sudah berantakan, akibat dari tindak pembullyan yang baru saja dia dapatkan. Niatnya untuk keluar dari bilik kamar mandi, urung saat mendengar ucapan itu. Dia tidak berani keluar, takut bahwa dia akan dilemparkan lagi pasir ataupun dedaunan kering. Suara tawa para gadis itu sudah lenyap, sepertinya mereka sudah pergi. Namun Rayna masih tak berani keluar. Tak berani menghadapi sekolah yang sudah menjadi neraka baginya sekarang. Suara ketukan pintu sukses membuat Rayna berjengit di dalam bilik. Spontan menarik kedua kakinya ke atas kloset, menyembunyikan fakta bahwa dia ada di dalam sana. "Ray, ini gue Vina." Hening sejenak, hanya ada suara helaan napas. "Pintunya udah gue kunci, cuman ada kita." Rayna membuka pintu dengan gemetaran, kini jadi terduduk lemas di atas toilet duduk. Vina mengigit bibirnya berusaha untuk tidak menangis melihat kondisi sang sahabat. Ia berjalan masuk, memeluk erat tubuh Rayna yang langsung mencengkram seragamnya erat. Tak butuh waktu lama hingga tangis Rayna pecah. "Gue gak bakal nulis lagi Vin. Gue kalah."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN