"Ma, Papa kapan pulang?"
Larisa yang baru saja selesai menyuapi makan malam Angel seketika melirik ke arah putri kesayangannya. Walaupun kini status sebagai anak tiri. Larisa menyayangi Angel, karena dia yang mengasuh anak itu sedari kecil.
"Sekarang sikat gigi, udah gitu kita nonton terus tidur ya!"
"Mau nungguin, Papa,"
"Angel, nanti Papa pasti pulang. Terus tidur disamping Angel,"
"Mama nggak bobok cama, Papa?"
Larisa menggeleng. Ia segera menggendong Angel ke arah kamarnya. Sudah menjadi kebiasaan mengasuh Angel hingga anak itu kini mengerti dengan embel-embel kakak yang biasanya digunakan untuk memanggil Larisa kini berubah menjadi sebutan Mama.
Usia Angel adalah waktu di mana seorang anak membutuhkan kasih sayang dari kedua orang tua terutama dari seorang ibu, Larisa sendiri sudah terbiasa dipanggil dengan sebutan mama oleh Angel, ada yang janggal dari hubungan antara Larisa dan juga Jonathan yaitu tidak ada ada keharmonisan rumah tangga seperti orang lain yang ada hanyalah mereka berdua selalu mengabaikan satu sama lain begitu seterusnya setiap hari, ketika mereka bertemu bahkan Larisa tidak peduli dengan Jonathan yang pulang dengan aroma parfum seorang wanita, memang sepertinya bahwa Jonathan menikahinya hanya untuk demi Angel dan mamanya bukan karena cinta semata dan menginginkan satu sama lain Larisa juga sadar diri bahwa selama ini keluarga Jonathan banyak membantunya hingga akhirnya ia menyetujui pernikahan konyol itu usia mereka terpaut sangat jauh yaitu 8 tahun bahkan Larisa sendiri merasa bahwa dirinya adalah seorang pengasuh pribadi bagi anak itu.
Setelah pukul 11 malam lebih tidak ada tanda-tanda menandakan bahwa Jonathan pulang dari kantornya ia tahu bahwa pria itu sedang bersenang-senang bersama wanita-wanita diluaran sana, mereka begitu cantik bahkan mengalahkan kecantikan Larisa yang natural. Dengan polesan make up yang membuat mereka tampil cantik
Beberapa bulan setelah pernikahan berlalu menjadi lebih baik. Namun hubungan keduanya semakin renggang dengan jarangnya Jonathan pulang ke rumah Jonathan memang memberikan nafkah untuk keduanya, akan tetapi seolah tidak menghargai keberadaan Larisa di rumah itu, menganggap Larisa layaknya seorang pengasuh untuk Angel.
Meskipun belum ada perasaan yang tumbuh di hati keduanya akan tetapi Larisa berusaha untuk tidak egois mengenai waktu yang diberikan oleh Jonathan untuk anaknya karena kesibukannya di kantor, pria itu menjadi semakin jarang bersama dengan Angel bahkan keseharian anak itu setiap harinya ditemani oleh Larisa. Jonathan hanya bertemu dengan Angel ketika tidur dan bangunnya saja tidak sama sekali bertemu dengan Angel pada siang hari.
Larisa akui, bahwa ia mengakui bahwa dirinya sudah terlalu nyaman bersama dengan Angel. Menyayangi anak itu sepenuh hati. Usia pernikahan mereka sudah berjalan empat bulan. Tetapi tetap saja keduanya saling mengabaikan satu sama lain. Sudah ia usahakan untuk bersikap layaknya istri, tetapi Jonathan tak pernah menghargainya. Apalagi untuk menyentuhnya, Larisa bukan perempuan gila yang tubuhnya selalu memiliki gairah ingin bercinta. Jangankan bercinta, pegangan tangan pun dia tidak pernah dengan lawan jenisnya.
Larisa duduk di ruang tamu sambil menunggu kedatangan Jonathan pulang bekerja sambil membaca n****+. Sebelumnya ia telah berhasil menidurkan Angel di kamarnya.
"Angel, mana?" Larisa segera bangkit dari sofa saat melihat suaminya pulang bekerja.
"Sudah saya tidurkan di kamarnya, Pak,"
Ck? Pak? Bagaimana mungkin suami istri tapi panggannya seperti itu. Larisa memang tidak bisa berhenti dengan embel-embel pak untuk memanggil Jonathan.
"Saya siapkan air panas, Pak," baru saja Larisa hendak ke kamar, tetapi sudah ditahan oleh Jonathan.
"Saya bisa sendiri, silakan istirahat! Terima kasih sudah mengasuh, Angel, selama saya bekerja,"
Larisa hanya tersenyum saat mendengar ucapan terima kasih yang bahkan tidak pernah sekalipun Jonathan lupakan kata 'terima kasih sudah mengasuh Angel' jujur ada rasa sakit yang dia rasakan saat mendegar itu semua. Bukannya Larisa tak terima, tapi dirinya merasa sedang tak dihargai kali ini sebagai seorang istri.
"Saya kembali ke kamar, Pak,"
"Iya."
Larisa langsung masuk ke dalam kamarnya. Kasur empuk, uang untuk membeli n****+-n****+ kesukaannya tidak pernah habis. Bahkan waktunya yang terlalu singkat untuk membaca. Terlalu banyak waktu untuk mengasuh Angel hingga membuatnya harus sadar bahwa kali ini dia bukan lagi anak remaja yang bisa pergi ke sana kemari. Menikah siri dengan Jonathan memang sudah direncanakan jauh-jauh hari oleh majikan ibunya.
****
Jonathan menghempaskan dirinya ke atas ranjang empuk untuk segera istirahat setelah mandi tadi. Sengaja pulang larut itu karena ingin menghindari istrinya. Sudah beberapa bulan ini Jonathan merasa berbeda dengan kehadiran Larisa.
Jam sudah menunjukkan pukul dua belas malam. Angel biasanya tidur bersama dengan dirinya. Akan tetapi semenjak kehadiran Larisa di sana, putrinya tidak ingin lagi tidur bersama dengan dirinya. Jonathan tak ingin ambil pusing dengan hak itu. Besok adalah hari minggu, yang di mana mamanya meminta untuk dikunjungi esok harinya.
Jonathan bangkit dari tempat tidur untuk sekadar mengunjungi Angel walau hanya sesaat. Menghindari Larisa itu juga berarti menghindari putrinya sendiri.
Melihat Larisa yang tidur memeluk Angel, Jonathan merasa miris dengan statusnya yang sekarang bukan duda. Memiliki seorang istri yang sama sekali tidak membuatnya betah di rumah. Dahulu dia terbiasa menganggap perempuan itu sebagai pengasuh, sekarang dia adalah suami dari perempuan itu.
Duduk dipinggiran ranjang dan menyelimuti tubuh kecil Angel yang melepas selimutnya begitu saja. Begitupun dengan Larissa yang sepertinya tak sadar bahwa selimutnya telah meluruh.
Tanpa Jonathan sadari saat menaikkah selimut, Larisa melepas pelukannya pada Angel dan tidur telentang. Jonathan melihat ke arah baju tidur perempuan itu yang nampak tak mengenakan bra. Jonathan menelan salivanya saat melihat gundukan itu nampak seperti sedang menantangnya.
Semenjak menjadi istrinya. Perempuan itu memang kini lebih berpakaian formal dan tetap sopan. Akan tetapi berbeda jika sudah seperti ini. Jonathan pria normal pada umumnya, bahkan untuk memuaskan diri pun harus membayar mahal seorang p*****r untuk dirinya sendiri. Kali ini, Jonathan merasa dirinya ditantang oleh Larisa dengan pakaian itu. Perlahan tangannya berusaha menyentuh, di urungkan, begitu seterusnya. Hingga pada akhirnya pada pilihan terakhir ia tak bisa menahan diri lagi kemudian menarik selimut tersebut dan menampilkan tubuh Larisa yang dibalut dengan baju yang tanpa mengenakan dalaman.
Darah Jonathan berdesir hebat. Perlahan ia menaikkan baju yang dikenakan oleh Larisa. Menampilkan kedua d**a Larisa yang begitu menggoda. Melihat anaknya yang tertidur sangat lelap. Agar tak mengganggu aktivitasnya, Jonathan mematikan lampu utama dan menggantinya dengan lampu tidur.
"Maafkan saya, Larisa!"
Jonathan meremas, mencium kedua d**a milik perempuan itu. Hingga suara lenguhan terdengar. Akan tetapi tak dihiraukan oleh Jonathan. Terlalu menikmati setiap tubuh yang setiap inci ia cium.
"Mmmhhh," ia layaknya seorang bayi yang kehausan menggilir kedua p******a milik Larisa. Tak akan ada yang marah sebab perempuan itu adalah istrinya.
Bahkan setelah selesai dengan kegiatannya. Jonathan merasakan ada sedikit perlawanan dan kepalanya di dorong oleh Larisa.
"Tenang, ini saya, suami kamu,"
"Ta-tapi ini nggak benar, Pak,"
"Apanya yang nggak benar? Kamu itu istri saya, bebas saya lakukan apa pun ke kamu. Apalagi hal ini, saya berhak atas kamu, Larisa,"
Jonathan mencium bibir Larisa dengan lembut. Memang awalnya Jonathan merasa tidak baik saat istrinya berusaha untuk membalas namun justru menggigit bibir dan lidahnya. Akan tetapi ia senang, itu artinya Jonathan adalah pria pertama yang menyentuh Larisa.
"Saya mau kamu, Larisa,"
Perempuan itu menggeleng. Jonathan tak berhenti dengan kegiatannya dan kembali mencium, menurun, hingga meninggalkan jejak di leher dan d**a atas Larisa.
"Pak,"
"Larisa, jangan panggil saya, Bapak! Panggil nama!"
"Jonathan, mhhh, saya nggak bisa,"
"Kenapa menolak? Saya ingin melakukannya bersama istri saya,"
Tak ada penolakan sedikitpun. Tangan Larisa yang tadi ia kunci kini ia biarkan, Jonathan kembali mencium Larisa dan terus membuat perempuan itu mengerang.
"Jangan mengeluarkan suara, nanti Angel bangun!"
Jonathan kembali meremas d**a Larisa, perempuan itu hanya menutup mulutnya dengan kedua tangan berusaha tidak mengeluarkan suara saat Jonathan memainkan putingnya.
"Kamu takut?"
Larisa mengangguk kemudian menggeleng.
"Kita di kamar saya!"
"Ngapain?"
"Saya mau menuntaskan semuanya, Cha,"
Bahkan untuk pertama kalinya Jonathan memanggil istrinya dengan nama panggilannya.
"Nanti sakit?"
"Saya akan pelan. Apa kamu tidak pernah melakukan ini?" Ucapnya basa basi. Tentu saja dari apa yang ia nikmati tadi, Larisa tidak memiliki pengalaman liar.
"Saya nggak bisa,"
"Kenapa?"
Jonathan mengernyitkan dahinya. Namun tangannya tak berhenti meremas d**a Larisa.
"Karena saya sedang datang bulan. Bukankah itunya Bapak, masuk ke itu saya?"
"Itu apa, hm" Jonathan hampir saja tertawa mendengar ucapan polos Larisa mengenai hubungan suami istri yang dimaksudkan. Jika memang Larisa sedang datang bulan. Tentu Jonathan tidak akan memaksakan dan masih bisa menahannya. "Tidurlah, saya akan kembali ke kamar!"
Jonathan menurunkan baju yang dikenakan oleh Larisa dan seketika itu pula Jonathan pergi begitu saja.
Tiba di kamar, Jonathan merasa dirinya sangat b******k yang hampir saja ingin meluapkan nafsunya pada Larisa yang bahkan tidak tahu apa-apa.
"Jonathan, jangan biadab, Larisa masih kecil." Gerutunya pada dirinya sendiri.