Nara melirik takut takut pada lelaki yang duduk di sebelahnya, mereka duduk bersebelahan di kursi bisnis kelas sebuah pesawat yang akan membawa mereka pergi ke sebuah kota nan jauh dari kota tempat Nara tinggal selama ini untuk memulai kehidupan barunya.
"Kenapa kamu lirik-lirik gitu? lirikan mata kamu udah kayak ngelirik penjahat aja." suara berat laki-laki tampan yang saat ini sedang memejamkan matanya tentu saja membuat Nara terkejut, pasalnya yang membuat Gadis itu berani meliriknya adalah karena mengetahui laki-laki itu sedang memejamkan mata hingga membuat Gadis itu begitu terkejut karena ternyata laki-laki itu menyadari liriknya sedari tadi.
"Enggak, nggak apa-apa. aku juga nggak ngelirik Om kayak penjahat, kalau aku melirik Om kayak penjahat aku udah teriak dari tadi karena biasanya kalau melihat penjahat aku pasti teriak minta tolong," jawab Nara sambil menatap layar yang ada di depan kursinya, Gadis itu tidak berani menatap laki-laki yang duduk di sebelahnya, rasa segan bercampur malu juga sedikit tercampur rasa takut membuat Nara tidak berani terang-terangan menatapnya.
Laki-laki itu hanya diam mendengar apa yang Nara ucapkan lalu kembali memejamkan mata berusaha untuk menjemput lelap yang dari tadi tidak kunjung datang.
"Om, kenapa Om Kala mau jagain aku?" tanya Nara memberanikan diri, Gadis itu kembali melirik laki-laki yang duduk di sebelahnya lalu mengalihkan pandangan ke layar yang sedang menampakan sebuah film yang ia putar, suara dari film itu cukup lirih hingga walaupun penyuara telinga sedang terpasang di telinga Gadis itu membuat Nara cukup jelas mendengar suara Kala.
"Karena itu tugas yang dikasih sama Papa kamu," jawab Kala ringan sambil menatap Nara dengan kedua mata elangnya.
"Iya, Papa bilang Om Kalandra orang yang orang yang sangat Papa percaya untuk menjalankan perusahaan Papa, kalau Om Kala bisa menjaga perusahaan Papa dengan baik Om Kala juga pasti bisa menjaga aku dengan baik," ucap Nara sambil tersenyum tipis, "aku kan sama berharganya seperti perusahaan buat Papa."
Kala yang semula sudah kembali memejamkan matanya langsung membuka kedua mata beriris kecoklatan itu lalu menatap tajam wajah Nara, laki-laki itu langsung mengulurkan tangannya untuk membuka penyuara telinga yang sedang Nara kenakan sekarang membuat Nara langsung terperanjat kaget dan menatap laki-laki itu ketakutan.
"Buka telinga kamu baik-baik dan dengar apa yang akan Om katakan," kata Kala dengan begitu tegas, Nara hanya menganggukkan kepala sambil menatap laki-laki itu dengan tatapan takut dan terkejut, "entah apa yang membuat kamu berkata seperti itu tentang Papa kamu, tapi kamu harus tau kalau semua itu nggak benar. bagi Papa kamu, kamu adalah sesuatu yang sangat berharga lebih berharga dari semua perusahaannya lebih berharga dari semua yang dia miliki di dunia ini, Kamu tahu kan kalau Papa kamu sangat mencintai Lily?"
Nara menganggukkan kepala mendengar apa yang Kala tanyakan, "tapi papa kamu lebih dulu meminta pendapat kamu sebelum menyatakan cintanya pada Lily, kamu tau itu kenapa? karena kamu adalah yang terpenting untuk Papa kamu. Papa kamu bahkan siap untuk kehilangan Lily jika kamu tidak menyukai perempuan itu jadi jangan pernah kamu menganggap kalau rasa kasih sayang Papa kamu pada kamu bisa ditandingi dengan hal lain terutama dengan hartanya."
"Iya Om aku ngerti, aku cuma salah ngomong, tapi kenapa Om Kala jadi marah sama aku?" kata Nara lirih sambil menatap kedua tangan kekar Kala yang saat ini sedang memegang bahunya seolah laki-laki itu benar-benar sedang menegaskan apa yang tadi dia katakan, Kala menyadarinya lalu langsung menarik kedua tangannya dari bahu gadis itu.
Kala menghela nafas mendengar apa yang Nara tanyakan.
"Om nggak marah, Om cuma kecewa dengar kamu berkata seperti itu tentang Papa kamu. semua yang Papa kamu lakukan itu demi kebaikan kamu Nara termasuk meminta kamu tinggal sama Om buat sementara, Om tau kamu kecewa karena Papa kamu meminta kamu keluar dari rumah tapi percayalah semua itu demi kebaikan kamu Dan satu hal yang enggak boleh kamu lupa itu semua terjadi karena kesalahan kamu," kata Kala yang sudah kembali bersandar di kursinya dan mengatakan hal itu tanpa menatap wajah Nara yang tiba-tiba berubah sendu.
Kala mengerutkan kening lalu langsung kembali menoleh ke samping untuk menatap Nara saat indera pendengaran laki-laki itu menangkap suara yang berbeda, Kala mendengar Nara terisak lirih.
"Nara Kenapa kamu nangis?" tanya Kala cepat, tapi laki-laki itu tidak menyadari jika ucapannya lah yang menyinggung perasaan Nara.
"Aku nggak marah sama Papa Om, aku nggak kecewa sama Papa karena Papa minta aku pergi dari rumah. aku tau kalau semua itu demi kebaikan aku, aku juga tau kalau semua ini kesalahan aku makanya sekarang aku sedih banget, Aku nggak pernah berhenti merasa bersalah karena apa yang sudah aku lakukan, aku terima semuanya walaupun Papa marah sama aku. Tapi Papa adalah orang yang terbaik, Papa nggak marah sama aku Karena itulah aku semakin merasa bersalah," kata Nara sambil terisak, Gadis itu mengusap air matanya dan menahan suaranya agar tidak didengar oleh penumpang pesawat lainnya.
Kala jadi merasa bersalah, laki-laki juga itu juga kebingungan dan takut jika tangis Nara akan didengar oleh orang lain dan mengganggu mereka.
"Aduh ... Nara kamu jangan nangis dong, maafin om kalau omongan Om menyinggung perasaan kamu tadi ya. Kamu jangan sedih lagi, Papa kamu minta Om buat bikin kamu bahagia biar kamu sehat dan anak kamu juga sehat. kalau kamu sedih gitu nanti Om bisa dibunuh sama Papa kamu," kata Kala, hilang sudah wajah sangar laki-laki itu yang sedari tadi membuat Nara selalu meliriknya berganti dengan wajah bingung dan merayu Nara untuk tidak menangis lagi.
"Aku kan udah bilang kalau Papa aku baik banget mana bisa Papa aku bunuh Om! marah aja Papa pasti nggak bisa," kata Nara sambil menatap Kala, Kala langsung mencibirkan bibir mendengar apa yang Nara katakan.
"Hem ... kamu belum tau aja galaknya Papa kamu kalau di kantor!" kata Kala ringan, laki-laki itu lalu kembali bersandar di kursinya dan memejamkan mata, Nara masih merengut menatap laki-laki itu seakan tidak terima Kala mengatakan jika ayahnya adalah orang yang galak karena selama ini bagi Nara ayahnya adalah seorang ayah yang lembut dan baik hati.
"Jangan ngeliatin Om terus Nara, nonton tuh film kamu, atau tidur lebih baik!" ucap Kala tanpa membuka matanya membuat Nara langsung mengalihkan pandangannya dari wajah tampan laki-laki itu ke layar yang ada di depannya.
Namun, detik kemudian Nara kembali melirik wajah Kala.
"Hhhmm ...."
"Gila nih, Om-om! dia punya indera keenam kali, ya!" ucap hati Nara sambil mengenakan kembali alat penyuara telinganya ketika Kala berdeham saat mengetahui Nara kembali meliriknya.
***
Gadis cantik yang kini tengah berbadan dua itu mengikuti langkah Kala yang berjalan di depannya sambil menarik koper miliknya, tidak banyak yang bisa Nara lihat selain pintu-pintu unit yang saling berhadapan dan semuanya tertutup.
Kala membuka pintu unitnya memberitahu Nara nomor berapa yang harus ditekan untuk membuka pintu tempat tinggal barunya itu, Nara hanya menganggukkan kepala lalu mengikuti Kala memasuki unit apartemen mewah itu.
"Itu Kamar kamu, itu kamar Om. di sini cuma ada dua kamar," kata Kala sambil menunjuk pintu kamar Nara dan pintu kamarnya bergantian, laki-laki itu lalu kembali menarik koper Nara dan membawakannya sampai ke kamar gadis itu dan Nara dari tadi hanya mengekor tanpa banyak bicara.
"Kamu harus beradaptasi dengan tempat tinggal baru kamu ini, juga dengan lingkungan di sini, kehidupan di sini jauh berbeda dengan kehidupan di Jakarta Nara," ucap Kala setelah menaruh koper Nara di dekat lemari, laki-laki itu lalu keluar dari kamar Nara.
Alih-alih mendekati ranjang untuk beristirahat Nara malah mengikuti langkah Kala Kembali keluar dari kamar, menyadari Nara mengikutinya Kala langsung melangkah ke dapur untuk menunjukkan setiap detail tempat yang akan Nara tinggali.
"Ini dapur Kita, kamu boleh pakai sesuka hati kamu yang penting tetap rapi dan bersih, Kamu boleh makan apapun yang kamu mau," kata Kala sambil membuka lemari es, Nara menahan tawa mendengar apa yang laki-laki itu katakan sambil menatap lemari es yang kosong.
"Aku harus makan apa, kulkasnya aja kosong gitu?" tanya Nara Sambil tertawa kecil, Kala tersenyum malu lalu kembali menutup pintu lemari es nya.
"Om kan habis dari Jakarta beberapa hari jadi wajar aja kalau kulkas ini kosong. Nanti Om belanja, kamu tinggal bilang aja apa yang kamu mau nanti Om beliin," kata Kala, Nara langsung menganggukkan kepalanya.
"Di sini kita dituntut harus serba mandiri Nara, di sini nggak ada asisten rumah tangga yang siap melayani kamu seperti saat kamu di rumah. kamu bisa nyuci piring dan nyuci pakaian kamu sendiri?" tanya Kala pada gadis yang saat ini berdiri bersandar pada kitchen set dapur bersihnya, dapur yang memang sepertinya jarang sekali dipakai. Kala menghela nafas pelan melihat Nara menggelengkan kepala untuk menjawab pertanyaannya.
"Om tenang aja, aku bisa kok cari tahu di internet cara pakai mesin cuci dan mesin cuci piring, buat makan kan kita bisa beli, atau makan sereal terus kayak kebiasaan Om Kala," kata Nara membuat Kala langsung menatapnya.
"Dari mana kamu tau kalau Om makan sereal terus?" tanya Kala penasaran, Nara tersenyum geli mendengar apa yang laki-laki itu tanyakan.
"Karena Kulkas Om isinya s**u sama sereal doang," jawab Nara ringan, Kala hanya tersenyum mendengarnya.
"Tapi mulai sekarang Om akan isi kulkas ini dengan makanan sehat, kamu kan lagi hamil jadi kamu harus makan makanan bergizi," jawab Kala sambil tersenyum, Nara terdiam menyadari jika ternyata senyum Kala begitu manis. laki-laki itu tidak seangkuh seperti anggapannya selama ini.
"Aku boleh tanya sesuatu, Om?" tanya Nara, Kala hanya berdeham untuk menjawab ucapan gadis itu.
"Om kan udah lama ngurus perusahaannya Papa, Om pasti udah kaya raya dong, tapi kenapa Om tinggal di unit apartemen kayak gini nggak tinggal di sebuah rumah yang pastinya jauh lebih nyaman?" tanya Nara, Kala sesaat terdiam membuat Nara berpikir jika dirinya sudah salah mengucapkan pertanyaan tapi kemudian Kala tersenyum manis sambil menatap gadis itu.
"Rumah? sepertinya tempat itu hanya tercipta untuk seseorang yang memiliki keluarga Nara. Bukan buat orang seperti Om."