Nara memegang tangan sang Ibu sambung semakin erat ketika langkah mereka semakin dekat, langkah Gadis itu terasa semakin berat tapi dia harus mengikuti langkah Lily yang saat ini sudah membuka pintu ruang kerja sang suami.
"Sayang, sini," panggil Bryan setelah laki-laki itu menoleh saat pintu ruang kerjanya terbuka dan menampakkan dua orang wanita yang tidak terpaut usia begitu jauh, kedua orang yang begitu berharga dalam hidupnya.
"Ayo," ajak Lily pada Nara Yang mematung di sebelahnya, Gadis itu bahkan tampak sedikit bersembunyi di balik tubuh Sang Ibu sambung padahal postur tubuh mereka tidak jauh berbeda, akhirnya Nara mengikuti langkah Lily semakin mendekati meja kerja Bryan di mana laki-laki itu duduk santai di kursinya.
"Kalian kenapa?" tanya Bryan saat menyadari ekspresi wajah Nara dan Lily terasa berbeda.
"Sayang, ada yang mau aku omongin tapi kamu janji dulu jangan marah ya," kata Lily pelan-pelan dan hati-hati dan hal itu semakin membuat Bryan semakin mengerutkan keningnya sambil menatap sang istri tercinta dan Putri kesayangannya bersamaan.
"Kenapa? kalian mau minta izin buat shopping, ada barang branded keluaran terbaru yang mau kalian beli?" tanya Bryan karena memang biasanya itulah yang kedua wanita tercintanya itu minta.
"Bukan itu Sayang, ini lebih penting, tapi kamu janji dulu kamu nggak boleh marah ya. Eh, kamu boleh marah, itu hal yang wajar kalau kamu marah, tapi kamu harus janji kalau kamu marah kamu nggak boleh ngamuk," jawab Lily yang sepertinya bingung harus bagaimana menjelaskan kepada Bryan jika anak gadisnya telah mengandung sekarang, sementara Nara hanya dia menundukkan kepalanya merasa begitu takut jika orang ayah akan murka.
"Oh, pasti kalian mau nagih janji buat liburan ke Jepang kan?" tebak Bryan, sang istri langsung menggelengkan kepalanya cepat dan hal itu semakin membuat laki-laki itu kebingungan Sebenarnya apa yang ingin mereka bicarakan, "Ya udah kalau gitu mau ngomong apa? mau minta mobil baru? Kalian mau mobil samaan?"
"Nara hamil." Lily seakan tidak kuasa mengucapkannya hingga tanpa pikir panjang dia langsung mengucapkan kata itu dalam sekali tarikan nafas sambil menggenggam tangan Nara lebih erat dan memejamkan matanya seolah tidak kuasa untuk menatap ekspresi wajah sang suami.
Namun, tanpa Lily dan Nara duga Bryan malah tertawa mendengar apa yang Lily katakan, "kalian ini apa-apaan sih sengaja mau ngeprank Papa?"
"Ini beneran Mas, kita harus gimana? apa kita nikahin aja Nara sama mantannya itu?" tanya Lily dengan wajah kebingungan, raut wajah Bryan pun semakin berubah sekarang dari yang semula tertawa ceria menjadi begitu serius menatap sang istri.
"Nggak, aku nggak mau nikah sama cowok b******k kayak dia!" kata Nara cepat, Lily langsung menatapnya sama seperti Bryan yang menatap putrinya itu kebingungan.
"Ini beneran? kalian nggak lagi ngerjain kan?" tanya Bryan memastikan, sang istri malah berdecak kesal mendengar.
"Mas, masa iya aku bercanda dengan hal seserius ini sih!" jawab Lily sambil menatap sang suami yang langsung bangun dari duduknya.
"Kalau gitu kita bicarakan ini nanti," kata Bryan sambil memberi kode pada sang istri dan putrinya untuk menoleh ke belakang.
Nara dan Lily sama-sama menoleh ke arah sofa yang ada di ruang kerja Bryan dua wanita itu sama-sama menganga kaget saat melihat ada seorang laki-laki lain duduk di sana, laki-laki yang belum pernah Nara lihat sebelumnya.
"Mas aku minta maaf aku nggak tau kalau ada orang lain di sini," kata Lily cepat wanita itu merasa bersalah karena telah membicarakan rahasia keluarga mereka di depan orang lain.
"Enggak apa-apa, kalian ke kamar aja kita bicarain ini nanti," jawab Bryan yang raut wajahnya benar-benar berubah sekarang, laki-laki itu sama seperti sang istri berada dalam kebingungan saat ini.
"Pak Bryan, sepertinya lebih baik kita membicarakan masalah pekerjaan kita nanti saja. Saya rasa ada hal yang lebih penting yang harus Bapak bicarakan dengan keluarga Bapak," kata laki-laki yang semula duduk santai di sofa sembari bangun dari duduknya.
"Pak Kalandra, saya bener-bener minta maaf, Saya tidak menyadari kalau ada Pak Kalandra di sini. tapi saya mohon, lupakan apa yang sudah Pak Kalandra dengar ya," pinta Lily pada laki-laki yang sudah dia kenal sebelumnya, laki-laki tampan itu tersenyum manis mendengar apa yang Lily katakan.
"Tentu saja Bu Lily," jawab laki-laki itu dengan begitu tenang, "kalau begitu saya permisi, Pak Bryan."
Bryan dan laki-laki itu bersalaman singkat, lalu setelahnya Lily juga menyalami laki-laki itu sekali lagi sepasang suami istri itu meminta maaf dan Nara menundukkan kepalanya begitu malu ketika ditatap oleh laki-laki Yang sepertinya adalah rekan kerja sang ayah.
Jantung Nara berdegup begitu kencang ketika mata indahnya bertatapan dengan mata tajam laki-laki itu untung saja dia langsung mengambil langkah keluar dari ruang kerja sang ayah, Nara yakin perasaannya itu adalah Karena rasa malu laki-laki itu mendengar tentang aibnya.
"Apa yang Mama kamu bilang benar, Nak?" tanya Bryan dengan begitu lembut sambil memegang bahu Sang Putri, Nara langsung menganggukkan kepalanya sambil menitikkan air mata.
Bryan tidak mengatakan apa-apa laki-laki itu langsung memeluk sang putri dan mengusap kepala Gadis itu dengan begitu lembut, Lily langsung menghela napas lega melihat apa yang suaminya lakukan wanita itu begitu takut Bryan akan mengamuk tadi.
"Nara minta maaf Papa, Nara udah melakukan kesalahan besar. Nara udah mencoreng nama baik keluarga kita, marah mohon Papa maafin Nara. Nara terima semua hukuman yang akan Papa berikan karena Nara memang bersalah tapi Nara mohon jangan pernah membuang Nara dari kehidupan Papa, lebih baik Nara mati daripada Nara harus kehilangan Papa," kata Nara dengan tangisan pilunya, di sebelah mereka Lily menghela nafas berat tidak kuasa menahan air matanya, selain sedih akan nasib Nara wanita itu sebenarnya juga merasa iri, Lily menyayangkan Kenapa Nara yang tidak seharusnya begitu mudah mendapat kehamilan sedangkan dirinya yang selalu berusaha untuk mendapatkan buah hati tidak juga hamil sampai detik ini.
"Kamu ini ngomong apa? kamu pikir Papa bisa kehilangan kamu? kamu lebih berharga dari apapun di dunia ini untuk Papa Nara, walaupun Papa tidak membenarkan apa yang telah kamu perbuat tapi Papa juga nggak akan pernah bisa kalau harus kehilangan kamu, kita akan hadapi semua masalah ini bersama-sama ya," kata Brian sambil menatap wajah sang putri yang saat ini bersimbah air mata, dengan kedua ibu jarinya dan tangan yang masih menangkup wajah cantik Nara, Bryan menghapus air mata gadis itu.
Bryan lalu mengajak Nara yang masih dirangkulnya untuk duduk di sofa sedangkan tangan kanannya langsung menggenggam tangan Lily dan mengajak sang istri untuk duduk bersama mereka.
"Papa mau tanya sesuatu sama kamu," kata Bryan setelah Nara duduk di sebelah kanannya sedangkan sang istri duduk di sebelah kirinya, Nara mengusap pipi menghapus air mata yang kembali menetes lalu menganggukkan kepala menunggu pertanyaan apa yang akan ayahnya berikan.
"Kamu melakukan itu karena kemauan kamu atau karena sebuah paksaan?" tanya Bryan dengan begitu serius Nara terdiam mendengar pertanyaan yang tidak bisa dia jawab.
Dirinya mabuk saat itu, tidak merasa terpaksa tapi juga tidak merasa memiliki kemauan, Nara benar-benar tidak sadar tapi Gadis itu tahu dia tidak bisa berkata jujur pada sang ayah saat ini.
"Maafin Nara Papa, tapi bisa kan kalau kita fokus cari jalan keluar aja, nggak usah membahas tentang hal itu atau membahas tentang masa lalu. Papa tau sendiri gimana Valdo memperlakukan Nara, dia bukan cuma berkhianat tapi dia juga memanfaatkan Nara dan kekayaan kita, Nara nggak mau lagi berurusan dengan orang seperti dia," ucap Nara lirih Gadis itu merasa ini adalah keputusan yang terbaik, Nara merasa tidak masalah menumbalkan nama sang mantan kekasih lalu meminta sang ayah untuk menutup semuanya dan melupakan semua yang telah terjadi.
"Dia tau tentang kehamilan kamu?" tanya Bryan, Nara langsung menggelengkan kepalanya cepat.
"Sebaiknya nggak ada yang tau tentang kehamilan aku ini Papa, termasuk dia. aku nggak mau dia malah memanfaatkan keadaan ini," jawab Nara, Lily langsung menganggukkan kepala setuju dengan apa yang putrinya itu katakan.
"Iya Nara bener sayang, cowok b******k kayak dia malah makin kesenangan kalau tau Nara hamil," sahut Lily sambil menatap sang suami, Bryan menghela nafas berat lalu menatap Sang Putri dengan tatapan teduhnya.
"Sayang, Papa tau ini adalah hal yang sangat berat buat kamu, Papa memang kecewa tapi Papa nggak akan pernah berhenti menyayangi kamu, Papa akan selalu ada buat kamu, mendampingi kamu menghadapi semuanya. kamu harus sehat, kamu nggak boleh tertekan dan stress yang bisa mempengaruhi kesehatan kamu, kami akan mendampingi kamu menjalani kehamilan ini sampai kamu melahirkan dan kita bisa merawat bayi itu sama-sama. mungkin semua orang akan percaya kalau kita bilang anak itu adalah anak kami bukan anak kamu," kata Bryan, seketika kedua wanita yang duduk di sebelahnya sama-sama menatapnya walau dengan tatapan yang berbeda Nara tampak kebingungan sedangkan Lily tersenyum bahagia.
"Itu ide bagus sayang, kita tetap bisa menjaga anak itu bersama-sama dan juga tetap menjaga nama baik keluarga kita," sahut Lily dengan senyum manis di wajahnya, Nara juga akhirnya tersenyum mengerti apa yang ayahnya maksudkan.
"Tapi gimana caranya aku menyembunyikan kehamilan ini? perut aku kan nggak mungkin bisa aku tahan-tahan biar nggak kelihatan gede," kata Nara bingung, begitu juga sang ayah, Bryan langsung mengelus kepala Sang Putri dengan penuh kasih sayang.
"Sayang, Papa sama Mama sangat menyayangi kamu, kami tidak membenci kamu karena hal ini, kami justru semakin menyayangi dan iba sama kamu karena kamu harus menanggung beban seberat ini, kamu jangan pernah merasa kalau kami membuang kamu, kami akan selalu ada untuk kamu hanya saja demi kebaikan kamu dan kebaikan kita, kita harus menyembunyikan kehamilan kamu ini. kamu nggak bisa terus tinggal di sini Sayang, kamu harus tinggal di mana nggak ada seorang pun yang mengenal kamu," kata Bryan dengan begitu hati-hati meminta pengertian sang putri tapi Nara dan Lily sama-sama mendelik kaget mendengar apa yang laki-laki itu katakan.
"Terus aku harus tinggal di mana Pa? aku harus tinggal di kampung nenek?" tanya Nara cepat secepat Bryan menggelengkan kepalanya.
"Tentu aja kamu nggak bisa tinggal sama nenek kamu, nggak ada yang boleh tau tentang hal ini sayang, apalagi keluarga mendiang ibu kamu, Papa nggak mau mereka merasa kalau Papa gagal mendidik kamu. Papa mohon kamu ngertiin papa ya," jawab Bryan dengan nada sedih, Lily hanya diam kebingungan begitu juga dengan Nara.
"Terus aku harus tinggal di mana, Pa?"
"Iya Mas, Nara harus tinggal di mana siapa yang bakal jagain dia?"
Bryan menghela nafas berat lalu menatap kedua wanita yang dia sayangi bergantian sebelum mengutarakan keputusan yang juga dia ambil dengan begitu berat.
"Kalandra udah dengar semua yang kalian omongin tadi, dia satu-satunya orang yang tau tentang masalah ini, Nara harus tinggal sama dia sampai melahirkan nanti."
"Hah?"