Positif

1790 Kata
"Ris ini ada kemungkinan salah nggak, sih?" tanya Nara pada sang sahabat, Risa yang sedang duduk di atas ranjang sambil memainkan ponselnya langsung menatap Nara yang berdiri di ambang pintu kamar mandi sambil memegang sebuah benda berwarna putih dengan bentuk pipih memanjang. "Gimana hasilnya?" tanya Risa tidak sabar, gadis itu langsung berlari kecil mendekati Nara yang sedang mengerutkan keningnya menatap alat tes kehamilan yang ia pegang. "Positif," jawab Nara lirih, Gadis itu masih terlihat tidak percaya dengan kenyataan yang sekarang dibuktikan oleh benda yang ia pegang. "Hah?" Risa langsung mengambil alih benda yang sahabatnya pegang karena tidak sabar untuk melihatnya sendiri. "Iya, positif," gumam Risa, kedua Gadis itu saling berpandangan tidak percaya dan spontan langsung bergelut dalam kebingungan. "Ini pasti salah," ucap Nara yang benar-benar tidak mempercayai hasil dari alat yang sekarang ia pegang bergantian dengan Risa atau mungkin lebih tepatnya Nara berusaha mengelak dari kenyataan. "Kayaknya sih nggak mungkin salah, coba deh kamu tes lagi, kamu pipis lagi terus pakai alat yang lainnya, kan tadi kita beli banyak!" Kata Risa memberi ide, Nara langsung menganggukkan kepala dan kembali masuk ke dalam kamar mandi sementara Risa memegang alat yang sudah menunjukkan hasil positif dan kembali duduk di ranjang sang sahabat. Risa adalah sahabat baik bagi Nara maka Risa adalah orang pertama yang menjadi tempat berkeluh kesah Nara ketika tamu bulanannya sudah tiga minggu tidak kunjung datang, Risa merasa curiga karena saat itu Nara menceritakan padanya jika dia terlibat sebuah kegiatan panas yang sama sekali tidak dirinya sadari dengan orang yang tidak dia tahu siapa. Lalu itulah yang terjadi sekarang, Risa terdiam memikirkan nasib sahabatnya yang ternyata hamil dengan seseorang yang tidak jelas siapa sedangkan di dalam kamar mandi Nara memaksakan dirinya untuk kembali buang air kecil dan menggunakan cairan itu untuk memastikan hasil pemeriksaan pertama salah, tentu saja Nara sangat berharap terjadi kerusakan pada alat itu dan menghasilkan pemeriksaan yang tidak tepat. "Gimana?" tanya Risa sambil kembali berjalan cepat mendekati Nara yang baru saja membuka pintu kamar mandi yang ada di sudut kamarnya. "Garisnya dua," jawab Nara sambil menunjukkan alat yang masih yang dia pegang, Gadis itu lalu terisak sambil memeluk sang sahabat. Walaupun dengan wajah terkejut dan juga kebingungan Risa memeluk Nara yang saat ini menangis, hamil tanpa diinginkan, hasil dari sebuah kecelakaan tentu saja sebuah hal yang sangat menakutkan, menyedihkan dan membingungkan. Risa tahu betul bagaimana perasaan Nara saat ini, Gadis itu lalu mengajak sang sahabat untuk duduk di atas ranjang dan tetap memeluknya membiarkan Nara menuntaskan tangisnya. "Mungkin nggak sih ketiga alat itu sama-sama rusak?" kata Nara setelah menghapus air matanya dan menatap sang sahabat seolah begitu berharap Risa bisa meyakinkannya jika semua hasil pemeriksaan itu tidak benar. Risa menggenggam kedua tangan Nara dengan begitu erat, "Ra, ini bukan hal yang bisa kamu elak. Kamu beneran hamil, Ra." "Tapi kenapa harus harus hamil, aku cuma ngelakuin itu sekali, Aku bahkan Nggak sadar apa yang udah aku lakuin tapi kenapa begitu gampang aku hamil? sedangkan Mama yang udah nikah sama Papa satu tahun nggak hamil-hamil juga! Kenapa sih hidup ini begitu nggak adil!" ucap Nara kesal, gadis cantik itu seakan sedang merutuki nasib sialnya. "Udah deh, sekarang nggak usah tanya Kenapa bisa, Kenapa bisa. waktu kejadian itu pasti kamu lagi dalam masa subur, dan s****a cowok itu juga berkualitas makanya kamu bisa langsung hamil sekarang kita nggak usah mikirin kenapa bisa terjadi yang harus kita pikirin itu bagaimana kedepannya," ucap Risa, Nara menghela napas berat mendengar apa yang sahabatnya katakan. "Menurut kamu aku harus gimana?" tanya Nara yang saat ini benar-benar tidak bisa berpikir, Gadis itu begitu syok dengan kehamilan yang sama sekali tidak dia harapkan. "Kalau menurut aku sih kamu bilang sama Om Bryan, kayaknya om Bryan lebih tahu jalan keluar yang harus kamu ambil," jawab Risa, spontan Nara mendelik kaget mendengarnya. "Kamu gila ya!" kata Nara cepat. "Terus yang nggak gila apa? kamu mau cari cowok itu terus minta dia buat bertanggung jawab? atau kamu mau aborsi, terus kalau kamu kenapa-napa Om Bryan juga akhirnya tau kan?" Nara terdiam mendengar apa yang Risa katakan, rasanya mendengar semua omongan Risa malah membuat kepalanya semakin berdenyut tapi Nara juga bersyukur karena memiliki sahabat yang pintar dan bijak sepertinya. Nara kembali menghela nafas tapi kali ini bukan menghela nafas berat melainkan menghela nafas kesal, benar-benar kesal karena tiba-tiba ia teringat pada seseorang yang sudah membuatnya berada dalam masalah sebesar ini. "Ini semua gara-gara si Valdo b******k itu!" rutuk Nara jengkel tapi wajah Gadis itu kemudian berbinar, "ini semua gara-gara Valdo, jadi aku bakal pastiin kalau dia dapat hukuman dari semua perbuatan jahatnya sama aku!" "Maksud kamu apa?" tanya Nara tidak mengerti sambil menatap wajah sang sahabat. "Aku bakal bikin Valdo mempertanggungjawabkan semua kelakuannya udah jadiin aku selingkuhan dan morotin aku selama ini!" jawab Nara dengan wajah kesal. "Kamu bakal minta dia nikahin kamu? dia yang harus bertanggung jawab atas kehamilan kamu?" tanya Risa cepat secepat wajah Nara berubah ekspresi. "Idih nggak, lebih baik aku mati daripada aku jadi istrinya Valdo, cowok b******k kayak dia sama sekali nggak pantes ada di dekat aku!" sahut Nara cepat membuat Risa semakin tidak mengerti. "Ya terus maksud kamu apa? Aku nggak ngerti deh." Risa benar-benar terlihat bingung. "Udah deh ntar aja aku pikirin, sekarang Aku lagi mikirin nasib aku. Aku kan belum nikah gimana aku menghadapi kehamilan ini? aku kan masih pengen kuliah, Aku masih pengen senang-senang sama kalian. Aku masih pengen cari cowok dulu, cowok yang sayang sama aku nggak jahat kayak Valdo!" kata Nara yang kembali menangis meratapi nasib buruknya, Risa menghela nafas berat menatap sang sahabat dengan penuh keprihatinan. "Aaahhh ... ini semua gara-gara si b******k Valdo! coba kalau dia nggak jahat sama aku, coba kalau malam itu aku nggak tau dia selingkuh, coba kalau malam itu aku nggak datang ke klub, apa kalau malam itu aku nggak mabuk Kamu ini nggak akan terjadi!" kata Nara sambil menangis, Risa malah ikut menangis mendengar apa yang sahabatnya itu katakan. "Nara, kamu jangan ngomong begitu aku juga jadi ikut merasa bersalah, kan aku yang tau lebih dulu kalau Valdo selingkuh, aku yang minta kamu datang ke klub dan aku yang ninggalin kamu di sana sendirian, aku juga ikut bersalah dalam hal ini," kata Risa sambil menangis, Gadis itu juga benar-benar ikut merasa bersalah. Kini kedua sahabat itu malah sama-sama menangis sambil berpelukan. "Kamu jangan ngomong gitu, kamu ngelakuin itu kan karena niat kamu baik mau membongkar kebohongan Valdo. aku juga yang ngeyel nggak mau kamu ajak pulang malam itu, tapi sebagai sahabat yang baik kamu pasti mau kan nolongin aku?" Risa langsung menganggukkan kepala mendengar apa yang Nara tanyakan. "Aku pasti bakalan ngomongin kamu apapun pertolongan yang kamu butuhkan," jawab Risa sambil menghapus air matanya. "Kalau gitu kamu nggak boleh cerita sama Papa atau Mama tentang apa yang terjadi di malam itu ya, kamu jangan pernah bilang sama mereka kalau aku hamil sama cowok yang nggak aku tau siapa," pinta Nara, tentu saja Risa tidak mengerti apa alasan Nara memintanya melakukan hal itu tapi Risa langsung menganggukkan kepalanya. "Iya aku janji, aku tau kamu punya rencana dan aku bakal bantuin kamu yang penting kamu selalu baik-baik aja," jawab Risa, Nara tersenyum mendengarnya lalu kedua sahabat itu kembali saling berpelukan sambil menangis. "Ini gara-gara Valdo, dia b******k banget sih! aku kemarin denger dari temennya kalau selama ini Valdo emang sengaja manfaatin aku. bahkan barang-barang yang aku beliin buat dia juga dia kasih ke pacarnya!" kata Nara sambil menangis. "Temennya juga b******k, udah tau tapi diam aja, kamu juga sih terlalu bucin sama Valdo!" sahut Risa juga sambil menangis padahal yang sedang mereka tangisi saat ini bukanlah masalah Nara dan Valdo tetapi sebuah masalah besar yang sedang terjadi sebuah masalah yang sedang tumbuh di dalam perut Nara saat ini. "Ya ampun Nara, kamu bilang kalau kamu udah move on tapi kenapa kamu masih nangis-nangis begini, nangisin cowok b******k kayak Valdo gitu?" tanya Lily yang sedang berjalan memasuki kamar Sang Putri, Nara dan Risa sama-sama menghapus air matanya dan saling berpandangan dalam kebingungan. "Mama, Aku nggak lagi nangisin Valdo kok, Aku lagi benci sama dia. aku lagi maki-maki dia!" kata Nara sambil menatap sang Ibu sambung yang kini berdiri di depan dirinya dan Risa yang duduk bersebelahan. "Emang ada orang maki-maki sambil nangis? terus ini kenapa Risa juga ikutan nangis?" tanya Lily sambil menatap Nara dan Risa bergantian kedua Gadis itu kembali saling tatap lalu terdiam. "Nggak apa-apa kok, Kak, aku cuma lagi pura-pura simpati aja sama Nara," jawab Risa Sambil tertawa kecil, Lily yang juga sudah seperti sahabat bagi Risa hanya mencibirkan bibirnya tapi kening wanita itu langsung mengerut ketika menatap sesuatu tergeletak di atas ranjang Nara. Nara dan Risa terdiam tercengang dalam kebingungan melihat Lily mengambil alat tes kehamilan yang lupa mereka sembunyikan. "Nara ini punya siapa? Mama nggak pernah pakai tespek dan hasilnya positif, jangan bilang kalau ini punya kamu atau punya Risa?" tanya Lily sambil menatap kedua gadis itu bergantian, wajahnya jelas terlihat terkejut dan kebingungan. "Itu punya Nara, Ma," jawab Nara, wajah gadis itu kembali memucat dengan mata berkaca-kaca. "Ya ampun Nara, ternyata ini yang lagi kalian tangisin? Kamu hamil Sama Valdo." Lily langsung memeluk Sang Putri dan Nara menganggukkan kepala di dalam pelukan wanita cantik itu, Risa hanya diam membiarkan Nara mengatakan jika Valdo lah yang telah melakukan hal itu padanya. "Aku takut, Ma, gimana dengan Papa nanti?" tanya Nara sambil menatap wajah teduh Lily, Nara dan Risa tahu kalau Lily berusaha bersikap tenang agar Nara juga tidak ketakutan. "Kamu nggak boleh panik, kamu tenang aja ya, aku bantu ngomong sama Papa kamu. kita akan bicarakan masalah ini baik-baik dan cari jangan keluarnya bersama," jawab Lily sambil memegang kedua pipi Nara, gadis itu lalu menganggukkan kepalanya. "Kalau gitu kita ayo kita turun, mungkin Papa kamu udah pulang, Papa kamu harus secepatnya tau masalah ini jangan sampai Papa kamu merasa kita menutup-nutupi masalah ini dari dia," ajak Lily, kemudian wanita itu memegang erat tangan Nara agar gadis itu tidak merasa takut. Mereka bertiga lalu bersama menuruni anak tangga, tidak sesaat pun Lily melepaskan genggaman tangannya pada tangan Nara. "Kak Lily, Nara, kayaknya lebih baik aku pulang dulu deh," pamit Risa yang merasa jika dirinya tidak seharusnya ikut di dalam pembicaraan serius keluarga itu, Lily dan Nara sama-sama menganggukkan kepalanya. "Iya, Ris, aku minta kamu jangan membicarakan hal ini sama siapa pun ya," kata Lily sambil mengelus lengan Risa, senyum manis meminta pengertian tercetak di wajah cantik. "Tentu aja nggak Kak," jawab Risa juga dengan begitu lembut, Lily tersenyum manis mendengarnya. Risa lalu memeluk sang sahabat dengan begitu erat, "aku akan selalu ada buat kamu, nanti telepon aku ya." "Makasih, ya, Ris," jawab Nara dengan penuh makna, Risa langsung berpamitan pulang sementara Nara dan Lily masih berdiri di dekat tangga. "Papa kamu kayaknya di ruang kerja, ayo kita ke sana," ajak Lily sambil kembali menggenggam erat tangan Nara. "Aku takut, Ma."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN