“Di ... di usir?” pekik Jackson.
“Iya Kak,” kata Melvin sembari melirik ke kiri dan ke kanan seperti sedang ketakutan.
“Kamu bisa jelasin ke aku, apa alasan sampai Maita diusir?” tanya Jackson yang diliputi tanda tanya besar di benaknya.
“Ikut aku Kak.”
Melvin berjalan menarik tangan Jackson menuju ke arah motor.
“Aku paham, kita cari caffe terdekat, kita bicarakan di sana saja,” jelas Jackson yang mengerti situasi saat ini.
Jackson memakai helm lalu menaiki kendaraannya menuju ke caffe yang tak jauh dari rumah Maita.
“Apakah Maita hamil? kenapa dia tidak menghubungi aku,” gumamnya di atas motor.
Jackson sampai di caffe lima menit lebih dulu dari pada Melvin, remaja itu memang memilih membawa kendaraan sendiri.
Jackson masih duduk termenung dalam lamunannya.
“Kak?” kata Melvin melambaikan tangannya, karena sudah beberapa kali dirinya menyapa Jackson tidak di respon sama sekali.
“Eh ... sorry aku nggak fokus barusan. Kamu bisa cerita sekarang, kenapa Maita bisa diusir?” tanya Jackson.
“Kak Mai diusir Ayah karena hamil Kak,” jelas Melvin.
“Benar dugaan ku, terus sekarang dia ada di mana? kamu tahu keberadaan Mata saat ini?”
“Tidak Kak, semenjak hari terakhir aku dan Kak Mai berpisah, kami tidak saling berhubungan lagi. Ayah melarang kami, atau siapapun membantu Kak Mai. Bahkan Kak Mai tidak membawa uang sepeserpun dari rumah Kak. Aku takut Kak Mai berpikir gelap lalu melakukan ....”
Melvin terlihat menutup wajahnya menggunakan telapak tangannya.
Jackson bahkan merasa iba melihat Melvin yang terlihat terisak penuh sesal di wajahnya.
“Aki akan mencari Maita sampai ketemu, kamu jangan khawatir. Aku janji akan segera menemukan dia,” ujar Jackson penuh keyakinan.
Tanpa di sadari ternyata percakapan mereka semenjak dari rumah sudah di dengar oleh Danar.
Bahkan lelaki paruh baya itu juga menyusul sampai ke Caffe.
“Dasar anak tidak tau diri, Kau ke manakan anak gadisku?” teriak Danar yang langsung memicu beberapa pasang mata menatap ke arah mereka.
Danar menarik kerah Jackson lalu menghajar wajah tampan nya hingga babak belur.
“Ini tidak sebanding dengan penderitaan yang anakku rasakan!” teriak Danar.
“Ayah sudah ya, malu diliatin orang,” kata Melvin yang berusaha melerai Ayahnya.
“Heh ... tidak sebanding kata anda,” serigai Jackson.
Andai saja dia tidak berpikir jernih saat ini, dia tak segan-segan akan membalas pukulan yang di berikan oleh Danar.
Bugh!
Satu bogem dari Danar mendarat di pipi kiri Jackson.
“Tak akan kubiarkan kamu hidup dengan tenang!” ancam Danar.
“Anda yang tidak akan tenang hidup dengan bayang-bayang dan rasa bersalah karena telah mengusir Maita,” teriak Jackson.
“Tau apa kamu soal itu hah!” timpal Danar.
“Saya tau semuanya, asal anda tahu Maita sedang mengandung anak saya tapi sebagai orang tua anda malah mengusirnya, di mana naluri anda sebagai seorang Ayah yang seharusnya melindungi putri anda. Seharusnya anda memberikan perlindungan dan semangat kepadanya. Ingat tuan Kamil, jika saya menemukan Maita saya tidak akan sudi membawanya kembali ke rumah anda, camkan itu!” ujar Jackson sembari melepaskan cengkraman Danar dengan paksa.
Tatapan nya lang Danar masih dilayangkan olehnya kepada Jackson.
Jackson mengeluarkan uang dua lembar seratus ribuan lalu meletakkan si atas meja.
Dia segera berlalu meninggalkan Danar dan Melvin dengan penuh kekesalan.
Dengan cepat Jackson menyambar helmnya lalu melakukan kendaraannya menuju ke rumah Marina sahabat dekat Maita.
Hanya dalam sepuluh menit Jackson sudah berada di depan rumah Marina, seharusnya dia bisa menempuh perjalanan sekitar setengah jam menuju ke sana.
Karena kekesalannya dia hanya menempuh jarak sejauh itu dengan waktu sebentar tanpa memikirkan keselamatannya.
Jackson menuruni motor tanpa melepaskan helm dari kepalanya.
Tok Tok!
Sesaat setelah pintu di ketuk ada sebuah kepala menyembul ke luar.
“Jacky ... kenapa muka lu digigit tawon?” tanya Axel kekasih Marina.
“Tawonnya ayah Maita,” jelas Jackson.
“Sejak kapan Ayah Mai pelihara tawon, ya kali orang mah pelihara sapi atau kambing bisa dijual,” kelakar Axel.
“Mana cewek lo,” tanya Jackson.
“Ay ... ada Jacky di sini,” teriak Axel.
“Lo ngapain di sini? pacaran jangan kebablasan kayak gue entar lo nyesel!” peringat Jackson kepada sahabatnya.
“Ya elah ... gue mah kalo pacaran yang sehat-sehat aja kali Jack, emang elu. Suka main celup-celup. Lo sih udah rusak anak orang tiba-tiba lo ghosting dia. Ya panik lah Bapaknya, sekarang lo pusing kan nyari cewek sama anak lo!” ceplos Axel tanpa filter.
“Tau dari mana Mai hamil?” tanya Jackson.
“Dih, makanya aktifin ponsel lo.Biar lo tau berita dan keberadaan cewek lo,” turut Axel.
“Jackson, kamu kenapa?” tanya Marina yang baru saja muncul dari dalam dengan kepala basahnya.
Jackson menatap kedua pasangan itu dengan tatapan jengahnya.
“Lo tau Mai di mana sekarang?” hanya Jackson.
“Aku juga nggak tahu dia si mana sekarang, aku yakin ini pasti berat banget buat dia. Ke mana dia pergi sekarang ya?” gumam Marina di akhir yang masih bisa di dengar oleh Jackson dan Axel.
“Dia mengirim pesan apapun kepadamu?” tanya Jackson lagi.
“Tidak ada, bahkan aku mencoba untuk menghubungi dia tapi tetap tidak bisa. Semua pesan yang aku kirimkan kepadanya hanya centang satu saja,” jelas Marina.
Jackson termenung beberapa saat.
”Lo duduk dulu deh mending Jack, kalo lo jalan dengan keadaan kayak gini lo bakalan celaka di jalan. Yang ada Maita nggak ketemu malah lo ketemu suster di rumah sakit,” jelas Axel, kali ini dengan wajah serius.
Seperti kata Dari Axel, Jackson kini duduk di kursi depan rumah Marina.
“Ay ... buatin minum dong,” kata Axel meminta kepada kekasihnya.
“Iya aku buatin.”
Kata Marina berlalu meninggalkan Mereka berdua.
“Lo udah cari ke rumahnya bro?” tanya Axel.
“Udah, lo nggak liat ni muka ganteng gue udah jadi tumbal keganasan bokap nya,” jelas Jackson.
“Iya bener, mata sipit lu tambah aestetik kalo begini,” goda Axel.
“Gila lo, temen susah bukannya nolong malah ngolok terus,” ketus Jackson.
“Gue siap nolong lo Bro, jangan khawatir. Bahkan anak gank kita juga siap kalo lo butuhin. Masalahnya tu ada di lo sejak awal. Kalo lo gak ngilang nggak mungkin Main sampe di usir.”
Telak.
Jackson hanya mampu membisu tanpa tau harus menjawab apa.
Meskipun dirinya memberikan alasan yang tepat, untuk saat ini dia akan tetap terlihat salah di mata semua orang.
“Gue cuma pergi beberapa bulan, tapi kenapa semua jadi kayak gini,” ujar Jackson yang mulai terlihat frustasi.
“Elo juga benar cebong sembarangan, kan jadinya anak. Mikir makanya. Ada pengaman kenapa lo nggak pake sih hah ... dasar,” kata Axel yang semuanya memang benar.
“Macam elo enggak aja bangkee,” balas Jackson sambil menoyor kepala Axel.
“Ya gue kan aman aja sampe sekarang, Buktinya Marina nggak hamil kan,” ujar Axel dengan bangga.
Tiba-tiba seseorang muncul dari arah gerbang rumah Marina.
“Hai Jacky sayang, apa kabar. Loh muka kamu kenapa sayang?” tanya Selin yang langsung menangkup wajah Jackson.
“Apaan sih lo, pergi dari gue!” teriak Jackson.
“Kok kamu jahat begini sih Sayang, kamu masih penasaran dengan w************n yang pergi dengan Om Om itu,” ujar Selin dengan kesal.
“Maksud lo apa?” cecar Axel.
“Lah emang bener, kapan hari akj ketemu sama Mai barengan sama Om Om katanya mau pergi bulan madu,” jelas Selin.
“Lo jangan ngaco Sel, di mana lo liat Mai?” tanya Jackson.
“Aduh ... di mana ya, kasih tau nggak ya?” kata Selin dengan tampang menyebalkannya.
“Kalo lo nggak kasih tau, lo nggak bakal selamat pulang dari sini!” ancam Axel.
“Ih ... serem,” kata Selin dengan ekspresi dibuat-buat.
“Lo bilang atau gue suruh temen-temen gue kroyok lo di jalan!” ancam Axel lagi, kali ini tatapan nya lang Axel dan Jackson membuat Selin bergidik ngeri.
“Iya, gue kasih tau. Kemarin gue ketemu tuh wanita sundel di kantor imigrasi,” jelasnya.
Plak!
“Sekali lagi lo katain cewek gue wanita sundel, lo yang gue jadiin sendel beneran!” ancam Jackson segera menaiki motornya menuju kantor imigrasi.
“Ih ... Jackson kok lo kasar gini sih ke gue. Harusnya kan elo sama gue, lagian itu perempuan juga sudah bahagia sama Om Om,” teriak Selingkuh yang sudah tidak didengar oleh Jackson.
“Sono dah lo pulang, perempuan ngeselin kayak elo gini emang pantes dapat perlakuan seperti ini,” jelas Axel sbil berlalu meninggalkan Selin sendirian.
“Dasar nyebelin,” gerutu Selin
.
.
Jackson yang tiba di kantor Imigrasi segera menuju ke pusat pelayanan.
“Maaf mbak saya mau mencari data pembuatan paspor satu minggu ini, apakah ada yang beratas nama Maita Carolina Kami?” tanya Jackson.
“Maaf mas, kami tidak bisa memberikan informasi kepada sembarang orang,” jelas pagawai itu.
“Tolong saya kali ini mbak, saya sedang mencari Istri dan calon anak saya,” kata Jackson, lalu mengeluarkan beberapa lembar uang memberikan kepada pegawai itu.
Melihat wajah Jackson yang memelas dan terlihat babak belur membuat pegawai itu ibarat.
“Baiklah akan saya bantu cari mas,” kata pegawai itu.
Namun sudah menunggu selama setengah jam belum juga membuahkan hasil.
“Sepetinya tidak ada mas, saya sudah mengeceknya berkali-kali. Tapi tidak menemukannya,” jelas pegawai itu.
“Terimakasih mbak,” kata Jackson.
Dia meninggalkan kantor imigrasi dengan kaki yang terasa lemas.