Para gadis jika tetap dibiarkan berkelahi, maka mereka akan lupa siapa yang sedang memerhatikan mereka. Apalagi Darren Wei tidak mau terlalu lama menarik perhatian.
Tiba-tiba seorang pria menangkap perhatiannya, sebelum ia melontarkan pendapat. Pria itu mengenakan seragam pelayan dan tampak tidak asing. Darren Wei menyadari bahwa sosok itu merupakan Xavier Xiang, tetapi untuk apa pria itu melangkah ke tangga? Agak terlihat mencurigakan bagi Darren.
Darren tak bisa menjawab asumsinya, tetapi yang lebih penting untuk diselesaikan sekarang ialah menghentikan perdebatan para gadis ini.
Ia melangkah ke samping Rose dan lebih mendekatkan dirinya. “Nona, jangan mempermalukan dirimu pada pesta orang lain. Lihat semua orang sedang menatapmu. Mengapa kau tidak membiarkan Nona Xu berbicara sendirian seperti orang gila? Kau tidak akan dianggap kalah karena tidak melawan.”
Rose Guan mengernyit, melirik pada Darren. “Beraninya kau berkata seperti itu. Tidak ingat kau yang membuat masalah ini? Dengar, ya, Darren Wei, aku tidak suka jika ada orang lain yang menertawakan atau mempertanyakan milikku karena sama artinya menertawakanku dan mempertanyakan otoritasku.”
Suara Rose tidak begitu besar, cukup bisa didengar oleh Darren dan Lulu. Darren hampir terkesiap dengan ucapan Rose. Milik gadis itu? Termasuk Darren juga adalah milik Rose?
Darren hampir menyemburkan tawa, tetapi berusaha menahan dirinya. Rose Guan sangat berapi-api, apakah gadis itu sangat suka berkelahi?
Diam-diam seorang pria tinggi dalam balutan setelan jas berwarna abu cerah berdiri di belakang Rose. Pria itu nampak gagah dengan senyum tipis, yang sampai membuat ujung matanya berkerut.
Pada saat itu, Lena Xu yang ingin berkomentar, malah batal karena matanya menangkap kehadiran pria maskulin itu. Tubuhnya tinggi, bahkan tubuh tinggi Rose tak dapat menutupi pria itu. Segera Lena Xu menundukkan kepala merasa terintimidasi oleh senyuman itu dan tatapan dalam milik Hugo Song—sang kepala keluarga Song yang masih muda.
“Tuan Song!” seru seorang gadis dengan suara riang. Akhirnya pangeran yang mereka tunggu muncul di hadapan mereka.
Rose Guan telah merasakan keterkejutan yang sangat. Gadis itu segera membalikkan badan dengan mata terbelalak. Hugo Song menurunkan tatapannya dan menatap Rose dengan mata gelap yang dalam.
“Apa Nona Rose butuh bantuan? Aku mendengar perdebatan tadi? Apakah masalahnya serius?” pertanya-pertanyaan Hugo Song terdengar perhatian, lembut dan tulus.
Darren yang masih terpaku di tempatnya berpikir apakah pria itu memang ... selembut itu? Namun, yang pastinya mereka sudah menarik perhatian kepala keluarga Song yang masih muda itu. Darren cepat-cepat menundukkan kepalanya agar tidak terlalu mencolok.
“Hanya terjadi sedikit kesalahpahaman antara aku dan Lulu. Sepertinya dia begitu menganggap dirinya berkuasa, sehingga mempertanyakan pengawal yang aku ajak kemari. Aku bukan orang yang berhati keras dan mementingkan diri sendiri. Aku juga ingin pengawal utamaku merasakan pesta ini. Bagaimana menurutmu, Tuan Song?”
Hugo Song menampilkan senyum terindah, yang membuat jiwa para gadis terangkat. Mereka luluh dalam senyum itu, bahkan Lena Xu tak dapat memberikan komentar atas ucapan menuduh Rose Guan.
“Oh, kurasa tidak masalah. Kau ... memang murah hati seperti yang orang katakan,” balas Hugo Song, menyetujui ucapan Rose.
Rose dengan seringai tajam melirik pada Lena Xu. Hanya orang kaya baru, tapi berani bertingkah di depanku.
“Lena Xu sungguh berani bertingkah di depan Rose. Apa dia tidak tahu kalau Rose berteman dekat dengan Esme? Tentu saja Esme dan Tuan Song akan mengizinkan Rose membawa masuk pengawalnya.”
“Ya, aku juga berpikir tidak masalah. Lagi pula, pengawal Rose sangat tampan. Dia lebih mirip seorang aktor.”
Lena Xu mendengar dirinya di gunjingkan, sedangkan Rose dipuji. Dia mengepalkan tangan dan merasa malu. Kemudian cepat-cepat menghindarkan dirinya, bahkan tanpa pamit pada Hugo Song.
**
Bagus Darren Wei. Ciptakan kekacauan lebih banyak lagi.
Tinju Darren terkepal erat. Dia tahu akan menarik perhatian Hugo Song dan malam ini mungkin tidak bisa melaksanakan tugasnya.
Sial!
Sekilas sudut bibir Hugo Song menampilkan seringai dan kembali seperti biasa pada detik berikutnya.
“Silakan nikmati pestanya. Adikku akan segera turun menyambut kalian,” ujar Hugo mengedarkan pandangannya pada seluruh ruangan. “Rose apa kau mau berbincang denganku?” tanyanya sambil mengulurkan tangan pada Rose dibarengi senyum indah nan rupawan.
Rose segera menjawab tanpa basa-basi, “Tentu saja.”
Gadis itu mengabaikan Darren yang masih terdiam di tempatnya. Dia menarik napas kala melihat Rose dan Hugo berjalan menjauhinya. Apakah itu artinya dia sudah aman?
Pada saat Darren berbalik, ada begitu banyak gadis-gadis yang mengelilinginya, seolah-olah Darren adalah mangsa empuk.
Aku dalam masalah karena ketampanan ini.
**
Xavier Xiang sejak tadi tidak bisa tidak memerhatikan adu mulut yang berakhir dengan datangnya pangeran berkuda putih. Meskipun ia menyaksikannya dari lantai dua, dan diam-diam dari balik tiang penyangga.
“Darren Wei, kau memang tidak bisa menghindari para gadis itu dengan ketampananmu. Sebenarnya, aku juga tampan, tetapi aku tidak mau terlalu mencolok saja.”
“Kak, apa yang kau lakukan? Mengapa tidak beranjak juga?”
Seseorang sedang berbicara pada Xavier melalui earpiece di telinganya. Xavier mendesah pelan sebelum beranjak dan melirik ke kanan dan kiri. Memastikan bahwa semua aman saat dia mencari ruang rahasia milik keluarga Song.
“Ada sesuatu yang menarik barusan. Jadi, fokusku sedikit teralihkan. Oh, ya, kau sudah dapat informasi mengenai Darren Wei? Dia bukan hanya pengawal biasa, ‘kan?”
“Ah, itu. Untuk saat ini mari fokus pada misi kita, Kak. Tapi, kurasa Darren Wei memang hanya pengawal biasa.”
Xavier sedikit mengangguk. “Ya. Kuharap juga begitu.”
Xavier melanjutkan langkahnya diam-diam seraya menajamkan penglihatannya. Akan tetapi, tiba-tiba sebuah pintu kamar berukuran besar terbuka dari dalam. Xavier terpaksa harus bergegas mencari tempat sembunyi di balik sebuah tiang penyangga lain. Dia mengembuskan napas lega karena sebelum orang di dalam kamar itu keluar, dia bisa menyembunyikan dirinya dan tetap berada pada titik buta kediaman itu.
“Hari ini Anda sungguh cantik, Nona. Semua mata akan mengarah pada Anda dan melupakan gadis yang katanya adalah kecantikan Kota B, huh.”
Xavier mendengar suara, melonggokkan kepala agar dapat melihat siapa itu, yang ucapannya terdengar sedikit iri.
“Dia memang cantik, karena dia adalah sahabatku,” balas seorang gadis bertubuh jenjang. Tubuhnya dibalut oleh gaun putih dengan punggung terbuka.
Xavier menatap lebar pada gadis itu. Sebenarnya dia bukan lelaki mata keranjang, tetapi dia memperhatikan kecantikan gadis itu. Rambutnya ditata ke atas, sehingga tak sehelai pun menutupi leher belakang gadis itu, tetapi masih menutupi kedua telinga. Pada saat perempuan itu membalikkan wajah—entah untuk melihat apa, jantung Xavier berdebar.
Cantik sekali.
Dia adalah Esme Song yang akan berulang tahun hari ini. Perempuan itu kembali meluruskan tatapannya dan melangkah bersama seorang pelayan.
Xavier menarik napas dalam-dalam. Ia seperti melihat seorang dewi turun dari langit atau peri bunga yang, bahkan lebih cantik daripada Tinkerbell.
“Kak ada apa lagi?” seseorang itu kembali bertanya.
“Seseorang keluar dari kamar. Tampaknya dia adalah Esme Song.”
Setelah memastikan Esme Song benar-benar sudah pergi dari sana, Xavier kembali melangkah dan kini lebih hati-hati lagi. Dia sedang mencari tangga menuju lantai 3 dan setelahnya ke lantai 4 yang katanya ada ruang rahasia di sana. Dan ruangan tersebut dianggap paling keramat di kediaman Song karena Hanya Hugo Song dan orang kepercayaannya saja yang bisa masuk ke kamar rahasia di lantai 4.
Xavier sudah mendapatkan informasi ini jauh-jauh hari, dan ke sini untuk mencari benda rahasia di lantai 4.
“Aku menemukan tangga lantai 3. Matikan kamera pengawas,” perintahnya pada rekan yang ada di luar sana.
“Kamera pengawas dimatikan dalam 3 detik dan kau hanya punya 5 detik kak.”
“Aku mengerti.”
Pada setiap penjuru rumah itu memiliki kamera pengawas dan Xavier harus sangat berhati-hati.
Mereka tidak hanya akan mematikan kamera pengawas saja, tapi seluruh lampu di kediaman itu agar tidak membuat curiga. Setelah 3 detik seluruh lampu padam, Xavier bergegas naik ke tangga berbekal cahaya ponselnya. Hanya dalam waktu 5 detik itu, ia berhasil sampai ke lantai 3. Xavier merupakan pelari tercepat di sekolahnya dulu, kakinya panjang, tubuhnya bugar dan staminanya juga tinggi. Semua itu berkat latihan bertahun-tahun bersama organisasinya. Namun, memang misinya kali ini lebih sulit daripada sebelumnya. Dia bekerja sendiri di dalam rumah itu, dan rekan timnya mengawasi dari luar.
Tim Xavier telah dipangkas oleh bosnya tanpa alasan yang jelas. Meminta Xavier untuk melaksanakan tugas tersebut sendirian. Meskipun demikian, timnya yang tersisa tetap setia pada Xavier.
Seluruh lampu kediaman tersebut kembali menyala. Xavier bisa mendengar suara-suara lega dari bawah. Sekarang dia harus bergegas ke lantai terakhir dari kediaman itu.
“Menuju lantai terakhir.”
Sekarang mereka tidak bisa memadamkan lampu karena pasti akan dicurigai. Xavier mengamati letak kamera pengawas di lantai tersebut yang hanya memiliki satu pintu di sebuah koridor. Kamera pengawas berada tepat berlawanan di atas pintu.
Namun, sebelum Xavier dapat beranjak, terdengar sirene keamanan berbunyi. Dia tahu sirene itu sudah memberitahukan keberadaannya di sana.
“Misi gagal.”
“Bug One cepat pergi sekarang.”
“Bug One mencari jalan keluar,” sahut Xavier.
Ia dapat mendengar suara derap langkah kaki yang tak sabar mengarah ke lantai 4. Gegas Xavier mencari sebuah jendela yang tentu tidak sulit untuk dicari. Ia membuka jendela yang mengarah ke taman belakang.
Seseorang tak jauh di bawah sana melemparkan sebuah tali pengait ke pagar balkon. Xavier bergegas mengenakan sarung tangan kulit pada kedua tangannya. Melilitkan tali pengaman melingkar ke pinggangnya. Kemudian meloloskan dirinya dengan tali tersebut, meski tahu hal tersebut sangat berbahaya. Namun, Xavier sudah sering melakukannya. Hanya saja bahunya akan mati rasa sampai di bawah nanti karena dia meluncur dari lantai 4.
**
Darren Wei bergegas mengikuti para pengawal kediaman Song setelah mendengar sirene tersebut. Kemungkinan bisa menjadi kesempatan baginya mengetahui kediaman itu lebih dalam.
Dia menyelinap di antara para pengawal keluarga Song dan sampai ke lantai 4.
“Penyusup telah kabur.”
“Kita pasti akan dimarahi Tuan Song.”
“Kemungkinan orang itu belum jauh. Semua orang dengarkan, cari siapa pun itu ke seluruh penjuru kediaman.”
Mereka semua bergegas keluar dari sana. Kepala pengawal kediaman Song melihat Darren Wei tak beranjak dari tempatnya dan menatap ke sebuah jendela.
“Dia sudah pergi dari kediaman ini,” celetuk Darren Wei, mengagetkan kepala pengawal.
“Kita benar-benar telah kecolongan kali ini ....” Kepala pengawal terdiam kala memerhatikan Darren. “Kau bukan pengawal kediaman Song. Siapa kau?”