Suara ini …
Darren segera membidik pandangannya ke asal suara yang berada di dekatnya. Bahkan, tak peduli jika tangan pria itu masih terulur memegang gelas minuman. Sudut bibir Xavier Xiang terangkat ke atas lalu detik berikutnya laki-laki itu mengangkat alis dan menoleh pada tangannya yang masih mengambang di udara.
“Sebenarnya apa yang sedang kau perhatikan dari wajahku? Aku tahu, aku sangat tampan. Tapi, Tuan Wei, aku adalah lelaki normal dan—”
Darren mengerutkan alis sambil meraih gelas di tangan Xavier Xiang, hingga memotong ucapan pria itu. “Jangan berpikir berlebihan, Tuan Xiang. Apa kau tahu yang terjadi barusan?”
Xavier mengangkat alisnya lebih tinggi. “Barusan? Ya, aku mendengar sirene, tapi—entahlah, aku hanya pekerja paruh waktu dan tidak ada hubungannya dengan apa pun yang terjadi di lantai atas.”
Pada saat Darren akan meneguk minuman tersebut, ia menghentikan gelas tersebut di bibir bawahnya. Sangat aneh. Padahal penglihatannya tidak salah karena ia benar-benar melihat Xavier naik ke lantai dua. Darren melanjutkan meneguk minuman tersebut, detik berikutnya ia bertanya pada Xavier. “Lantas apa yang kau lakukan naik ke lantai dua sebelum sirene itu berbunyi?”
“Oh, rupanya itu yang membuatmu cemas? Kau khawatir padaku, teman?” Xavier terlihat bahagia, tapi dibalas dengan tatapan datar oleh Darren. “Nona Esme membutuhkan bantuan untuk sesuatu—yang tidak bisa aku katakan padamu, oke? Jadi, kawan, kau tidak perlu khawatir padaku karena aku pekerja yang bersih,” terang Xavier dengan nada tenang, sedikit pun tidak ada keraguan akan kebohongan atau pun getaran rasa takut dalam nadanya.
Entah Darren harus tetap memercayai ucapan Xavier atau tidak. Namun, tidak ada alasan baginya untuk menuduh Xavier. Lagi pula, ia tidak terlalu mengenal pria itu. Walaupun Xavier menganggapnya sebagai teman, tapi ia belum sepenuhnya setuju mengakui Xavier sebagai teman. Sejak dulu Darren sangat berhati-hati ketika memilih teman. Ia memikul tanggung jawab yang besar dan kerahasiaan jati dirinya sangat penting untuk ditutupi dari orang-orang. Maka dari itu akan sulit bagi Darren percaya sepenuhnya pada Xavier.
“Aku harus kembali bekerja kawan.” Xavier tersenyum pada Darren. Kemudian melewatinya sambil bergumam, “dia mencurigaiku.”
Darren Wei mengedikkan bahu, membalikkan badan dan pada detik berikutnya ia membawa gelas ke mulutnya, tapi tak sempat meneguk minuman dalam gelas tersebut. Manik cokelat terangnya terbelalak dan seketika itu juga meletakkan gelas ke atas meja di sebelah kanannya. Langkah Darren Wei bergegas ke arah Rose Guan yang hampir jatuh karena tersenggol oleh seorang pelayan wanita.
“Ah!”
Suara Rose sedikit bergetar dibarengi suara pecahan gelas yang jatuh ke lantai. Belum lagi minuman itu membasahi gaun Rose.
“Nona Rose,” ucap Darren dengan tangan terbuka, tetapi sayang sekali karena Rose Guan jatuh melampaui kecepatan Darren saat akan membantunya.
Cepat-cepat Darren mengulurkan tangan, menarik lengan Rose dengan perlahan, tapi pasti dan tak kasar. “Maaf, ini salahku karena tidak bisa melindungimu.”
Rose berusaha menegakkan tubuhnya yang terasa agak sakit. Apalagi kakinya terasa seperti dijerat oleh tali. “Dasar bodoh.” Tangan Rose bersandar di atas bahu Darren dan itu membuatnya cukup kaget melihat tangan si beruang putih bertengger dengan mantap. “Sepertinya, kakiku terkilir.”
Rose Guan tak lupa memicingkan mata pada pelayan wanita yang menabraknya dengan nampan minuman tadi, sambil menahan rasa sakit pada kakinya dan punggungnya.
“Maafkan saya, Nona Rose.”
Sebuah tamparan yang tak cukup keras melayang ke pipi pelayan wanita itu. Semua orang mengarahkan tatapan pada perempuan yang mengibaskan tangan itu. Dia adalah Helga Cao—salah satu teman dekat Rose. Gadis itu dengan anggun menyibak rambut panjangnya ke belakang, dan tidak merasa bersalah ataupun malu.
“Apa kau sengaja ingin melukai Rose?” Helga menatap marah pada pelayan itu sambil bertanya menuduh.
Pelayan itu segera menggeleng kuat-kuat. “Saya tidak sengaja. Saya sungguh tidak sengaja. Kaki saya terkilir dan itulah sebabnya, saya tidak bisa menghentikan tubuh saya yang tidak seimbang.”
Mendengar pernyataan pelayan tersebut, Darren Wei meminta Esme untuk memegangi Rose, sedangkan ia melangkah lebih dekat ke arah pelayan itu lalu membungkuk dan memerhatikan pergelangan kaki pelayan wanita itu.
Darren mendongak. “Kakinya memang terkilir dan harus segera diobati. Ini membuktikan bahwa dia memang tidak sengaja. Sebaiknya hentikan masalah ini karena rasanya tidak benar jika mengacaukan pesta ulang tahun Nona Esme.”
“Ya, apa yang dikatakan pengawal Wei memang benar adanya,” seseorang membela perkataan Darren.
“Bagaimana menurutmu, Nona Esme? Apakah kau akan menyelidiki ini secara internal?” Darren berdiri dan menegakkan punggungnya. Tubuh tingginya membuat para gadis terkesima kala melihat Darren. Namun, sayang sekali karena Darren bukan dari kalangan pria kelas atas. Sangat disayangkan memang karena mereka tidak bisa menikahi pria itu, selain dijadikan teman tidur.
“Aku mengikuti saran pengawal Wei,” kata Esme yang suaranya lembut, tenang dan hampir menyejukkan hati seluruh ruangan itu. “Nanti aku akan memberikan penjelasan secara menyeluruh pada Rose—sahabatku.”
Rose juga mengangguk, tetapi maniknya terlihat tidak puas lalu melirik Darren Wei dan memiliki pemikiran lain tentang pria itu.
“Bantu aku, Darren Wei,” perintah Rose.
Darren tanpa menunggu lagi segera mengulurkan tangan ke punggung Rose dan ke rok bawah gadis itu. Dia mengangkat tubuh ramping Rose dengan sekali angkat. Berat badan Rose tidak akan menjadi masalah bagi Darren Wei.
Langkah Darren mantap menuju ke sebuah sofa. Ia sangat fokus sampai-sampai tak menyadari seluruh tatapan para gadis mengarah padanya. Dan apalagi Rose Guan sejak tadi melirik Darren sambil menggigit bibir bawahnya.
Namun, tetap saja ada ketidaksenangan dalam mata gadis itu.
**
Darren Wei mendudukkan Rose di atas sofa kulit. Dengan cekatan itu memeriksa kaki Rose yang katanya terkilir dan melepaskan hak tinggi gadis itu. Darren cukup kaget saat melihat kaki gadis itu memar pada pergelangannya. Ia menghela napas ketika mengalihkan manik cokelat terangnya pada Rose Guan.
“Sepertinya, kau harus pergi ke dokter.”
Rose terlihat sedikit tidak percaya dan menggerak-gerakkan kakinya yang terkilir. “Aw! Sakit sekali.”
Darren memutar bola mata. Bukannya sudah ia katakan barusan? Dasar gadis keras kepala.
“Kurasa kau tidak bisa berjalan malam ini,” kata Darren sontak membuat mata Rose membelalak.
“Pelayan itu telah membuat kakiku seperti ini padahal dia menabrak punggungku dengan nampan dan sekarang punggungku masih terasa sakit. Bahkan, kakiku ikut terkilir.”
“Ya, salahmu juga karena tidak menjaga keseimbangan.”
Rose mendelik marah pada Darren. “Aku memakai hak tinggi Darren Wei dan itu terjadi tiba-tiba, tanpa aku bisa merespons. Apa kau tidak melihatnya?”
“Aku bisa melihatnya, Nona dan aku minta maaf. Sekarang, ayo, obati kakimu. Kau tidak bisa mengikuti pesta ini sampai selesai.”
“Apa? Tapi, Esme, bahkan belum membuka pesta,” balasnya tidak setuju.