Ajakan Kencan

807 Kata
Malam akhirnya datang. Di kamar Kira, kedua sahabat itu menggunakan masker posisi terlentang. Di depan mereka ada laptop Anggi sedang menyala. Keduanya menonton drama korea yang baru saja selesai di donwload. "Sudah berapa menit?" tanya Kira. "Jangan terlalu banyak membuka mulut nanti maskernya retak," balas Anggi kaku. Dia kemudian melihat layar ponsel. "Lima menit lagi tidak lama." Lalu keduanya diam memerhatikan layar laptop yang memperlihatkan adegan tokoh utama sedang berdebat dengan pacarnya. "Emang pacaran kaya gitu ya?" tanya Kira tiba-tiba. "Iya sering berantem. Paling salah paham doang, ada juga tuh karena orang ketiga biasa drama." Anggi menjelaskan dengan nada santai. "Cowoknya juga salah kok siapa juga yang mau dikekang kaya gitu," "Namanya juga saling cinta lagian romantis tahu." Kira membulatkan mata. "Romantis apaan? Yang ada malah kesel setengah mati, komentarmu juga kaya orang yang paham cinta aja padahal nggak pernah pacaran." "Sebenarnya pengen sih pacaran tapi..." Alarm ponsel berbunyi. Kira melepaskan masker wajah yang ia gunakan dan membasuh wajah di kamar mandi. Disusul Anggi lalu melanjutkan perawatan di malam hari itu. "Jangan lupa pake krimnya," kata Anggi pada Kira. "Iya tahu, oh iya kita belum selesai mengobrol alasanmu nggak pacaran apa?" tanya Kira. Dia sangat penasaran akan jawaban Anggi. Anggi bergumam pelan. "Gimana ya, kamu tahu kan susahnya aku mencari pacar. Waktu kelas satu dulu, aku sering dibuli sama kakak kelas karena cowok yang mereka taksir itu suka sama aku yah jadinya aku trauma sampai sekarang aku nggak berani deket sama cowok mana pun, aku nggak mau kalau kejadian waktu kelas satu itu kejadian lagi." Kira mendesah panjang. Dia mendumel dalam hati. Kenapa Kira lupa soal kejadian yang menimpa Anggi? Padahal waktu itu Kira mati-matian membela sahabatnya tapi tak sampai tahu akibat kejadian tersebut. Dia pikir Anggi adalah sosok gadis anggun dan ramah kepada siapa saja. Untuk masalah pacar, dengan paras yang canfik pasti Anggi tak kesusahan. Nyatanya bagi gadis itu tidaklah mudah. Mengalami trauma berkepanjangan jelas memberi dampak buruk. Entah berapa pemuda yang ditolak oleh primadona tersebut hanya karena tak mau disalahkan. Jika dipikirkan lagi satu-satunya pemuda yang paling akrab hanyalah Bian seorang. Kira jadi bersemangat mau menjodohkan Anggi serta Bian. Semoga esok harinya lancar. "Maafkan aku ya, aku benar-benar lupa soal insiden itu." "Santai aja, toh itu satu tahun yang lalu. Semua orang bakal lupa kok kejadian waktu itu." Anggi membalas santai. "Eh ayo tidur aku ngantuk nih. Kita ke bioskop jam tiga sore, kan persiapannya harus lebih awal sekitar jam 08." "Hah? Kok masih pagi, udah persiapan aja?" tanya Kira tampak keberatan. "Ya iyalah, mandi bersih. Kita harus cukur semua bulu-bulu halus, pilih baju, make up begitu juga siapin rambut kamu. Kita akan ke salon nanti kalau abis kamu mandi," sahut Anggi dengan semangat menggebu-gebu. Kira hanya bisa pasrah. Persiapan kencan ini layaknya persiapan pengantin wanita menuju pelaminan. Mendengarnya saja membuat Kira malas. Lampu kamar dimatikan menyisakan lampu tidur yang menerangi seisi ruangan. Anggi sudah tertidur lelap di samping Kira. Gadis itu sendiri sibuk menulis sesuatu di buku tulisnya. Suara notifikasi menyita perhatian Kira dan layar ponsel menyala menampilkan nama Glen. Kira segera membaca pesan singkat dari pemuda itu. "Belum tidur?" "Belum," balas Kira singkat. "Kenapa belum tidur? Lagi mikirin gue?" Kira tersenyum mendapat balasan yang cepat dari Glen. "Dasar kepedean, enggaklah! Cuma emang susah tidur." "Tidur Kira nanti kalau sakit gimana?" "Iya deh calon menantu idaman." Kira menggoda lagi dengan sebutan tadi siang. Glen sepertinya suka akan panggilan yang disematkan oleh ibunya. "Nah gitu dong, dengerin nasehat calon suami," balas Glen cepat. "Ih, siapa juga yang mau nikah sama kamu? Eh besok jam tiga nggak ada kegiatan?" tanya Kira. Dia berharap Glen mempunyai jam kosong. "Mau main futsal bareng teman-teman, biasa hari minggu nggak ada kegiatan." "Yah padahal mau ngajak kamu nonton," tulis Kira kecewa. "Mau nonton? Cuma berdua nih?" "Bareng Anggi sama Bian." "Yah, kirain mau kencan." Kali ini Glen yang kecewa. Dia juga menambahkan emot muka datar. "Kalau cuma berdua nggak seru Glen, jadi gimana mau nggak?" "Tapi ada bayarannya." "Bayaran apa? Jangan yang aneh-aneh ya." d**a Kira bergemuruh hebat. Dia sudah berpikir hal yang buruk mengingat Glen itu adalah orang menyebalkan. Suara notifikasi kembali terdengar. Degup jantung Kira kian cepat saat membaca pesan singkat Glen. "Minggu depan ... mau nggak jalan-jalan? hanya kita berdua." Kira lega sekali. Setidaknya permintaannya hanya jalan-jalan saja. Kira melihat lagi pesan singkat tersebut, ada keraguan dia bisa keluar dari rumah apa lagi jalan-jalan berdua dengan seorang lelaki. Apa Ayah mau memberi izin? "Aku ragu Glen. Bagaimana kalau Ayahku tidak memberikanku izin?" "Coba aja dulu, siapa tahu dikasih izin sama Ayahmu. Lagi pula kalau kamu nggak nyaman aku nggak bakal maksa." "Tapi kamu mau, kan datang besok?" "Besok aja ya baru gue kasih kabar." Glen langsung tidak aktif meninggalkan Kira bingung sendirian. "Dasar Glen menyebalkan!" ucap Kira kesal. Suasana mendadak berubah. Hatinya tidak enak tercampur dengan kecemasan. Semua gara-gara Glen lagi, Kira tak bisa tidur nyenyak.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN