Arslan mengintip kertas yang ada di meja. Mengerutkan, kening, lalu membacanya. “Allahumma jannibna—syaitan—” Hanya sampai di situ, ia kemudian mendengkus kasar. Lalu menutup catatan. “Allahumma jannabni—eh—jannabani ....” Lagi, Arslan mengecek catatan, dan salah lagi. Menyebalkan! Pria itu mendorong kertas secara kasar ke depannya. Punggungnya ditempelkan sempurna pada sandaran kursi. Arslan mengusap wajahnya frustrasi. Bahkan, b******a pun ada doanya. Merepotkan sekali. “Udah hafal, Arslan?” tanya Alisha di seberang sana, yang meski menggunakan bahasa lembut nan sopan, tetap saja terdengar mengejek untuk Arslan yang putus asa. “Nggak. Nggak usah. Nggak mau. Ribetin.” Pria itu terus mengeluh. “Doa sholat aja masih belum lancar, ini disuruh lagi hafalin doa lain. Padahal, tinggal