Satu jam setengah berlalu dan Via sudah selesai mandi, setelah mandi tadi dia kebingungan mencari koper yang berisi bajunya tidak ada di dalam kamar. Namun sayang, sepertinya Jason lupa membawakan baju untuknya, alhasil sekarang dia hanya memakai tanktop dan hotpants yang dulu dia sengaja tidak dia bawa ke London.
Sebelum mandi tadi, ponsel Via berdering. Ternyata Neneknya lah yang menelpon, awalnya Via nangis saat melakukan Video Call bersama neneknya karena dia merasa sedih tidak pamit terlebih dahulu kepada Neneknya itu. Namun kesedihannya tergantikan, karena Neneknya akan mengunjunginya bersama Alvaro dan kedua teman lainnya.
Via keluar dari kamar berniat untuk menyusul keluarganya yang sedang sarapan, “pagi ma, pa, bang!” Sapa Via seraya mengecup pipi mereka satu – persatu.
“Pagi.” Sahut mereka barengan.
“Kamu mau makan apa sayang?” Tanya Dera seraya menyiapkan piring untuk Via.
Via mengeluarkan cengirannya, “kayaknya mama masak kesukaan Via semua deh, jadi Via ambil semua aja ya.” Kekeh Via seraya memperhatikan semua menu makan yang berada di meja nya.
Dera tesenyum mendengar ucapan Via, begitu pun Evan yang menatap putri satu – satunya penuh tatapan rindu.
Via yang merasa sedang diperhatikan pun langsung mencari siapa pelakunya, mata Via bertemu dengan kedua mata tajam yang tengah menatapnya.
“Kayaknya Cuma papa deh Ma, yang belum dapet pelukan dari Via.” Sindir Evan seraya menatap Via tajam.
Via mengeluarkan cengirannya, “hehehe, abisnya Via masih suka takut lihat mata papa.” Kekeh Via seraya berjalan mendekati Evan yang sudah berdiri dengan kedua tangan direntangkan, "hello dad. " Seru Sivia.
‘GREB’
“Aduh, berat banget sih kamu.” Protes Evan saat Via mengalungkan kedua kakinya pada pinggang Evan.
“Ish papa.” Rengek Via seraya membenamkan wajahnya pada leher Evan, "papa udah jarang olahraga ya? Biasanya kan paling suka gendong Via, soalnya mama kan berat. " Bisik Via.
"Iya sayang, papa kamu udah jarang olahraga semenjak kamu masuk SMA. " Ujar Dera membuat Sivia meneguk ludahnya cepat.
Sivia paham betul ucapan Dera, karena semenjak dia masuk SMA di London sekolahnya tak pernah benar. Dia sering bolos pelajaran, bahkan bergaul dengan kakak kelas lelaki yang nakal semua.
Tanpa Via ketahui, Evan meneteskan air matanya. Lelaki itu merasa bersalah karena sudah menelantarkan Via dua tahun lamanya, “maafin papa ya sayang.” Lirih Evan seraya mengecup puncak kepala Via.
"Loh, kok papa yang minta maaf. " Ujar Via, "harusnya Via yang minta maaf. " Ringisnya.
"Papa minta maaf udah ninggalin kamu dua tahun lalu. " Ujar Evan, "maafin papa. "
Sivia tersenyum merasa mempunyai ide, “Gak.” Ketus Via seraya menurunkan kakinya dan menjauhkan tubuhnya, kemudian memalingkan wajahnya tak mau menatap Evan, "Via gak akan maafin papa. "
“Dek!” Ucap Jason melihat Via bertingkah seperti itu.
“Via gak akan maafin Papa, kalo papa gak mau bawa dua mobil kesayangan Via sama satu motor punya Via dari London.” Ketus Via seraya menatap mata Evan, “bawa ya pa.” Rajuk Via seraya mengeluarkan tatapan andalannya.
“Lo kan bisa beli di sini Dek.” Ujar Jason menatap adiknya malas.
"Gak bisa gitu Bang, gue gak mau. " Ketus Via.
"Ya udah gak usah. " Ujar Jason tak kalah ketusnya.
Via menatap Jason dengan tatapan memohonnya, “mereka udah Via anggap anak sendiri Bang.” Rajuk Via, "ayolah." Rayunya menyentuh lengan atas Jason.
Jason menghempaskan tangan nakal Via yang menyentuh lengannya itu, “Siapa bapaknya?” Sahut Jason seraya menatap sebal adiknya.
"Abang." Rengek Via menatap Jason.
Sivia semakin mengeluarkan tatapan andalannya, hal itu membuat Jason menggusar rambutnya kasar, kemudian mengangkat kedua tangannya ke atas.
“Abang nyerah Ma, Pa. Abang paling gak bisa lihat Via gini.” Pasrah Jason seraya memalingkan wajahnya tak mau menatap Via.
Sekarang giliran Via menatap Dera, “no sayang, kamu jangan kasih tatapan itu sama mama. Mama setuju – setuju aja gimana keputusan papa kamu.” Putus Dera dengan cepat, hal itu membuat Via tersenyum senang.
Evan menghela nafas berat, “oke.” Putus Evan, “kamu paling jago bikin papa gak bisa ngomong apa – apa.” Ucap Evan frustasi.
“Yeayyyyy!” Seru Via senang seraya kembali mengecup pipi ketiga orang yang berada di sana.
“Tapi ada syaratnya.” Ujar Evan tiba – tiba.
“Apa Pa?”
“Setelah makan malam nanti, papa tunggu kamu di ruang kerja.” Ujar Evan seraya melanjutkan makannya yang sempat tertunda taditadi, "untuk menjelaskan semuanya. "
Akhirnya Via mengangguk pasrah, “oke.” Putusnya seraya menatap sendok yang sedang dia pegang.
"Mampus." Ejek Jason.
"Sssst diem. " Ketus Via.
Tak lama kemudian Evan berdiri, “Papa sudah selesai.” Ujar Evan seraya merapikan bajunya, “ayo mah.” Ajak Evan pada Dera.
“Loh? Kalian mau kemana?” Tanya Via saat Dera ikut membereskan piringnya.
“Mama mau ke Rumah Sakit sayang.” Jawab Dera berjalan menyimpan piring kotor.
“Loh siapa yang sakit?” Tanya Via bingung.
“Bukan itu sayang, mama kamu mau cek ke Dokter kandungan.” Ujar Evan yang sudah menunggu Dera di dekat pintu.
“Oh iya – iya.” Angguk Via kembali melanjutkan sarapannya.
“WHATTT?” Teriak Via, “Via bakal punya adek maksud papa?” Tanya Via kegirangan.
Dera mengangguk, “iya sayang.” Ucap Dera seraya mengelus perutnya yang sudah buncit.
“Astaga, lo masih belum sadar ya kalo perut mama udah buncit?” Tanya Jason seraya menggelengkan kepalanya.
“Ya maaf.” Cicit Via seraya berjalan pelan menuju Dera, “ma aku mau pegang bentar.” Pinta Via.
Dera mengangguk saat melihat Via menumpukkan kedua lututnya, “Boleh sayang.”Ujar Dera mengusap perutnya.
"Sayang... Ini kakak kamu yang cantik baru datang dari London. " Ujar Dera.
Via meletakkan kedua tangannya di atas perut buncit Dera, “adek ku sayang, cepet keluar ya nanti kakak ajarin kamu balapan oke.” Ujar Via seraya mengelus pelan perut Dera.
‘BUGH’
Via dilempar bantal sofa oleh Evan, “adik kamu belum tentu cowok.” Gerutu Evan menatap anak perempuannya kesal, "jangan aneh - aneh. "
“Yeu papa, mau cewek juga gak papa kali. Via kan jago balapan, kalo di London juga kan juara satu terus...wkwkwkw.” Cengir Via kemudian berlari menuju tangga, “kabuuuurrr!” Teriak Via saat melihat Evan akan mengejarnya.
Tanpa disangka, Jason menyetujui keinginan Via.
“Abang setuju Dek! Nanti kalo cewek ajarin balapan ya, nah kalo cowok nanti gue ajarin dandan oke.” Teriak Jason menatap Via yang sudah berada di lantai atas.
‘BUGH’
“Hahaha, rasain tuh.” Tawa Via pecah saat melihat Jason terkena getokan dari Dera yang berada di samping Jason.
“Aduhh maaa, sakittt.” Rengek Jason seraya berusaha menjauhi Dera.
“Masa kalo adik kamu cowok diajarain makeup sih, biar apa?” Dera menatap anak lelakinya kesal.
“Nanti kalo cowok, Jason bakalan kalah ganteng juga dong dari papa sama adek baru.” Renggut Jason kesal.
"Sadar juga kamu. " Ejek Evan pada Jason, "gini - gini juga Papa masih ganteng tahu. ". Bangga Evan.
" Iya ganteng, nyampe ibu - ibu rumpi genitin papa. " Ejek Jason, "eh papanya malah balas ngegenitin ibu - ibunya. " Ejek Jason.
"Yeu, itu namanya pesona seorang Evan yang Agung. " Ujar Evan sembari menatap Dera, "bener kan sayang? " Tanyanya sembari mengedipkan matanya sebelah.
"Diem deh, udah tua juga masih aja sok ganteng. " Omel Dera kemudian menatap Jason, "mau cewek atau cowok sama aja... Kalian harus jaga dia. "
"Iya." Angguk Jason, "siap bu. " Ucap Sivia sedikit berteriak.
"Tapi maaaaa... " Rajuk Jason.
"Kenapa? " Tanya Dera.
"Jason kan cetakan papa, masa mama gak mau ngakuin kalo Jason ganteng sih. " Gerutu Jason.
Dera menatap Jason garang, "kamu juga ganteng sayang... Siapa bilang gak ganteng sih? " Ketus Dera.
"Papa." Cicit Jason.
"Papa gak bilang Jason gak ganteng ma... Papa cuma bilang kalo papa masih lebih ganteng dari dia. " Kekeh Evan merasa puas menjahili anak lelakinya.
"Iya sih pa bener. " Kikir Dera memandang Jason dan Evan bergantian, hal itu membuat Jason mendengus kesal.
“Makanya kayak gue dong Bang, mukanya cantik campuran mama sama papa yang ganteng.” Ejek Via seraya berlalu pergi.
Jason mendengus kesal seraya menatap kepergian Sivia, “iya sih gue setuju.” Gerutu Jason yang langsung mendapat kikikan dari Sivia.