Awal Pertemuan
Bandung, 15 Agustus 2017
"Sivia! Psstt Vi. " Desis seseorang pada telinga gadis yang tengah asyik memainkan ponselnya.
"Hm."
"Siviaaaaa! " Panggil orang itu kembali.
"Hm." Sahut gadis yang dipanggil Sivia itu.
"Sivia ih. "
Sivia mulai kesal, "Hm... Kenapa Silvi? " Tanyanya kepada teman yang mengganggu kegiatannya.
"Kasih tahu gue jawaban nanti ya. " Cengir Silvi memohon pada Sivia.
Mendengar itu membuat Sivia memutarkan bola matanya kesal, "Hm." Dehemnya kembali memainkan ponsel.
Sampai seseorang kembali datang menghampiri meja Sivia, “Sivia gue pinjem buku catatan lo ya.”
“Hm, ada di tas Rin.” Sahut Sivia tanpa memalingkan pandangannya dari ponsel pintar miliknya.
“Sivia lo mau sekelompok bareng gue gak nanti praktek?”
“Boleh.” Angguk Sivia mengiyakan ajakan temannya yang lain.
“Siv, besok jadi kan belajar bareng?”
“Lo atur aja tempatnya ya Don, biar gue tinggal dateng.” Titah Sivia tanpa mengalihkan pandangannya dari layar ponsel miliknya, lagi.
“Siv gue nyalin PR Fisika dong, gue lupa kalo harini pelajaran Pakekok.”
“Astaga!” Geram Sivia mulai kesal, “Ambil aja di tas kenapa sih, lo semua pada ganggu gue lagi maen nih.” gerutunya kesal.
“Siv nanti pas bagian MTK gue duduk sama lo ya.”
“Ya – ya – ya, terserah lo aja. Jangan ganggu gue dong, ini bentar lagi gue menang nih.” Protes Sivia yang semakin kesal karena teman – temannya sangat mengganggu.
"Sip dah, lo terbaik. "
Sivia pun menghela nafas lega saat kini sudah tak ada yang mengganggu kesenangannya, dia pun menumpukkan jidatnya pada meja sedangkan kedua tangannya dia simpan di bawah meja sambil memainkan ponsel.
‘TUK’
‘TUK’
‘TUK’
Terdengar bunyi ketukan sepatu, hal itu membuat keadaan yang semula ricuh berubah hening.
Namun Sivia masih belum menyadari bahwa keadaan kelas menjadi sunyi, dia masih sibuk menumpukan kepalanya pada ujung meja dengan kedua tangan di kolong tengah memainkan ponselnya.
“Vi.” Bisik Silvi teman sebangku Sivia.
“Sivia!” Ucap Silvi menyenggol lengan Sivia.
“Sivia!”
Terdengar Sivia berdecak kesal, “Apa lagi sih Sil?” Tanya Sivia malas kepada teman di sebelahnya.
“Bukan gue yang ngomong.” Bisik Silvi.
"Lah terus siapa? Hantu? " Sinis Sivia masih enggan meninggalkan kegiatannya.
“Sivia, simpan Hp nya atau saya sita!”
“Sivia Evandaresta!” Teriak seseorang memenuhi ruangan.
Lagi - lagi Sivia berdecak kesal, “Ck apaan sih Silvi? Lo gak liat gue lagi main ML, diem dulu bentar lagi gue menang.” Gerutu Sivia saat mengira yang memanggilnya adala temannya yang suka jahil.
“Bukan gue Siv.” Bisik Silvi teman sebangku Sivia.
“Sivia lihat Ibu!”
‘BRAK’
“s**t kaget gue.” Umpat Sivia seraya melemparkan ponselnya ke atas meja, “aish... Jadi kalah kan.” Gerutunya seraya mengangkat kepalanya ke atas.
'GLEK'
“Mampus.”Gumam Sivia setelah mendongakkan kepalanya menatap seseorang yang tengah berdiri di hadapannya.
"Eh ada ibu. " Cengir Sivia menatap Ibu guru sembari tangannya menarik pelan ponsel milliknya.
"Nyengir kamu. "
"He - he... Kalo gak nyengir, bukan Sivia Buk. " Cengir Sivia seraya memandang teman - temannya, "bener gak? " Tanya Sivia yang langsung dapat sorakan dari temannya.
'BRAK'
“SIVIA EVANDARESTAAAAA! Keluar kamu!”
“HUWAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA!” Sivia yang kaget akan teriakan sang guru pun langsung lari terbirit – b***t memutari bangku belakang kemudian berlari ke arah pintu, melihat tu sontak membuat seluruh temannya menertawakan kekonyolan yang dia buat.
“Untung Sivia Evandaresta, kalo gue mungkin udah masuk BK sekarang.” Gumam Silvi seraya mengusap – usap dadanya.
Sivia Evandarista, atau yang sering dipanggil Sivia adalah murid yang paling pintar di antara teman – teman SMP yang lainnya. Dia adalah anak dari pemilik yayasan sekolah yang tengah dia tempati saat ini, maka tak sedikit yang mengenalnya. Selama dua tahun ke belakang, dia masuk ke dalam jajaran paling atas siswi terpopuler, selain pintar dia juga memiliki paras yang cantik. Tak ayal jika para murid laki – laki banyak yang gencar mendekatinya
...
“Huftttttt!”
"Gila... Hah... Gila... Suaranya... Nyentak... Sampe... Hah.... Usus... Hah. " Gumam Sivia.
Kini Sivia mengatur nasfasnya yang masih terengah – engah, dia berjalan memasuki salah satu bilik di kamar mandi khusus wanita kemudian mendudukkan bokongnya di pinggiran WC duduk.
“Untung aja gue bisa kabur pagi ini, kalo enggak udah pasti ketinggalan episode terbaru nih.” Ucap Sivia seraya merogoh ponselnya dari dalam saku baju seragamnya.
Selain pintar dan cantik dia juga sedikit nakal, tapi nakal untuk versinya berbeda dengan yang lain. Dia tidak merokok atau minum - minum dan semacamnya hanya saja terkadang dia sering melewatkan absen harian setelah istirahat dan pada saat pelajaran pertama dimulai.
Seperti pagi ini, dia memilih untuk berdiam diri di dalam kamar mandi demi bisa menonton salah satu drakor favoritnya yang dibintangi oleh Woo Do Hwan dan Joy Red Velvet.
“Aaaaahhhhhh Do Hwan Oppa emang ganteng.” Seru Sivia bergerak gelisah seraya terus memperhatikan layar ponselnya sembari mengeluarkan sebuah permen loli berbentuk kaki dari dalam saku rok yang langsung dia buka bungkusnya kemudian memasukkannya ke dalam mulut.
"Gak siapa - siapa gue akting di depan Bu Nina
" Kekeh Sivia merasa bangga pada dirinya.
Selang dua jam kemudian...
“Ah, episode kali ini gantung banget astaga.” Omel Sivia seraya mematikan ponselnya kemudian keluar dan berniat kembali ke dalam kelas, "tapi lumayan... Ada kiss scene nya. " Lanjut Sivia berbicara sendiri.
"Cukup dulu nontonnya, sekarang belajar dulu. " Gumam Sivia seraya memasukkan ponselnya ke dalam saku rok berniat kembali ke dalam kelas setelah dua jam lamanya dia menjadi penunggu toilet.
...
Tak terasa bel pulang sudah berbunyi beberapa menit yang lalu, kini Sivia tengah menunggu seseorang di depan gerbang sekolah, berhubung sekolahnya jauh dari jalan raya akhirnya dia memutuskan untuk menungu seseorang menepati janjinya.
Tapi kini dia sudah sangat kesal pada orang itu pasalnya sudah lama dia menunggu namun tak kunjung datang, “Awas lo Jason, ketemu gue lo langsung mampus.” Gerutu Sivia seraya melirik ke arah jam tangannya.
"Eh ada kang Es krim, beli dulu dah. " Gumam Sivia berjalan menghampiri pedagang es krim.
'Eh buset, ganteng bener Kang es krim masih muda beuh' batin Sivia tersenyum miring.
"Mang." Sapa Sivia.
"Iya neng? Mau pesen? "
"Iya Mang, sebelumnya kenalan dulu tapi. " Cengir Sivia tiba - tiba, "saya Via Mang, murid sekolah itu tuh. " Tunjuk Sivia pada gerbang sekolah miliknya.
"Ah iya neng Via, Mang teh —" "Eits Mang, gak usah ngenalin Mang... Via udah tahu kok. " Potong Sivia cepat.
"Apaan neng? "
"Mang kan jualan es krim... " Ujar Sivia sengaja menggantungoan ucapannya.
"Hooh neng, terus? " Tanya si Mang tukang es.
"Gimana kalo Via panggilnya, Mang Nis aja. " Ujar Sivia.
"Apaan tuh ? "
"Mang Manis... Eaaa. " Seru Sivia membuat wajah tukang es itu bersemu.
"Mang jangan baper ya. " Ucap Sivia.
"Kenapa? "
"Aku juga mau dibaperin soalnya. " Rayu Sivia sembari menerima es.
"Hadeuh."
"Jadi berapa Mang Nis? " Tanya Sivia dengan kekehan.
"Gak usah neng, Mang kasih gratis. "
"Loh kok gitu? " Tanya Sivia.
"Udah lah kak ambil aja... Gak punya duit kan? Jadi rayu si Mang nya biar dapet gratis. " Sahut anak kecil yang tiba - tiba datang, "udah sana - sana. " Usir anak itu mendorong tubuh Sivia menjauh dari gerobak es.
"Makasih Mang Nis. " Teriak Sivia mengacungkan kap es krim di tangannya.
'Sial ketahuan. ' batin Sivia sembari duduk di pos sambil menikmati es yang dia dapat tadi.
Sudah satu jam lebih Sivia menunggu Jason kakaknya yang berjanji untuk menjemputnya, namun yang ditunggu tak kunjung datang. Karena memang jarak sekolah Jason yang lumayan jauh membuat kakak satu – satunya itu sangat malas untuk mengantar jemputnya, selain itu jug karena jalan yang harus dilewati paling suka macet.
“Abang kemana sih? Ini udah mendung, bentar lagi hujan.” Gerutu Sivia seraya menghentakkan kakinya ke aspal.
Sivia mencoba menghubungi Jason, dan keluarganya, namun semuanya tak dapat dia hubungi. Dengan penuh kekesalan, Sivia memutuskan untuk pulang menggunakan Taksi. Itupun dia harus berjalan jauh agar bisa bertemu dengan jalan raya, “Tau gak akan dijemput, aku ikut bus jemputan aja.” Gerutu Sivia sembari jalan tergesa – gesa karena hari yang sudah mulai gelap dan jalanan yang sepi.
Tanpa dia sadari dari arah yang berlawanan ada seseorang yang juga tengah berlari ke arahnya.
‘BUGH'
Sivia menabrak cowok berseragam putih abu, hal itu membuatnya mendongakkan kepalanya menatap siapa yang dia tabrak. Sivia merasa dunianya runtuh seketika, “matanya, hidungnya astaga ini mirip banget sama Oppa yang di drama tadi.” Batin Sivia menjerit senang, 'eh gak deng, ini mah campuran Indo Jerman kayaknya' pikir Sivia.
“Kakak ganteng banget,” gumam Sivia dengan kedua bibirnya sedikit terbuka.
Cowok itu menatap Sivia risih, “Dek, itu ilernya.” Tunjuk cowok itu seraya mengusap ujung bibir miliknya.
Sivia tersentak, “sulrp... ah iya Kak, maaf.” Panik Sivia seraya mengusap ujung bibirnya menggunakan punggung tangannya.
Melihat tingkah Sivia, membuat cowok itu langsung tertawa kecil karena menurutnya sangat lucu.
“Loh, kakak kok ketawa?” Selidik Sivia seraya mengusap kembali kedua ujung bibirnya dengan ibu jari.
'Menarik. ' batin cowok itu.
"Banyak ya iler Via." Gumam Sivia sampai mebgusap bagian belakang lehernya.
Hal itu semakin membuat cowok itu menertawakan tingkah Sivia, “ish, kok malah ngetawai ...” Ucap Sivia terpotong karena tiba – tiba cowok itu mengecup bibirnya pelan.
‘CUP’
‘Ya ampun, mimpi apa Sivi semalam. Kenapa adegannya persis banget sama drama yang Sivi tonton tadi, aaa bang Jason makasih Sivi janji gak akan bunuh abang.’ Batin Sivia senang karena cowok di depannya itu.
Awalnya cowok itu mendiamkan bibirnya menempel dengan Sivia, namun tiba – tiba lagi cowok itu malah melumatnya. Hal itu semakin membuat Sivia tersentak kaget, dia bingung harus bagaimana.
Akhirnya sampai Sivia menyadari ternyata cowok itu sudah mengambil ciuman pertamanya dan dengan lancangnya cowok ganteng di hadapannya itu malah semakin memperdalam ciumannya, hal itu membuat Sivia berusaha berontak agar ciumannya terlepas. Namun sayang, tangan cowok di depannya sangat kuat.
Cowok itu melepaskan ciumannya lalu memandang Sivia dengan senyum yang menghiasi wajahnya, “manis.” Ungkap cowok itu seraya mengusap ujung bibir Sivia yang basah karena ulahnya.