Hari yang paling Jonathan tunggu-tunggu akhirnya tiba juga. Ya, hari ini adalah hari senin, hari di mana Jonathan akan pergi menemui Melinda di apartemen wanita itu.
Saking semangatnya, hari ini bahkan Jonathan bangun lebih pagi dari biasanya.
Saat ini, Jonathan sudah berada di ruang makan.
Kedatangan Jonathan sempat mengejutkan para pelayan, itu karena Jonathan datang lebih cepat dari biasanya.
Untung saja, saat Jonathan datang, makanan sarapan sudah siap, jadi saat ini Jonathan sedang menikmati sarapannya.
Selang beberapa menit kemudian, Raline memasuki ruang makan, bergabung bersama Jonathan.
"Kamu ada meeting, Mas? Tumben banget jam segini sudah di meja makan."
"Iya." Jonathan menjawab singkat pertanyaan Raline.
"Mas."
"Apa?" Kali ini Jonathan menjawab pertanyaan Raline tanpa menatap wanita yang berstatus sebagai istrinya tersebut.
"Hari ini aku mau pergi jalan-jalan sama teman-teman aku, boleh?"
"Apa saya pernah melarang kamu pergi bersama teman-teman kamu?" Alih-alih menjawab pertanyaan Raline, Jonathan malah balik bertanya.
Raline menggeleng pelan. "Sama sekali enggak pernah."
"Kalau kamu mau pergi, pergi saja." Jonathan malah senang jika hari ini Raline juga akan pergi bersama dengan teman-temannya.
Jika Raline pergi jalan bersama teman-temannya, itu artinya, Raline akan pergi dalam kurun waktu lama, bisa sampai 2 atau 3 hari. Jonathan tahu, mengingat ini bukan kali pertama atau kedua Raline pergi bersama teman-temannya. Kegiatan tersebut sangat rutin dilakukan, dalam kurun waktu 1 bulan, Raline dan teman-temannya bisa pergi berlibur sebanyak 2 kali.
Senyum di wajah Raline merekah sempurna begitu mendengar ucapan Jonathan yang memberinya izin untuk pergi jalan-jalan. "Terima kasih banyak, Mas."
Jonathan menanggapi ucapan Raline dengan anggukan kepala.
Raline kembali menikmati sarapannya, begitu juga dengan Jonathan.
Selama menikah dengan Jonathan, Raline sama sekali tidak merasa jika Jonathan mengekangnya, karena Jonathan memang tidak mengekang Raline. Jonathan membebaskan Raline, dan Raline sama sekali tidak merasa curiga atas kebebasan yang Jonathan berikan padanya.
Jonathan hanya meminta supaya Raline bisa menjaga nama baiknya, juga nama baik keluarganya.
Seusai sarapan, Jonathan pergi ke kantor, sementara Raline pergi ke salon.
Sebelum pergi berlibur bersama teman-temannya, Raline selalu menyempatkan diri untuk melakukan perawatan, mulai dari ujung kaki, sampai ujung kepala, semuanya harus terlihat sempurna.
Kedatangan Jonathan di sambut oleh Bian. Sejak tadi, Bian memang sudah menunggu kedatangan sang atasan di loby kantor.
"Mana oleh-oleh buat gue?" tanya Bian begitu dirinya dan Jonathan sudah memasuki lift.
Di dalam lift tersebut, hanya ada Jonathan dan Bian.
Lift untuk para petinggi perusahaan dan lift untuk para karyawan memang dibedakan. Semua itu dilakukan demi kenyamanan bersama.
Bian tahu kalau kemarin, Jonathan pergi berlibur ke kota Bandung bersama Raline, dan juga kedua orang tua Raline.
Jonathan tidak memberi tahu Bian tentang liburannya tersebut, tapi Bian tahu dari setiap postingan yang Raline unggah di akun social medianya.
"Nih oleh-oleh buat lo." Jonathan menyerahkan sebuah paper bag berwarna hitam pada Bian. Jonathan tahu kalau Bian akan meminta oleh-oleh padanya, jadi Jonathan sudah menyiapkannya.
Bian menerima paper bag tersebut dengan penuh semangat. Senyum di wajahnya semakin lebar setelah tahu apa isinya. "Terima kasih, Jo."
"Sama-sama."
Jonathan dan Bian sampai di lantai yang mereka tuju. Jonathan pergi menuju ruangannya, begitu juga dengan Bian yang pergi menuju meja kerjanya.
Hari sudah beranjak siang, dan Jonathan baru saja selesai menikmati makan siangnya. Hari ini pekerjaan Jonathan sangat banyak, jadi Jonathan memutuskan untuk makan siang di kantor.
"Kenapa hari ini waktu terasa sangat lama?" Jonathan merasa jika waktu hari ini berjalan lamban, lain halnya dengan Melinda yang merasa jika waktu hari ini berjalan sangat cepat, terlalu cepat malahan.
Jonathan dan Melinda memiliki keinginan yang berbeda.
Jonathan ingin segera bertemu Melinda, tapi Melinda justru tidak mau bertemu dengan Jonathan.
Itulah kenapa Jonathan merasa jika waktu berjalan lamban, sementara Melinda merasa waktu berjalan begitu cepat.
"Masih jam 1," gumam Jonathan sesaat setelah melihat jam yang melingkari pergelangan tangan kirinya.
Jonathan lalu menatap meja kerjanya yang sangat berantakan. Jonathan menghela nafas berat, kemudian melanjutkan pekerjaannya.
Jonathan mau, sebelum pergi menemui Melinda, pekerjaannya sudah selesai.
***
Melinda baru saja selesai mandi ketika mendengar notifikasi pesan masuk. Melinda meraih ponselnya, lalu membaca pesan yang Jonathan kirimkan.
Jonathan bilang kalau sebentar lagi, Jonathan akan tiba di apartemennya.
"Kok gue deg-degan ya," gumam Melinda sambil memegang dadanya yang kini berdebar hebat.
Melinda meletakkan ponselnya di nakas, lalu bergegas merapikan penampilannya.
Melinda yang sejak tadi menunggu kedatangan Jonathan di sofa ruang tamu bergegas mendekati pintu apartemen begitu bel berbunyi.
Melinda yakin jika yang datang adalah Jonathan. Sebelum membuka pintu, Melinda terlebih dahulu menarik dalam nafasnya, kemudian menghembuskannya secara perlahan-lahan, setelah merasa jika rasa gugupnya berkurang, barulah Melinda berani membuka pintu apartemen.
Melinda berharap jika tebakannya salah, namun sayangnya, tebakan Melinda 100% benar, yang datang adalah Jonathan.
"Hai," sapa Jonathan sambil tersenyum lebar.
Sayangnya, Melinda sama sekali tidak bisa membalas senyuman lebar Jonathan.
Apa Jonathan kecewa? Jawabannya adalah, sama sekali tidak. Jonathan sama sekali tidak kecewa, karena Jonathan memang sudah tahu, Melinda pasti tidak akan menyambut kedatangannya dengan penuh suka cita.
Tangan kanan Jonathan yang sejak tadi bersembunyi di balik punggungnya akhirnya keluar, saat itulah Melinda terkejut.
Melinda terkejut saat melihat bunga yang Jonathan bawa.
"Ini buat kamu, terimalah."
Melinda menerima bunga tersebut, lalu tanpa sadar, menghidup dalam-dalam aromanya.
Aroma yang sangat Melinda sukai.
"Boleh saya masuk?"
Melinda bergeser, mempersilakan Jonathan memasuki apartemennya.
Bunga yang Jonathan bawa bukanlah bunga mawar merah, tapi bunga lily putih, bunga kesukaan Melinda. Melinda tidak terlalu suka mawar karena bunga mawar memiliki duri, karena itulah Melinda lebih menyukai bunga Lily.
"Sebenarnya apa saja yang dia ketahui?" gumam Melinda tanpa sadar.
Melinda yakin jika Jonathan membawa bunga Lily bukan karena kebetulan semata, tapi karena Jonathan memang tahu, kalau ia sangat menyukai bunga Lily.
Gumaman Melinda di dengar oleh Jonathan.
Jonathan terkekeh, lalu berbalik menghadap Melinda.
Melinda terkejut dengan pergerakan Jonathan yang tiba-tiba berbalik menghadap ke arahnya. Melinda mundur beberapa langkah ketika sadar jika jaraknya dan Jonathan terlalu dekat.
"Apa kamu mau tahu apa saja yang saya ketahui tentang kamu, Melinda?" Jonathan menatap lekat Melinda, terus mengikuti setiap pegerakan bola mata Melinda.
"Iya, saya ingin tahu, apa saja yang Anda ketahui tentang saya, Tuan Jonathan." Melinda membalas tatapan Jonathan dengan tak kalah lekatnya.
"Kamu menyukai semua semua warna, tapi warna yang paling kamu sukai adalah warna hitam. Kamu suka semua makanan, tapi kamu tidak bisa memakan udang, karena kamu alergi udang."
Melinda melotot, tak menyangka jika Jonathan tahu warna apa yang ia sukai, dan makanan apa yang tidak bisa ia konsumsi karena ia memiliki alergi. "Lalu apa lagi?" tanyanya penasaran.
"Yakin mau tahu semuanya?"
Melinda mengangguk cepat. Melinda penasaran, apa lagi yang Jonathan tahu tentang dirinya.
Jonathan menurunkan pandangannya.
Melinda mengikuti ke mana mata Jonathan saat ini memandang, dan pandang Jonathan saat ini tertuju pada kakinya.
"Ukuran kaki kamu 36, benar kan?"
"Iya, itu benar."
Jonathan lalu menaikan pandangannya.
Melinda mengikuti setiap pergerakan mata Jonathan. Melinda melotot ketika sadar ke mana pandangan Jonathan tertuju.
Jonathan berdeham. "Dan untuk yang itu, ukurannya adalah 38."
Melinda semakin melotot, tak tahu lagi harus senang atau sedih karena Jonathan juga tahu ukuran buah dadanya.
Jonathan kembali menurunkan pandangannya. "Sekarang kita ke bagian tengah."
Melinda seketika tahu bagian tengah mana yang Jonathan maksud. Pasti yang Jonathan maksud adalah ukuran celana dalamnya.
"Stop!" Melinda membekap mulut Jonathan menggunakan tangan kanannya, meminta Jonathan untuk tidak melanjutkan ucapannya.
Jonathan membuka mulutnya, lalu menjulurkan lidahnya, menjilati telapak tangan kanan Melinda.
Melinda terkejut, lalu dengan cepat menarik tangannya menjauh dari mulut Jonathan.
Jonathan terkekeh, sedangkan Melinda merenggut.
Melinda melanjutkan langkahnya yang sempat terhenti, begitu juga dengan Jonathan.
Melinda duduk di sofa, dan Jonathan memutuskan untuk duduk di hadapan Melinda, alih-alih duduk di samping Melinda.
"Jadi ... ada apa?" Melinda ingin tahu apa yang ingin Jonathan bicarakan dengannya, karena dengan begitu, ia bisa segera mengakhiri pertemuannya dengan Jonathan.
"Apa begini cara kamu menyambut seorang tamu?" Jonathan menatap lekat Melinda dengan salah satu alis terangkat.
Melinda mendengus, tahu betul apa maksud dari ucapan Jonathan. "Mau minum apa?"
Meja di hadapan Jonathan dan Melinda memang benar-benar kosong, tidak ada apapun di sana. Melinda memang sengaja melakukannya.
"Kamu terdengar sangat terpaksa."
"Memang." Melinda menyahut ketus.
"Ya sudah, sebaiknya saya pulang." Jonathan berdiri, dan itu membuat Melinda panik.
Dengan gerakan cepat, Melinda menghampiri Jonathan.
"Jangan pergi," ucap Melinda dengan nada memelas. Sekarang kedua tangan Melinda bertumpu di bahu kekar Jonathan.
Jonathan mengurungkan niatnya untuk pergi. "Kamu barusan bilang apa?"
"Jangan pergi," sahut gugup Melinda.
"Baiklah, saya tidak akan pergi." Jonathan melingkarkan kedua tangannya di pinggang Melinda, lalu mendorong tubuh Melinda supaya lebih dekat lagi dengan tubuhnya.
Melinda mencoba melepaskan kedua tangan Jonathan dari pinggangnya, tapi usaha Melinda gagal.
"Lepas," pinta Melinda memelas.
Jonathan menggeleng, menolak untuk melepaskan Melinda. Jonathan malah menenggelamkan wajahnya di perut Melinda.
"Kamu tahu, Melinda, saya tidak bisa melupakan aroma tubuh sekaligus aroma parfume kamu," bisik mesra Jonathan.
Melinda ingin sekali membalas ucapan Jonathan, mengatakan jika dirinya juga tidak bisa melupakan aroma tubuh dan aroma parfume yang Jonathan gunakan.
Semuanya terjadi begitu cepat, sampai Melinda tidak memiliki kesempatan untuk menghindar.
Sekarang posisi Melinda terlentang di sofa, dengan Jonathan yang berada di atasnya, memerangkap tubuhnya.
"Besok kamu berangkat jam berapa?" Jonathan tahu kalau besok Melinda akan pergi ke luar kota, hanya saja Jonathan lupa, jam berapa Melinda akan berangkat ke sana.
"Jam 1 siang aku harus sudah sampai di kantor manager aku."
"Itu artinya, paginya kamu masih memiliki waktu untuk beristrirahat."
"Maksudnya?" Melinda menatap bingung Jonathan, tidak mengerti apa maksud dari ucapan Jonathan barusan.
Jonathan menunduk, mengecup bibir ranum Melinda yang berwarna pink alami.
Lagi-lagi untuk kesekian kalinya Melinda terkejut, dan Melinda tak bisa menolak atau menghindar karena semuanya terjadi dengan sangat cepat.
"Saya merindukan kamu, Melinda," bisik parau Jonathan tepat di depan bibir Melinda.
Pengakuan Jonathan mengejutkan Melinda. Melinda tak menyangka jika Jonathan merindukan dirinya.
Tiba-tiba Melinda bertanya pada dirinya sendiri, apa ia juga merindukan pria yang saat ini ada di hadapannya?
"Kamu tidak merindukannya, Melinda," ucap Melinda dalam hati.
Semakin lama, belaian tangan kanan Jonathan di paha kanan Melinda semakin intens. Melinda memakai rok, jadi Jonathan bisa dengan mudah menyibak rok yang Melinda gunakan.
Tanpa sadar, Melinda menggigit bibir bawahnya, menahan supaya dirinya tidak mendesah ketika sentuhan jari-jemari tangan kanan Jonathan semakin naik.
"Jangan menahannya Melinda, saya mau mendengarnya." Tangan kiri Jonathan terulur, melepas bibir bawah Melinda yang sejak tadi Melinda gigit.
Desahan seksi Melinda akhirnya lolos begitu bibir tipis Jonathan mendarat di lehernya, salah satu titik paling sensitif dari tubuh Melinda.
Kedua tangan Melinda meremas kuat rambut Jonathan. Melinda mencoba menjauhkan wajah Jonathan dari lehernya, tapi bukannya menjauh, wajah Jonathan malah semakin terbenam di ceruk lehernya.
Dengan tidak sabaran, Jonathan membuka satu-persatu kancing pakaian yang Melinda gunakan.
Akhirnya Jonathan bisa melihat kedua buah d**a sintal Melinda yang tertutupi bra berwarna merah. Warna yang sangat kontras dengan kulitnya yang putih bersih.
Melinda mencoba untuk kembali mengancingkan pakaiannya, tapi dengan cepat, Jonathan menahan kedua tangan Melinda.
Melinda menatap tajam Jonathan.
"Apa kamu datang menemui aku karena mau melakukan hubungan seks?"
"Kalau iya, kenapa?"
"Aku bukan pelacur."
"Aku tahu, dan aku juga tidak pernah bilang kalau kamu adalah p*****r, Melinda." Jonathan mulai mengganti kata saya menggunakan kata aku.
"Aku tidak mau melakukannya." Entah dapat kekuatan dari mana, tapi Melinda berhasil mendorong Jonathan sampai akhirnya Jonathan menyingkir dari atas tubuhnya.
Dengan cepat, Melinda merubah posisinya menjadi duduk. "Sebaiknya kamu pulang, atau cari saja wanita lain yang mau melakukan hubungan seks sama kamu."
"Tadi kamu minta aku tetap tinggal di sini, Melinda."
"Sekarang aku berubah pikiran."
"Aku haus, mau minum." Jonathan mengabaikan jawaban Melinda.
"Baiklah, tunggu sebentar. Aku akan membuat minuman untuk kamu." Melinda harap, setelah nanti Jonathan minum, Jonathan pergi meninggalkan apartemennya.
Melinda pergi menuju dapur, dan tanpa Melinda sadari, Jonathan mengikutinya.
Melinda sedang membuat kopi ketika mendengar suara langkah kaki Jonathan mendekat. Melinda menoleh, terkejut karena Jonathan berdiri tepat di hadapannya.
"Ada apa?"
"Tidak ada, aku hanya ingin melihat minuman apa yang sedang kamu buat untuk aku."
Melinda mengangguk, lalu berbalik memunggungi Jonathan, dan kembali melanjutkan kehidupan.
Melinda baru saja akan mengangkat gelas kopi ketika Jonathan tiba-tiba mengangkat tubuhnya.
"Akh!" Melinda spontan menjerit karena terkejut.
Jeritan Melinda mengundang tawa Jonathan. Melinda sontak mendengus, kesal karena Jonathan yang malah mentertawakannya.
Jonathan mendudukan Melinda di meja makan.
Melinda mencoba turun, namun sayangnya, Jonathan dengan cepat menahan tubuh Melinda supaya tetap berada di atas meja makan.
"Mau kamu tuh apa sih?" Teriak Melinda emosi.
"Aku mau ini." Setelah menjawab pertanyaan Melinda, dengan cepat, Jonathan menempelkan bibirnya pada bibir Melinda, lalu mencium Melinda.