Awalnya Jonathan akan menginap di kantor, tapi setelah mendapat telepon dari Chandra, Jonathan memutuskan untuk pulang ke rumah.
Jonathan sampai di rumah ketika malam sudah larut, jadi kedatangan Jonathan tidak disambut oleh Raline yang sudah tidur 1 jam sebelum Jonathan pulang.
Jonathan memang tidak memberi tahu Raline jika Jonathan akan pulang, jadi Raline tidak menunggu kepulangan Jonathan. Jika saja Jonathan memberi tahu Raline, mungkin Raline akan menunggu kepulangan sang suami.
Besok Jonathan harus berangkat pagi-pagi, jadi begitu sampai di rumah, Jonathan memutuskan untuk langsung istirahat.
Jonathan merasa jika dirinya baru saja beristirahat begitu tahu jika hari sudah berganti, dan pagi sudah datang menyapa.
Jonathan bergegas mandi, selesai mandi, barulah mengemas barang-barang yang akan di bawanya pergi ke kota Bandung.
Jonathan keluar dari kamar sambil membawa koper mini miliknya. Jonathan menaruh semua barang bawaannya di mobil yang sudah terparkir di depan pintu utama.
Saat kembali memasuki rumah, Jonathan bertemu dengan salah satu pelayan.
"Mba, tolong buatkan saya kopi ya."
"Baik, Tuan. Akan segera saya buatkan." Pelayan tersebut bergegas pergi menuju dapur.
Permintaan Jonathan didengar pula oleh Raline yang baru saja keluar dari dalam lift.
Raline tidak tahu jika semalam Jonathan pulang, jadi tadi Raline memasang raut wajah sedih, tapi begitu mendengar suara bariton Jonathan, raut wajah Raline berubah menjadi sangat bahagia, tidak lagi nampak kesedihan di wajahnya.
Raline bergegas menghampiri Jonathan yang saat ini sedang bersantai di ruang keluarga sambil bermain ponsel.
Jonathan sedang membalas pesan dari Chandra, dan membaca beberapa laporan penting yang baru saja masuk.
"Mas, sejak kapan kamu ada di rumah?" Raline pikir, Jonathan masih berada di kantor.
"Semalam Ibu sudah menghubungi kamu, kan?" tanya Jonathan tanpa menjawab terlebih dulu pertanyaan dari Raline.
"Sudah, Mas."
Semalam, setelah Chandra menghubungi Jonathan, dan tahu apa jawaban Jonathan, Alina menghubungi Raline, memberi tahu Raline jika pagi ini mereka akan pergi berlibur kota Bandung.
Awalnya Raline tidak mau pergi bersama Chandra dan Alina, tapi begitu Alina memberi tahu Raline kalau Jonathan akan ikut, barulah Raline mau pergi.
Raline sangat bahagia, tak menyangka jika akhirnya Jonathan mau pergi ke kota Bandung bersamanya, juga kedua orang tuanya.
Kesempatan emas tersebut akan Raline gunakan dengan sebaik-baiknya. Raline tidak akan menyia-nyiakan kesempatan tersebut.
"Ya sudah, sebaiknya kamu siap-siap, sebentar lagi kita akan berangkat." Jonathan tidak mau terjebak macet, jadi akan jauh lebih baik kalau ia berangkat lebih awal.
"Ok. Aku akan segera mengambil barang-barang aku." Raline kembali ke kamar, sementara Jonathan tetap berada di ruang keluarga.
Tak sampai 30 menit kemudian, Raline datang sambil menggeret koper pink mini di tangan kirinya.
"Mas, apa kamu sudah menyiapkan semua kebutuhan kamu untuk kita berlibur nanti?"
"Sudah." Jonathan menjawab pertanyaan Raline tanpa menatap sang istri yang saat ini sudah duduk di sampingnya. "Sebaiknya kita berangkat sekarang."
"Ayo." Senyum di wajah Raline tidak pernah luntur.
Jonathan dan Raline berdiri. Keduanya keluar dari rumah, lalu memasuki mobil yang akan mengantar mereka pergi ke bandara.
Jonathan dan Raline tidak akan pergi ke rumah orang tua Raline, tapi keduanya akan langsung pergi ke bandara. Jonathan dan Raline akan bertemu Chandra juga Alina di sana.
Setelah menempuh perjalanan yang memmakan waktu selama hampir lebih dari 3 jam, Chandra, Alina, Jonathan, dan Raline akhirnya sampai di kota Bandung.
Saat ini mereka semua sudah berada di hotel. Mereka semua memutuskan untuk istirahat sejenak sebelum nanti pergi makan siang bersama.
Jonathan sedang duduk santai di sofa, begitu pula dengan Raline. Keduanya duduk di sofa yang berbeda dengan posisi yang saling berhadap-hadapan.
"Apa yang saat ini sedang Melinda lakukan?" Tanpa sadar, Jonathan bergumam.
Sejak semalam, Jonathan tidak bisa berhenti memikirkan Melinda. Jonathan sudah mencoba untuk tidak memikirkannya, tapi saat ia mencoba untuk tidak memikirkannya, bayang-bayang wajah Melinda malah terus menghantui pikirannya.
Raline mendengar gumaman Jonathan, tapi tidak bisa mendengarnya dengan jelas. "Mas, kamu ngomong apa?" tanyanya sambil menatap Jonathan dengan kening yang kini berkerut.
Pertanyaan Raline mengejutkan Jonathan.
"s**t! Apa dia mendengarnya?" Umpat Jonathan dalam hati. Jonathan pikir, pertanyaan tadi, ia ucapkan dalam hati, bukan secara langsung.
"Aku hanya menggumamkan kalimat tidak penting."
"Oh, ok." Atensi Raline kembali tertuju pada layar ponselnya.
Jawaban Raline membuat perasaan Jonathan lega. Jonathan pikir, Raline mendengar jelas gumamannya, tapi ternyata tidak.
Jonathan tiba-tiba berdiri.
Pergerakan Jonathan menarik perhatian dari Raline. "Kamu mau ke mana, Mas?"
"Aku mau cari udara segar di luar." Jonathan menjawab pertanyaan Raline sambil terus melangkah keluar dari dalam kamar.
"Hati-hati, Mas." Raline tidak mau pergi bersama Jonathan, dan Jonathan malah mensyukuri hal tersebut.
Begitu keluar dari kamar, Jonathan memutuskan untuk mencari tempat sepi.
Setelah memastikan jika suasana dai sekitarnya sangat sepi, barulah Jonathan menghubungi Melinda.
Jonathan sudah tidak bisa menahannya lagi. Jonathan ingin mendengar suara Melinda, mungkin dengan begitu, perasaannya akan berubah menjadi lega.
Sampai saat ini, Jonathan masih menyimpan nomor Melinda. Jonathan memang sempat menghapus nomor Melinda dari kontaknya, tapi tak sampai 1 jam kemudian, Jonathan kembali menyimpan nomor wanita tersebut di dalam kontaknya. Sebenarnya Jonathan sudah menghapal nomor Melinda, jadi ketika menghapus kontak Melinda, itu sama sekali tidak berarti apapun.
Jonathan menyandarkan tubuhnya di sofa dengan mata terpejam. Jonathan terus berdoa, berharap jika Melinda tidak akan menolak panggilannya.
"Kenapa dia enggak bisa dihubungi?" gumam Jonathan sambil menatap bingung layar ponselnya. Jonathan kembali menghubungi Melinda, tapi ternyata tetap tidak bisa.
"Ternyata nomor gue diblok," gumam Jonathan shock. Jonathan tidak menyangka jika Melinda memblokir nomornya.
Untung saja Jonathan punya 2 nomor, jadi Jonathan bisa kembali menghubungi Melinda. Kali ini Jonathan menghubungi Melinda menggunakan nomor pribadinya.
Sebelumnya, Jonathan menghubungi Melinda menggunakan nomor yang biasa ia gunakan untuk bekerja.
Senyum di wajah Jonathan melebar begitu panggilannya dengan Melinda tersambung.
Tak lama kemudian, Melinda mengangkat panggilan dari Jonathan.
"Halo." Suara merdu Melinda menyapa gendang telinga Jonathan.
"Akhirnya gue bisa mendengar lagi suara merdunya Melinda," ucap Jonathan dalam hati. Senyum di wajah Jonathan semakin lebar, luar biasa bahagia walau hanya mendengar suara Melinda. Hanya mendengar suara saja sudah membuat Jonathan teramat sangat bahagia, apa lagi kalau bertemu langsung, mungkin Jonathan akan jungkir balik saking senangnya.
"Halo, ini siapa ya?" Melinda kembali bersuara ketika tak kunjung mendengar tanggapan dari orang yang menghubunginya. Jika orang tersebut tidak kunjung bersuara, maka Melinda akan mengakhiri panggilan tersebut.
"Melinda Putri Dwi Hartanto." Jonathan akhirnya bersuara setelah cukup lama terdiam.
Tubuh Melinda menegang, dan sekarang, raut wajahnya berubah menjadi pucat pasi.
Tubuh Melinda menegang bukan karena nama lengkapnya baru saja disebutkan, tapi ketika mendengar suara dari pria yang sangat ia kenal. Mereka memang baru bertemu, tapi Melinda sudah bisa mengenali suara Jonathan, karena suara Jonathan masuk ke dalam list suara yang tidak boleh Melinda lupakan.
"Jo-jonathan," gumam Melinda terbata.
"Ternyata kamu masih mengingat suara dan nama saya, Melinda."
Jonathan tak bisa menyembunyikan rasa senangnya begitu mendengar namanya disebut oleh Melinda. Jonathan bahagia karena Melinda bisa mengingatnya.
"Tentu saja, bodoh!" Sayangnya umpatan tersebut hanya bisa Melinda ucapkan dalam hati. Melinda tidak berani untuk mengatakannya secara langsung.
"Ada apa?" Jika sebelumnya Melinda terdengar sangat gugup, maka sekarang, Melinda terdengar sangat ketus.
"Apa lagi yang Jonathan inginkan darinya?" Itulah pertanyaan yang saat ini ada dalam benak Melinda.
Pertanyaan ketus Melinda seketika membuat Jonathan sudah bisa menebak bagaimana ekspresi wajah Melinda saat ini.
"Dia bertambah cantik jika sedang kesal," ucap Jonathan dalam hati.
"Kita harus bertemu, Melinda." Jonathan menekan 4 suku kata yang baru saja ia ucapkan. Jonathan sengaja melakukannya, berharap Melinda mengerti jika ia tidak ingin mendengarkan penolakan dari Melinda. Yang Jonathan mau adalah, Melinda tidak menolak untuk bertemu dengannya.
"Bertemu? Kita tidak perlu lagi bertemu!" Sayangnya, Melinda menolak tegas ajakan Jonathan. "Untuk apa kita bertemu? Sudah tidak ada lagi yang harus kita bahas."
Melinda merasa terkejut, bingung, sekaligus juga penasaran ketika Jonathan mengajaknya untuk bertemu.
Penolakan Melinda sama sekali tidak membuat Jonathan kesal. Jonathan tahu kalau Melinda pasti akan menolak ajakannya.
"Apa kamu yakin jika tidak ada lagi yang harus kita bahas?"
"Tentu saja, memangnya apa lagi yang harus kita bahas?" Nada bicara Melinda semakin tak bersahabat.
Emosi Melinda tersulut begitu mendengar nada bicara Jonathan yang terdengar sekali sangat mengejeknya.
Jonathan tersenyum lebar, sudah bisa membayangkan betapa kesalnya Melinda sekarang ini. "Sayangnya masih ada hal yang harus kita bahas, Melinda."
"Tidak ada lagi yang harus kita bahas!" Melinda tetap menolak untuk bertemu dengan Jonathan. Menurut Melinda, memang tidak ada lagi yang harus dirinya dan Jonathan bahas.
Jonathan tahu kalau Melinda akan menolaknya lagi, karena itulah, Jonathan segera mengirim sebuah video pada Melinda.
Jonathan tidak punya pilihan lain selain memaksa Melinda supaya mau bertemu dengannya.
"Lihathan video yang baru saja saya kirimkan, Melinda."
"Tidak mau!" Lagi-lagi Melinda menolak tegas permintaan Jonathan.
"Kamu akan menyesal jika tidak melihatnya." Kali ini nada bicara Jonathan berubah menjadi lebih serius dari sebelumnya.
"Baiklah." Melinda menyahut pasrah.
Tanpa mengakhiri panggilannya dengan Jonathan, Melinda lalu melihat video yang baru saja Jonathan kirimkan padanya.
"Apa Anda sudah gila!" Teriak Melinda penuh emosi. Emosi Melinda seketika meledak setelah melihat video apa yang tadi Jonathan kirimkan.
"Senin malam, saya akan datang ke apartemen kamu. Jangan menghindari saya, atau saya akan menyebarluaskan video tersebut!" Jonathan mengabaikan teriakan Melinda, dan Jonathan baru saja mengancam Melinda.
"Apa Anda baru saja mengancam saya, Tuan Jonathan?" Melinda mendesis penuh amarah.
Jika saja saat ini Jonathan ada di hadapannya maka Melinda akan benar-benar melampiaskan amarahnya pada Jonathan. Melinda bukan hanya akan memaki Jonathan, tapi tak akan segan-segan lagi untuk menyakiti Jonathan.
"Iya. Saya tidak main-main dengan ancaman yang baru saja saya berikan. Jika senin malam saya tidak melihat kamu di apartemen, maka saya akan dengan senang hati memberikan video syur kita berdua pada setiap awak media yang ada di negara kita!" ucap tegas Jonathan.
Video yang beberapa saat lalu Jonathan kirimkan pada Melinda adalah video di mana Jonathan dan Melinda sedang berhubungan intim. Dalam video berdurasi pendek tersebut, wajah Jonathan tidak terlihat jelas, tapi wajah Melinda terlihat sangat jelas.
"Gila, itulah kata yang cocok untuk Anda." Melinda sama sekali tidak peduli jika Jonathan akan tersinggung atau sakit hati begitu mendengar ucapannya, karena menurutnya, Jonathan memang pantas mendapatkannya.
Melinda tak habis pikir, bisa-bisanya Jonathan mengancamnya.
"Sebenarnya apa yang Jonathan mau darinya?" Pertanyaan tersebut tiba-tiba muncul dalam benak Melinda.
"Saya tahu, Melinda." Jonathan sama sekali tidak tersinggung dengan ucapan Melinda karena apa yang Melinda katakan memang benar. Dirinya sudah gila, benar-benar gila, dan yang sudah membuatnya gila adalah Melinda. Jadi Melinda harus bertanggung jawab atas kegilaan yang saat ini ia rasakan.
"Hari senin saya si–"
"Saya tahu kalau hari senin kamu sama sekali tidak sibuk." Jonathan menyela ucapan Melinda yang belum selesai. "Saya sudah memeriksa jadwal kerja kamu untuk 1 minggu ke depan, dan kamu luang di hari senin."
Informasi yang kemarin Edwin berikan pada Jonathan sangat lengkap, benar-benar lengkap.
Edwin bukan hanya mencari tahu tentang, siapa Melinda? Siapa orang tuanya? Apa pekerjaannya? Tapi Edwin juga mencari tahu, siapa saja teman-teman dan sahabat Melinda? Edwin juga mencari tahu apa saja jadwal Melinda selama 1 minggu ke depan, dan tak lupa untuk mencantumkan, brand apa saja yang saat ini bekerja sama dengan Melinda.
Alasan Jonathan ingin bertemu Melinda hari senin malam karena memang hanya hari itulah Melinda tidak bekerja. Hari selasa, Melinda akan pergi ke luar kota untuk urusan pekerjaan, dan akan kembali lagi ke Jakarta di hari minggu.
"Anda benar-benar gila." Melinda tak habis pikir, benar-benar shock, tak menyangka jika Jonathan tahu apa saja kegiatannya selama 1 minggu ke depan, padahal dirinya sendiri saja tidak tahu apa kegiatannya karena yang mengurus itu semua adalah managernya.
"Kamu sudah tahu kalau saya gila, jadi jangan membuat saya semakin gila," balas lirih Jonathan.
Melinda tidak membalas ucapan Jonathan. Tanpa mengatakan apapun lagi pada Jonathan, secara sepihak Melinda mengakhiri sambungan teleponnya dengan Jonathan.
Jonathan sama sekali tidak terkejut. Jonathan tahu, Melinda pasti akan melakukannya.
"Besok minggu," gumam Jonathan dengan raut wajah yang berubah masam. Jonathan ingin segera hari senin, hari di mana dirinya akan bertemu dengan Melinda, wanita yang sudah membuatnya tergila-gila.
"Setelah hari itu, kita akan terus bersama Melinda," ucap tegas Jonathan. "Tidak akan ada orang yang bisa memisahkan kita berdua, tidak akan pernah ada! Saya tidak akan pernah membiarkan pria lain merebut kamu dari saya. Kamu milik saya, Melinda, dan saya juga sepenuhnya milik kamu," lanjutnya sambil tersenyum devil.
Jonathan kembali ke kamar dengan perasaan yang jauh lebih baik dari sebelumnya. Ternyata memang benar, setelah berbicara dengan Melinda, perasaannya menjadi lebih baik lagi.