6. First Death°

1147 Kata
Sisilia menggeliat di balik selimut yang acak-acakan. Perasaannya masih di alam mimpi. Dia berbaring di hamparan awan tebal, nyaman dan hangat. Hanya saja gemuruh dari perut membangunkannya. Aroma sedap menggelitik indera pembau. Dia membuka mata dan mendapati kamarnya terang oleh cahaya matahari yang menerobos masuk lewat kaca jendela. Ambrosio rupanya bangun lebih dulu dan membuka tirai. Pria itu juga memasak dan sengaja membiarkan pintu kamar terbuka agar dia mencium bau makanan. Cara yang romantis sekali untuk membangunkan istrinya, Sisilia mencibir. Dia menggaruk-garuk rambutnya yang tergerai berantakan. Dia teringat sesuatu dan bangun tiba-tiba, melempar selimutnya dan berlari keluar kamar dalam keadaan bugil. Ambrosio yang melihatnya terbelalak. Ia hampir melempar wajan yang digunakannya untuk memanggang ikan. Sisilia melintasi ruang tengah. "Oi, mau ke mana kau, Sisilia?!" "Barang-barangku, Ambrosio. Aku membawa sampel penting. Mereka tersimpan dalam bagasiku." "Barang-barangmu ada di kamar depan." Ambrosio mematikan kompor listrik dan menyusul Sisilia ke kamar depan. Kamar lain di apartemen itu. "Aku sengaja menaruh di sana supaya barang-barangmu tidak berserakan di ruangan lain." Ugh, satu lagi kesempurnaan Ambrosio. Ia suka memastikan semuanya tertata rapi. Sisilia berjongkok di lantai dan membuka koper hitam yang ditandai label khusus. "Oh, ya Tuhan, kuharap sampel itu tidak rusak," ujarnya cemas. Dalam koper itu terdapat sebuah kotak lagi dengan kunci khusus dan pendingin. Dia memeriksa kondisi sampel di dalamnya melalui layar interaktif di permukaan kotak itu. "Oh. Syukurlah, sampelnya baik-baik saja, oh ...." Sisilia memeluk kotak itu. "Maafkan kelalaianku, sampelku ...." Ambrosio dongkol sekali melihatnya. Wanita itu berposisi mengangkang menampilkan keseluruhan miliknya dan tubuh penuh memar merah keunguan bekas gigitannya, terutama di wilayah s**********n dan sekitarnya. Setelah bercinta dengannya sekarang wanita itu ingin bercinta dengan kotak sampelnya. Jika Sisilia tidak bugil mungkin ia tidak akan sebegitu cemburunya. Ia melempar sehelai kemeja miliknya pada Sisilia. "Setidaknya kenakan dulu pakaian sebelum kau mencari sampelmu, Sisilia. Aku tidak keberatan kau telanjang, tapi Hiro mungkin datang sebentar lagi membawa Tetsuya ke sini." "Oh. Iya." Sisilia meletakkan kotak sampelnya kembali dalam koper dan menutupnya lalu mengenakan kemeja dari Ambrosio. Dia melirik pada Ambrosio yang bertelanjang d**a dan hanya mengenakan celana panjang piama. Tato di punggungnya menjadi pemandangan indah ketika pria itu berbalik menuju dapur. Tato itu menakdirkan Ambrosio sebagai pemimpin yakuza berikutnya. Salah satu hal yang ditakutinya jika mencintai Ambrosio, dia mungkin akan kehilangan Ambrosio karena dibunuh. Bahaya akan selalu mengancam Ambrosio, termasuk dirinya dan anak mereka. Dia menyusul Ambrosio ke dapur, duduk di bangku bar, memandangi Ambrosio. Suaminya lanjut memasak dan wajahnya tampak serius sekali. Kemampuan memasak Ambrosio tak diragukan lagi. Ia sudah setaraf koki profesional. Di balik sifat manjanya, Ambrosio pria yang mandiri. Entah kapan pria ini tidak memesona lagi, jadi dia bisa mantap meninggalkannya. Bagaimana jika sebaliknya? Ambrosio yang tidak punya hasrat lagi padanya, padahal dia masih butuh. Apa yang harus dilakukannya? "Makan, jangan melamun," ucap Ambrosio sembari mengecup keningnya. Sepotong daging Salmon panggang dengan saus miso tersaji di depannya bersama semangkuk nasi putih. Sisilia memang lapar, tetapi makanan itu kali ini tidak menggoda seperti biasanya. Dia justru melihat Ambrosio lebih menggiurkan. Apa karena dia sudah mengakui pria ini bertahta dalam hatinya. Sisilia turun dari bangku dan berlari kecil ke sisi pantri yang lain untuk bersama Ambrosio. Tatapan mereka beradu. "Hm?" Ambrosio heran melihat Sisilia tersenyum dan matanya berbinar antusias. "Ada apa?" Sisilia mencondongkan tubuh mengungkungnya ke meja pantri. "Ambrosio, aku ...." Sisilia menarik pinggang celana piama Ambrosio dan melirik ke dalamnya. Sesuai harapannya, pria itu tak mengenakan celana dalam dan penisnya sedang tertidur. "Katamu kau ingin waktu khusus untuk kita berdua saja. Jika Tetsuya datang, tak ada lagi waktu itu. Aku hanya ingin memanfaatkan waktu sebelum mereka datang ...." Ucapan Sisilia segera disela Ambrosio dengan ciumannya. Ia menangkup kedua pipi Sisilia dan menyesap bibirnya. "Lakukan, Sisilia!" perintahnya dengan suara hampir menggeram. Rahangnya mengeras dan mata tajam menyipit. Sisilis menurunkan pinggang celananya hingga ke lutut dan melahap benda di selangkangannya dengan rakus. Kali ini gilirannya yang mengaum, "Ohhh, Sisilia ...." Ia membelai rambut Sisilia dengan jemari yang kaku, menahan diri agar tidak menjambak dan menekan kepalanya. Miliknya mulai mengeras dan mulut Sisilia menjadi sesak. Berdiri di dapur dan menjadi hidangan pembuka istimewa benar-benar di luar dugaannya. Melihat Sisilia begitu menikmatinya, Ambrosio siap melepaskan muatannya dalam mulut hangat itu. Ambrosio menggerakkan pinggulnya. "Sisi, aku akan segera keluar ...," gumamnya disambut anggukan dari wanitanya. Ia mencengkeram belakang kepala Sisilia, pertahanannya sudah di ujung tanduk. Biiip. Bibibip. Kunci pintu depan terbuka. Treeeek .... Ambrosio terpicu. "Oh!! Ugh ... Ah, sialan!" Ia memaki dan cairan miliknya muncrat kencang dalam mulut Sisilia. Sebagian kecil meleleh di bibir wanitanya karena gerakan maju mundurnya. "Oniisaan!" seru Hiro riang melenggang santai dalam rumah Ambrosio. Tetsuya bergelayut di punggungnya seperti anak koala karena memang mengenakan baju hangat model koala. Sisilia yang berjongkok di bawah pantri menelan cairan dalam mulutnya dan mengusap mulutnya menggunakan lengan kemeja lalu berdiri sambil tersenyum lebar. Meskupun dadanya berdebar terkejut, dia menyapa Hiro sewajar mungkin. "Hai, Hiro! Ohayo!" Ambrosio tertelungkup di pantri dan tangannya diam-diam membenahi celananya. Jika kedatangan Hiro tadi serangan musuh, bisa-bisa ia sudah dibuat mati mendadak. Kenapa Hiro selalu muncul di saat-saat genting? Ambrosio mengepalkan tinju saking geramnya. "Ohayo, Sisilia-chan!" balas Hiro. Ia heran melihat Ambrosio menelungkupkan wajah di sebelah Sisilia. "Oh, Oniisan, genkidesuka?" Kakak, kamu baik-baik saja? Kakaknya mengangkat wajah tetapi enggan menatapnya, berlagak ke lemari es mengambil minum. Sisilia hanya mengenakan sehelai kemeja, mendatanginya untuk mengambil Tetsuya. "Tae-tae, anakku sayang, Mama merindukanmu!" "Mommy!" sahut Tetsuya dan berpindah ke pelukan Sisilia. "Ayo, ikut Mama." Sisilia bergegas membawa Tetsuya ke kamar diiringi tatapan curiga Hiro. Melihat penampilan kakak dan iparnya kali itu, Hiro senang bukan main dalam hati. Ha ha ha, ia adalah virus pengganggu di saat yang tepat. Namun ia pura-pura tidak paham, karena dari tatapannya saja, ia tahu Ambrosio berniat membunuhnya. "Wah, oniisan, salmon masakanmu terlihat enak, boleh kucicipi?" ujarnya untuk mengalihkan isu. Ia meraih sumpit di pinggir piring ikan, tetapi Ambrosio memukul tangannya. "Ambil di sana, di wajan. Ini untuk Sisilia!" bentak Ambrosio. "So nee," ya ampun, "Oniisan, kau bucin juga rupanya, ck ck ck .... Eh, kau dengar itu tadi? Tetsuya memanggil mamanya." Hiro buru-buru mengganti topik karena melihat gelagat Ambrosio hendak memukulnya. Ambrosio mendehem lalu mereguk air dingin dari botolnya. Hiro terus bicara, "padahal Tetsuya jarang bertemu Sisilia, tapi anak itu langsung bisa memanggil ibunya. Ia juga bisa memanggilku pamannya. Sedangkan kau, Oniisan, kau bersama Tetsuya hampir tiap hari, tapi tak pernah sekali pun Tetsuya memanggil ayah padamu. Kenapa bisa begitu ya? Apa Tetsuya tidak mengenalimu sebagai ayahnya? Oniisan, kau yakin Tetsuya anakmu?" Baiklah, mungkin nasib Hiro selalu jadi sasaran perundungan kakaknya. Namun itu karena salahnya sendiri. Mulutnya harimaunya. Bogem mentah melayang ke wajah Hiro. Ambrosi menerjang adiknya. Keduanya bergulat di ruang tengah. Sisilia bisa mendengar teriakan menyayat hati Hiro. Sayangnya dia tidak dapat menolong karena sedang mandi. Sementara Tetsuya bermain mobil-mobilan di karpet di tengah kamar. Perhatiannya sedikit teralihkan oleh suara pamannya itu. "Mazushi oji-san ...." paman yang malang, gumam Tetsuya lalu kembali asyik bermain. *** Bersambung....
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN