7. Don't Know What To Do^

1040 Kata
Cast kita: Sisilia, 28 tahun, still in denial. Aku sibuk bekerja, so what? Tetsuya Marco Yamazaki (3 tahun) Tetsuya benci kamera dan anaknya gak bisa diam, jadi dapat fotonya pas dia tidur di dekapan ibunya. Ambrosio Marc-Olivier alias Amano Marco Yamazaki, 34 tahun. I am what I am, hot as ever. Mature like a fine wine. Hiro Stefano Yamazaki, 33 tahun. Keep calm and do my thing *** "Ehm, yeah, sure, I will!" Sisilia bicara dengan supervisornya melalui telepon. Dia berbaring di karpet dan kaki dinaikkan ke sofa. Tetsuya duduk di perutnya mematahkan beberapa biskuit stik Pocky. "I'll take my time here and I'll call you as soon as I get the result. ... Ofcourse, don't worry about it. Thanks for calling me. Bye!" Sisilia menjatuhkan ponsel ke sisinya dan mengembuskan napas lelah. "Dari tempat kerjamu?" tanya Hiro yang duduk berselonjor di sofa, asyik main gim di ponselnya. "Hmm." Sisilia menyahut pendek. Dia menguap karena sedikit mengantuk dan bosan. "Mommy!" seru Tetsuya. Ia menyodorkan patahan biskuit ke mulut ibunya. Sisilia memakan biskuit itu. "Thank you, Baby Tae, gomawo ...," ucapnya. Tetsuya tersenyum riang dan menyuapi Mommy-nya lagi. "Tak mengherankan Tetsuya terlambat bicara, terlalu banyak bahasa asing yang didengarnya," gumam Hiro. "Mereka tidak membiarkan kau menikmati liburan dengan tenang, ya?" ujarnya lagi. "Oh, tidak, bukan seperti itu. Mereka meneleponku untuk memastikan aku sudah tiba di rumah dengan selamat dan mengatakan aku bisa mengambil cuti selama yang kuperlukan." "Oh?" Hiro melirik sekilas pada Sisilia yang pandangannya menerawang ke langit-langit. "Kau tidak terlihat senang. Kenapa? Apa kau merasa dirumahkan sekarang?" "Tidak, bukan karena itu," jawabnya. Tetsuya melonjak-lonjak, membuat Sisilia menurunkan anak itu ke karpet. Tetsuya berlari ke sana kemari dalam rumah. Dia sendiri duduk dan menumpukan dagu ke lutut. "Aku sedang mengalami krisis." Sisilia menjelaskan dengan lesu. "Aku Kepala Unit Penelitian Pengembangan dan Inovasi. Mereka memberiku sampel khusus untuk diteliti, tetapi aku tak tahu apa yang harus kulakukan dengan benda itu. Pikiranku buntu. Penelitian tidak lagi membuatku b*******h dan berada di sana membuatku ingin melarikan diri." Hiro menghentikan gimnya sesaat. "Ini hal baru. Aku tak menyangka kau bisa mengalaminya." "Aku sendiri juga berpikir begitu. Kenapa ini bisa terjadi padaku, di saat ada proyek penting yang harus kukerjakan? Mereka menyuruhku mengambil cuti panjang dan aku boleh kembali jika sudah menemukan apa yang ingin kulakukan dengan sampel-sampel itu. Aku seorang peneliti yang tak bisa meneliti lagi. Aku rasa inilah kematian pertamaku. Aku merasa tidak berharga dan hidupku selama ini sia-sia. Huaaaah!" Dia kembali berbaring telentang di karpet. Ambrosio baru saja keluar dari kamar saat mendengar Sisilia bicara. Bau segar sabun mandi menebar dari tubuhnya. Ia mandi sebentar dan jengah melihat Hiro masih ada di apartemennya, bersantai ria bersama istrinya. "Kau belum mati, Sisilia, kau hanya butuh istirahat. Bekerja di sana mungkin menyenangkan, tetapi terlalu lama menjalaninya, menjadi rutinitas yang membosankan. Kau perlu melakukan aktivitas lain yang banyak menggunakan tenaga fisik dan tidak perlu menguras kerja otak. Itu penting agar otak dan tubuh seimbang." "Wah, Onii-san, kau menggunakan istilah yang menarik untuk memberitahu Sisilia bahwa dia harus bersetubuh denganmu karena kalian berpisah terlalu lama," celutuk Hiro. Ambrosio melirik tajam padanya. "Bukankah ada yang harus kau lakukan, Hiro? Kenapa kau masih di sini?" "Melakukan apa? Aku tak ada kesibukan lain, makanya aku di sini." Hiro kembali sibuk memainkan gim di ponselnya. Ambrosio angkat kaki siap menendang adiknya itu. Namun Tetsuya mendekat dengan berlari kecil lalu menarik-narik pinggang celananya di depan ibunya. "Kenapa Tetsuya? Kau ingin pipis?" tanya Sisilia. Dia bangkit untuk membantu Tetsuya , tetapi seruan Ambrosio menghentikannya. "Tetsuya, pipis sendiri! Tidak perlu orang lain membantumu!" Anak itu terdiam, menatap polos ke ayahnya. "Ambrosio, aku ibunya, bukan orang lain." Sisilia mengingatkan. "Tetsuya sudah besar, apa yang bisa dilakukan pria seorang diri, ia harus bisa melakukannya!" Ambrosio membalas tatapan Tetsuya. Muka bayi Tetsuya seketika hilang. Rahangnya mengeras dengan bibir terkatup rapat, dagu terangkat dan melirik tajam pada Ambrosio. Anak itu tidak berkata apa pun. Ia melangkah mantap mematuhi sang ayah. Tetsuya berjalan sendiri menuju toilet. Ambrosio mengiringi untuk memastikan anaknya buang air kecil dengan rapi. Sisilia menepuk jidatnya melihat kelakuan ayah dan anak itu. "Aku tak percaya Ambrosio bisa sekeras ini pada Tetsuya. Anaknya sendiri! Ya ampun!" Hiro melongok melalui sandaran sofa ke arah Ambrosio dan Tetsuya pergi. Ia geleng-geleng kepala. "Aku yang mengganti popok Tetsuya sejak baru lahir saja tidak setega itu." Ia beralih menatap Sisilia. "Hanya padamu sikap kakakku benar-benar berbeda, Sisilia. Ia menjadi lembut dan penyayang jika berhadapan denganmu. Orang lain bisa dicabiknya jika mendekat." Sisilia membuang muka. Dia bangkit dari karpet, melangkah ke balkon. Angin dingin di musim gugur membuatnya merapatkan baju hangat rajutan yang dikenakannya. Langit kelabu dengan awan tebal bergelayut di angkasa. Pepohonan di bawah sana daun-daunnya menguning. Sebagian sudah menjadi pohon mati dengan ranting-ranting panjang kurus serupa jari-jari mencakar langit. Siku Sisilia menumpu ke pagar balkon. Dia bertopang dagu dan melayangkan pandangan nun jauh ke arah di mana Kediaman Keluarga Yamazaki berada. Sikap lunak Ambrosio serta kenekatannya melawan ketua klan demi dirinya seakan menunjukkan kelemahan Ambrosio. Ayahnya pasti khawatir dia akan mempengaruhi Ambrosio dan mungkin menghasutnya meninggalkan klan. Tidak, dia tidak akan melakukan itu. Dia tidak ingin menjadi perusak sebuah keluarga. Dia tak pernah menginginkan ini, terlibat dalam organisasi yakuza, apalagi menjadi istri seorang pewaris klan yakuza terbesar di Jepang. Hiro menghampirinya. Pria itu meregangkan tangan sambil menarik napas dalam lalu mengembuskan kuat. "Fuaaahh! Sejuk sekali udara hari ini, cuaca yang bagus untuk berendam di pemandian air panas." Sisilia tidak menyahut, membuat mereka dalam kesunyian sesaat. Hiro turut bertumpu siku ke pagar balkon. "Aku yakin kau pasti mengerti kenapa kakakku tidak membawamu ke rumah utama." Sisilia tidak bereaksi. Hiro melanjutkan, "Situasinya semakin rumit. Masalahnya bukan hanya hubungan kalian yang masih sulit diterima ayah kami, suasana di rumah sedang tidak kondusif. Sesuatu yang besar telah terjadi. Masalah yang sangat besar, Sisilia." Sisilia kali ini memperhatikan Hiro dengan saksama. Matanya terbuka lebar, menatap Hiro tanpa berkedip. "Amano membantai puluhan orang kemarin malam. Empat belas orang di antaranya adalah para pewaris klan yang menjadi aliansi klan Yamazaki. Kau tahu Amano bisa menjadi sangat sadis. Meskipun ia melakukannya karena membela diri, aku yakin klan lain tidak akan membiarkannya begitu saja. Karena itu, Sisilia, kakak iparku tersayang, jangan lagi terlalu lama meninggalkan kakakku. Tanpamu, ia menjadi gila." *** BERSAMBUNG....
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN