Tenda tersebut sebenarnya hanya muat untuk empat sampai lima orang saja karena memang kapasitasnya segitu. Sehingga saat ini untuk di gunakan enam orang sekaligus memang terasa lebih sempit dan berdesak-desakan. Namun apa boleh buat, para pria tidak tega untuk meminta Ririn dan Putri kembali ke tenda mereka karena terlihat ketakutan.
“Udah, tidur aja. Putri sama Ririn biar tengah. Gua juga udah ngantuk, mending sekarang lanjut tidur biar besok pagi fresh bisa lanjut muncak, oke?” Bang Opung memberikan instruksi.
“Ya, Bang,” jawab mereka berlima serentak.
“Pokonya ntar kalau denger apa-apa atau ada yang manggil nggak usah bangun. Merem aja. Kalian harus tidur agar besok bisa muncak dengan semangat. Gua nggak mau kalian bangun dan histeris lagi. Oke? Tidur bangun tidur bangun begitu bisa jadi penyakit.” Bang Opung langsung menasehati para anggota agar tidak jadi permasalahan lagi seperti tadi.
“Ya, Bang.”
Mereka berlima hanya bisa mengiyakan saja apa yang dikatakan oleh Bang Opung dan mencoba untuk melakukan setiap nasehat yang diberikan oleh ketua mereka. Mereka berenam pun menata posisi tidur segera untuk melanjutkan kembali istirahat malam. Bang Opung pojok, lalu Putri di sampingnya. Samping Putri ada Ririn, lalu Kodel, Rahmat, dan ujung satunya adalah Dalwi. Mereka sengaja meletakkan Ririn dan putri di tengah agar lebih aman. Bang Opung tidak mau berbuat hal buruk pada Putri karena tidak terpikirkan seperti itu sehingga pria itu memilih untuk tidur menghadap ke arah sisi tenda memunggungi Putri. Sedangkan Putri, Ririn, Kodel, Rahmat, dan Dalwi tidur terlentang. Mereka sudah menata posisi untuk tidur dan mencoba memejamkan mata.
“Duh, gua ada di pojok bikin merinding mulu. Sial amat,” gerutu Dalwi yang sudah memejamkan mata, tetapi masih sulit untuk tidur.
Tidak lama kemudian mereka pun terlelap satu per satu. Saat mengetahui semua sudah terlelap tidur dengan nyenyak, Kodel langsung beraksi. Kodel ini sudah hafal persis sifat Ririn yang ketika tidur tidak mudah untuk dibangunkan. Ririn kalau sudah kena ketek Kodel, pasti tidur lelap seperti saat ini meski tadi terlihat ketakutan dan histeris karena melihat penampakan. Kodel tersenyum hendak melancarkan aksinya.
Tangan Kodel meraba tubuh Putri dengan cara memeluk Ririn. Jadi tangan Kodel yang ada di atas tubuh Ririn itu bablas ke tubuh Putri. Setelah meraba-raba Putri dan terasa ada kesempatan, Kodel pun masuk ke celana Putri. Tangannya berolahraga malam di situ untuk mengorek-ngorek liang yang sudah becek. Putri hanya merasa geli dan menahan untuk tidak menggeliat karena ada Bang Opung di samping dan Ririn yang sudah tidur.
Kodel tersenyum dan semakin berani melancarkan aksinya. Terlihat wajah Kodel sudah m***m maksimal dan semakin mengaduk-aduk lubang milik Putri. Kodel sudah terbawa nafsu, tetapi tidak bisa melampiaskan begitu saja karena tubuh Ririn menjadi penghalang dan juga dalam tidak ada teman-teman yang lain, takut kalau ketahuan. Setelah puas, Kodel dan Putri pun terlelap dalam kondisi tangan Kodel masih berada di dalam celana Putri.
Sekitar lebih dari tengah malam, semua sudah terlelap dan tidak ada gangguan sama sekali. Namun Rahmat tidak sengaja menindih tubuh Dalwi yang ada di paling ujung. Kaki Rahmat mengenai tubuh Dalwi yang membuat pria itu terkejut dan terbangun dari tidurnya.
“Busyet! Ngapain, sih, ini?” gumam Dalwi yang terkejut sambil mengusap matanya.
Dalwi yang benar-benar masih merasa ngantuk pun beberapa kali menguap sambil mencoba memindahkan kaki Rahmat dari tubuhnya tetapi kesulitan. “Busyet, susah amat buat mindahin, nih, kaki!”
Dalwi rasa heran karena Rahmat sama sekali tidak bergeming saat dia mencoba untuk memindahkan tubuh Rahmat yang menindih Dalwi. Saat menengok ke tempat-tempat yang lain, Dalwi terkejut melihat sesuatu yang kurang mengenakkan. Tangan Kodel berada di tubuh Putri dan dalam kondisi masuk di celana Putri. Dalwi jelas terkejut melihat itu karena ada Ririn yang berada di antara Kodel dan Putri.
“Gila, tuh! Kodel ... Kodel ....” Dalwi mencoba memanggil nama kawannya tetapi sama sekali tidak mendapatkan hasil. Dalwi jadi teringat tentang pesan dari Bang Opung untuk mengabaikan saja jika ada sesuatu hal yang terjadi atau ada yang memanggil nama.
“Kodel ... Putri .... Kodel ... Kodel ....” Dalwi mencoba kembali untuk memanggil nama kedua orang itu tetapi sama sekali tidak mendapatkan jawaban.
“Haish, kagak bakal nyahut kalau gini. Kasihan Putri, tuh. Eh, tapi Putri sama Kodel sama-sama merem. Apa Kodel ini mimpi jorok kali, ya? Tapi mimpi jorok napa, tuh, tangan bisa sampe di tempat Putri? Aneh, banget,” gumam Dalwi bicara dengan diri sendiri karena Rahmat juga tidak segera bangun.
Dalwi ingin sekali melanjutkan tidur tetapi merasa tidak nyaman karena melihat kondisi itu dan merasa bersalah kalau tidak membantu Putri melepaskan tangan Kodel. “Eh, jangan-jangan besok mereka nggak ada yang percaya kalau aku cerita kayak begini. Dah, gua dokumentasi dulu biar mereka percaya. Kodel, kan, raja ngelak. Ntar malah gua dikira yang mengada-ada. Putri juga nggak gampang percaya ama gua, ntar dikira fitnah.”
Dalam kondisi kesulitan bergerak, Dalwi meraih ponsel yang berada di sampingnya persis saat tidur dan hampir tertindih badannya sendiri. Dalwi segera membuat video dengan zoom yang tepat untuk mengambil gambar Kodel yang tangannya main ke dalam celana Putri. Durasi video itu hanya sekitar tiga puluh detik saja untuk menjadi bukti kalau apa yang Dalwi lihat memang kenyataan dan tidak mengada-ada.
Setelah mengambil video tersebut akhirnya Dalwi berusaha sekuat tenaga untuk menyingkirkan tubuh Rahmat yang menindihnya. Meski kesulitan akhirnya Dalwi bisa bergerak lebih jauh dan segera menarik tangan Kodel dengan kasar dari dalam celana Putri. Dalwi jelas saja merasa kesal karena melihat hal itu. Apalagi Ririn berada di tengah antara Kodel dan Putri, bisa jadi masalah kalau Ririn tahu hal itu.
Setelah berhasil menarik tangan Kodel, akhirnya Dalwi berbaring lagi. Meski sulit baginya untuk memejamkan mata begitu saja karena terpikirkan tentang hal yang baru saja terjadi. “Dih, kalau kayak gitu masak nggak sengaja, sih? Emangnya Kodel nggak kerasa sama sekali? Gua malah jadi seudzon. Terus Putri juga pules amat tidurnya. Emang nggak ngrasa kalau apemnya diubek-ubek sama Kodel? Kayaknya nggak mungkin, kan, kalau nggak kerasa? Ck, nyebelin. Mana itu ada Ririn pula. Emangnya Ririn nggak kerasa, ya?”
Dalwi masih bertanya-tanya di dalam hati karena kejadian yang tadi dilihatnya masih mengganjal dan dianggap sesuatu yang aneh. Sepertinya tidak mungkin kalau ada orang melakukan hal itu dan yang disentuh juga sama sekali tidak merasakan. Apa Putri terasa, tetapi tidak berani menolak karena takut jadi salah paham dengan Ririn? Dalwi masih bertanya-tanya di dalam hati dan mencoba untuk memejamkan mata lagi, meski sulit untuk kembali tidur.
“Dasar Kodel c***l! Orang mimpi ya nggak segitunya juga kalik. Gua aja nggak pernah sampai grepe-grepe cewek meski ada kesempatan pun,” batin Dalwi yang jadi merasa kesal kepada temannya sendiri.
Dalwi tidak menyangka kalau temannya yang selama ini dikenal ternyata orangnya seperti itu. Besok Dalwi akan menegur Kodel dan Putri. Apakah mereka tahu atau tidak tentang kejadian ini? Paling tidak, apa mereka berdua berasa sesuatu?
Dalwi pun memejamkan matanya, tidur dengan lelap. Meski banyak hal aneh terjadi dan beberapa kali mendapatkan firasat buruk, kelompok itu tidak berhenti untuk mendaki gunung. Mereka berenam masih mencoba untuk melanjutkan pendakian besok pagi bersama-sama. Mereka mengabaikan tanda alam dan hati nurani yang sudah berkali-kali menjerit untuk memberikan isyarat.
Dalam tidur, Ririn bermimpi kalau melihat Kodel sedang bermesraan dengan seorang wanita. Ririn begitu marah dan mencoba melihat siapa wanita itu. Kodel sedang mencumbu wanita itu, lalu tanpa menunggu lama wanita itu berada di atas pangkuan Kodel dengan masih saling melumat satu dengan yang lain. Ciuman bibir itu makin panas dan membuat Ririn kesal.
Herannya kondisi saat itu seperti di tengah hutan, seolah-olah nyata. Ririn tidak sadar kalau hal itu hanya mimpi. Ririn yang marah dan cemburu bergegas untuk menghampiri Kodel sambil membawa sebuah batu yang cukup besar ukurannya. “Kodel! Lu ngapain sama, tuh, cewek?!” seru Ririn yang mulai emosi.
Kodel melepaskan ciuman wanita itu dan menatap Ririn. “Lu itu yang napa ganggu gua? Gua bosen sama lu yang suka marah-marah mulu. Mending sama yang cantik and baik. Ya, kan, sayang?” ucap Kodel sambil menyanjung wanita yang berada di pangkuannya.
Saat wanita itu berbalik menatap Ririn, alangkah terkejutnya melihat wanita itu adalah Putri. “Lu?? Dasar jalang! Nggak tahu diri lu!!”
Ririn yang emosi dan terbakar api cemburu segera memukul kepala Putri dengan batu yang dibawa. Pukulan itu berkali-kali dilayangkan. Meski di dalam mimpi, semua terasa begitu nyata. Sakit hati karena pengkhianatan dan saat memukul Putri hingga bersimbah darah merupakan hak yang terasa nyata. Kodel langsung menangis melihat kondisi Putri. Ririn kembali emosi dan langsung melayangkan batu di genggamannya ke arah Kodel.
“Mampus lu! Mampus sekalian!! Pengkhianat dan perayu emang pantes mati bareng!! Mampus lu! Mampus!!”
Ririn mengatakan hal itu sambil melayangkan batu besar itu ke arah kepala Putri dan Kodel bergantian hingga cairan merah kental menyeruak dan berceceran di mana-mana. Ririn merasa senang sudah bisa menghakimi orang tak berguna seperti itu. Ririn tertawa puas, meski hanya di dalam mimpi.