Gema adalah gadis lumayan pandai. Di kelasnya, meski dia tidak berada di ranking teratas atau sepuluh besar, akan tetapi nilai-nilai akademiknya lumayan memuaskan. Gema sebenarnya tidak terlalu obsesi dengan pelajaran-pelajaran di sekolah. Baginya, yang terpenting adalah lulus dari sekolah dan bisa melanjutkan kuliah. Itu saja. Mungkin karena akademiknya yang biasa-biasa ini, membuat Pak Gamal sedikit agak pasrah ketika dia dijodohkan dengan Hanif, pemuda cerdas nan tampan serta berasal dari keluarga berada lagi alim.
Namun sepertinya Pak Gamal tidak tahu, dengan adanya keterbatasan Gema tersebut, Gema memiliki kelebihan di bidang lain yang sangat luar biasa. Yaitu fashion designing. Gema sangat menyukai mendesain busana. Di sekolah, dia sering dipanggil guru-guru sekolahnya untuk mendesain baju muslim atau kostum yang akan dipakai di acara-acara apapun di sekolah. Kalau sudah disuruh-suruh mendesain busana, Gema pasti lupa akan segalanya alias sangat senang. Dan yang lebih menggembirakan adalah apa-apa saja yang didesainnya selalu disukai banyak orang, terutama di kalangan guru-guru di sekolah.
Yang menjadi obsesi Gema sekarang adalah mendesain apa saja yang berhubungan dengan Powerpuff girls. Baik itu baju, seprei, gorden, dan lain-lain. Sebenarnya sudah banyak barang-barang tersebut. Akan tetapi Gema ingin lebih dari itu. Tidak tahu kenapa dia suka sekali serial kartun yang terdiri dari Bubbles, buttercup, dan blossoms ini. Semua yang di benak Gema adalah powerpuff girls. Ada-ada saja gadis satu ini.
Di sekolah, tubuh Gema memang paling tinggi dibanding kebanyakan murid-murid perempuan. Wajahnya, cantik. Banyak yang naksir tentunya. Tapi, karena sikap dingin Gema yang acuh tak acuh juga jarang senyum, para kaum adam pun mundur teratur. Apalagi, Gema berasal dari keluarga berada, alim, dari kalangan Kiyai besar pula. So, Gema jadi tidak menjadi prioritas kaum adam untuk didekati. Lagipula, Gema juga jarang bergaul dengan teman-teman, meskipun satu kelas. Gema cenderung bermain sendiri. Tapi Gema tidak terlalu kecewa dengan minimnya pergaulannya. Yang terpenting baginya adalah kenyamanan. Gema memang nyaman dengan kesendiriannya. Sahabat satu-satunya yang mengerti dirinya ya Sarah, sepupunya.
Dan teman-teman sekolahnya hanya menegurnya saat memiliki hajat saja. Misalnya meminta bantuan mendesain sesuatu, atau meminta sumbangan. Karena Gema terkenal tidak pelit.
Lalu hari ini, lagi asyik-asyiknya mencoret-coret kertas kosongnya dengan pensil di atas meja belajar di kelasnya, Gema dipanggil ke kantor sekolah.
“Gema, kamu berkemas cepat. Kamu sudah ditunggu di luar oleh sepupu kamu, Sarah. Ada acara keluarga kamu mendadak katanya,”
***
Wajah Gema sangat tidak senang saat tiba di rumah. Orang-orang yang merupakan keluarga besarnya berkumpul di rumahnya. Mobil-mobil mewah berjejer di halaman luas rumahnya.
“Mama tidak berhak mengatur hidup aku! Jodoh aku! Aku tidak ingin menikah cepat! Aku masih ingin bebas, Ma!” pekik Gema saat berada di dalam kamarnya.
Plak! Plak!
“Kamu! Apa kamu tidak lihat mereka sudah serius? Mereka itu bukan orang sembarangan, Gema! Ini mereka sudah menunjukkan keseriusan. Kamu menikah minggu depan!” pekik Bu Nayura dengan nada tertahan. Dia tidak ingin para tamu mendengar pertengkarannya dengan Gema.
Gema sungguh kecewa. Dengan berderai air mata dia pun bersedia didandan para perias. Ternyata hari itu adalah acara lamaran Hanif. Yang tentu saja dihadiri oleh dua keluarga besar, keluarga Subhan Abbas dan keluarga Gamal Hassan.
Keluarga Hanif sepakat ingin mempercepat pernikahan antara Gema dan Hanif. Karena ternyata Hanif merasa lebih baik cepat menikah karena dia mengaku sudah tidak sanggup menahan lama. Dirinya merasa sudah saatnya menikah segera.
Gema sudah didandan. Dia memang luar biasa cantik. Memar bekas tamparan mamanya juga sudah tidak terlihat lagi. Gema akhirnya berusaha menahan amarahnya, begitu ke luar dari kamarnya.
Tentu saja mata-mata semua tertuju ke arahnya. Mata-mata kagum. Dan senyum palsu pun muncul dari wajahnya membalas tatapan kagum itu.
Tampak Hanif tersenyum puas. Bayangan hidup bahagia bersama Gema menari-nari di benaknya. Tidak sabar pula dia mengajak dara cantik itu ke dunianya.
Saat Gema merebahkan tubuhnya duduk di tengah kedua orangtuanya, dia melirih Sarah yang tengah tersenyum ke arahnya, Help me, Please, begitu mulut Gema berucap tanpa bersuara ke arah Sarah. Sarah menggeleng tersenyum pahit. Dia sangat tahu bahwa Gema tidak menginginkan ini semua.
Saat acara lamaran digelar. Gema terus saja menunduk. Dia tidak ingin melihat wajah-wajah yang hadir di kediamannya siang itu. Perasaan Gema sama sekali tidak senang. Karena dia merasa pendapatnya tidak didengarkan. Padahal ini adalah pernikahannya. Kini pikirannya penuh dengan berbagai siasat dan rencana. Dia benar-benar ingin ke luar dari masalah ini segera.
Kemana aku harus lari? Apa yang aku akan lakukan? Siapa dan apa sumberku nanti? Karena tentu saja aku tidak akan memiliki uang. Aku tidak bisa kabur begitu saja. Mencuri? Di rumah ini tidak ada uang cash dalam jumlah besar. Mengambil kartu Papa? Kartu kredit Mama? Mereka akan dengan gampang melacakku.
Pikiran Gema benar-benar dipenuhi dengan rencana ‘jahat’. Dia tidak lupa memikirkan dampak baik dan buruk. Karena dia akan pergi kabur dalam jangka waktu yang pasti tidak sebentar. selama-lamanya? Apa aku sanggup? Gema terus saja berpikir.
Gema sama sekali tidak mengikuti acara lamaran itu. Dia terus diam dan menunduk. Hanya sesekali dia mendongakkan kepalanya ketika pegal melanda tengkuknya. Tubuhnya memang ada di sana. Namun benaknya dipenuhi rencana-rencana.
Ke mana? Ke mana? Kini pertanyaan itu terus muncul.
Tiba-tiba ponsel Papa Gema yang duduk di samping Gema berbunyi. Mula-mulanya Pak Gamal tidak menggubrisnya. Tapi begitu diceknya layar ponsel dan melihat nama muncul di layar itu, Pak Gamal pun menerimanya.
“Maaf, Pak Igor. Saya sedang ada acara keluarga mendadak. Nanti saya hubungi Bapak,” ujar Pak Gamal pelan. Lalu ditutupnya panggilan itu setelah mendengar kata ok dari ujung sana.
Dan Gema pun tersenyum menyeringai.
***
Malam menunjukkan hampir pukul duabelas. Kantuk Gema belum melanda. Ternyata dia sedang melacak keberadaan kediaman Igor, nomor kontak, dan segala sesuatu yang berhubungan dengan Igor. Juga media sosial duda itu. Ternyata cukup sulit melacaknya. Ya, Gema sepertinya sudah tahu ke mana akan pergi dan siapa yang dituju. Igor, bos baru papanya.
Tidak tahu kenapa tiba-tiba senyum sinis serta tatapan tajam Igor yang berada di benak Gema membuat Gema begitu semangat mencari jati diri bos papanya itu. Gema merasa Igor adalah orang yang tepat untuk melindunginya, begitu menurutnya. Sebenarnya sempat dia merasa bahwa kediaman Om Radhit lebih baik. Tapi Gema kemudian berpikir bahwa papanya pasti akan cepat mencari ke sana karena kedekatannya dengan Pak Radhit. Jadi tentunya, Pak Gamal pasti tidak akan mengira bahwa dia akan kabur menuju kediaman Igor. Namun sejenak dia juga berpikir, bagaimana jika Om Igor malah menghubungi papanya untuk menjemputnya?
Gema menghentikan pelacakannya. Lalu menggelengkan kepalanya. Aku harus meyakinkan Om Igor agar bisa menyelamatkan aku dari ini, pikirnya yakin. Duh, Gema benar-benar nekad.
Bersambung