Pagi Senin, Igor tampak sudah siap-siap pergi dengan mengendarai motor besar menuju kantornya yang berada jauh di kawasan BSD. Igor memang biker sejati. Hobi mengendarai motor memang tumbuh sejak dia SMP. Pernah beberapa kali mengalami kecelakaan, tapi kejadian-kejadian itu tidak membuatnya kapok atau surut. Malah membuatnya semakin penasaran, juga liar. Baginya, motor merupakan sahabatnya, bahkan mungkin kekasihnya. Fani kadang-kadang suka cemburu jika Igor sedang membersihkan motornya di parkiran khusus apartemen. Bisa memakan waktu berjam-jam. Igor memang mencintai motornya.
Senin ini adalah hari pertama Igor kerja di kantor papanya. Sebelumnya sudah pernah dua kali survey ke kantor barunya ini. Tapi tidak lama.
Sebenarnya Pak Radhit ingin Igor menyewa rumah atau apartemen sekitar BSD atau Serpong. Tapi karena Fani bekerja di kawasan Sudirman, Igor memilih tinggal di daerah Sudirman, kebetulan juga papanya memiliki apartemen mewah di sana.
Pak Radhit tidak mempermasalahkan lagi hubungannya dengan Fani sepanjang kerjaan dan bisnis keluarga berjalan lancar.
Sesampai di kantor, Igor disambut hangat staf-staf papanya. Dan mata-mata kagum tertuju ke dirinya, terutama dari kaum hawa. Wajar, Igor tampan. Wajahnya yang merupakan campuran Minahasa, Jawa, dan Inggris ini tentu saja membuat siapa saja berdecak kagum. Ditambah tubuhnya yang tinggi lagi atletis. Karena salah satu hobinya adalah olah raga tenis. Terkadang Igor sedikit jengah menghadapi tatapan-tatapan usil dan genit dari mereka, tapi kadang dia menikmatinya.
Di kantor, Igor lebih sering ditemani Pak Gamal, yang merupakan salah satu staff senior yang cukup disegani di kantor papanya itu. Mungkin karena hari ini adalah hari pertama bagi Igor, jadi Igor harus mendengarkan penjelasan dari Pak Gamal mengenai perkembangan perusahaan dan keadaan sekaligus apa saja kebiasaan-kebiasaan yang berlaku di kantor tersebut. Yah, biar Igor cepat beradaptasi dengan lingkungan kerjanya yang baru. Karena tentu saja lingkungan kerja di Indonesia pasti berbeda dengan lingkungan kerja di Singapore.
***
Tiba waktu siang pukul 3.15
Gema hari ini pulang sekolah agak cepat. Dia pun meluncur dengan taksi biru menuju kantor papanya. Gema yang sudah cukup dikenal di kantor papanya, tentu saja disambut senyum manis rekan-rekan kerja papanya di kantor itu.
“Halo, Gema, dah lama nggak ngantor,” sapa Ella, sekretaris Pak Gamal.
“Sibuk ujian harian sama ujian semester. Tapi udah hampir kelar, Mbak.” jawab Gema. Lalu dia duduk di bangku depan pintu ruangan papanya. Dia sudah siap menunggu papanya pulang.
“Papamu sedang di luar. Ada bos baru. Jadi ya, di briefing dulu. Nah, tuh baru diomongin,”
Tampak Pak Gamal sedang bercakap-cakap dengan Igor dengan mimik wajah serius sambil berjalan menuju ruangannya yang kebetulan bersebelahan dengan ruang Igor.
“Udah lama nunggu, Gem?” tanya Pak Gamal ke Gema yang duduk santai. Igor yang di samping papanya hanya memandang Gema sekilas tanpa ekspresi, lalu memasuki ruangannya setelah pamit dengan Pak Gamal.
“Baru aja, Pa,” jawab Gema sambil menggoyang-goyangkan kakinya. Dia sempat sepersekian detik melirik Igor.
“Kamu tunggu di sini. Papa ada urusan sedikit. Nggak lama,”
Gema mengangguk.
Tak lama kemudian tampak seorang perempuan cantik berlenggok berjalan ke arah Gema. Dia Tiffany, kekasih Igor.
“Hm, kantor Pak Igor Kashawn di mana ya, Dik?” tanya Fani ke Gema yang kebetulan mengamatinya. Gema dengan wajah datar menunjuk ke arah pintu yang ada di depannya.
“Makasih,” ucap Fani dengan senyum ramahnya.
Gema masih terus mengamati Fani yang sangat sumringah saat disambut Igor dari dalam ruangannya. Igor lalu meraih pinggang kecil Fani, memeluknya setelah pintu kantor ditutup rapat oleh Igor. Namun dia sepertinya lupa menutup gorden jendela kantornya. Sehingga.…
Gema yang pandangannya masih tertuju ke dalam ruangan yang ada di hadapannya, melihat Igor dan Tiffany sedang b******u hebat di ruangan itu. Tampak tubuh Fani diangkat enteng oleh Igor, Igor lalu mengecup-ngecup leher dan bibir Fani dengan buas. Lalu tubuh mungil Fani direbahkan perlahan oleh Igor di atas meja kerjanya dengan kaki terbuka.
Gema diam tidak berkutik. Mata bulatnya membesar. Dia semakin penasaran dengan apa yang akan terjadi selanjutnya. Namun …
Menyadari jendela belum tertutup, dan sadar Gema melihatnya, Igor dengan cepat menyambar gorden jendela dan menutupnya dengan kasar. Mata Igor sangat sadis melihat Gema. Dia tidak nyaman sama sekali.
Beberapa saat kemudian, Papa Gema ke luar dari ruangan. Bersamaan pula dengan Fani yang juga muncul dari ruangan Igor bersama Igor.
“Oiya, Pak Gamal. Kenalkan ini Tiffany, pacar saya. Hm, dia bakal sering berkunjung ke sini,” ujar Igor. Pak Gamal sedikit terperangah. Dengan wajah sedikit menunjukkan enggan dia mengulurkan tangan kanannya dijabat Fani.
“Fani,” ucap Fani.
“Saya Gamal. Oh iya, ini Gema, anak saya,”
Mata Fani terbelalak saat Gema bangkit dari duduknya. Gema memang sangat tinggi dibanding tubuhnya yang mungil.
“Gema, Tante,” ucap Gema seraya mencium punggung tangan Fani.
“Oh, iya,” Fani seperti agak canggung berhadapan dengan Gema. Dia sendiri tidak tahu kenapa.
Dan mata Igor tidak sengaja beradu dengan mata Gema. Gema tersenyum tipis seakan di benaknya berkata ‘I know what you did just now’. Dan saat itu wajah Igor memang menunjukkan ketidaksenangan.
“Oke. Saya pamit pulang. Enjoy your day,” pamit Pak Gamal sambil merangkul pundak Gema.
Mata Igor terpejam setelah melihat punggung Gema benar-benar berlalu dari pandangannya.
***
Malamnya,
Masih terbayang di benak Gema adegan panas antara Igor dan Fani di kantor sore tadi. Adegan yang baru pertama kali dia saksikan seumur hidupnya. Dia merasa berdosa karena dia saat itu bukannya membuang mukanya, malah terus memandangnya. Lalu dia membayangkan perjodohannya. Sedikit bergidik kala membayangkan Hanif bersikap seperti Igor terhadapnya.
Gema memiringkan posisi rebahnya di atas kasur. Entah kenapa tatapan tajam Igor terus membayangi pikirannya. Sadar tidak sadar, Gema menyukai tatapan tajam itu. Gema tersenyum tipis. Meski dia tahu tatapan itu sangat sadis, seakan-akan menamparnya, tapi tidak tahu Gema merasa tatapan Igor seperti hendak melindunginya dari sesuatu yang tidak beres.
Senyum Gema semakin lebar malam itu kala membayangkan wajah sadis Igor yang menatapnya. Seperti ada ide yang tiba-tiba muncul yang akan dia rencanakan.
Bersambung