“Kau sudah tidak waras atau memang bodoh, hah?!” Nara menyentak usai mendengar cerita Jay yang akan bertemu dengan Chaeyoung—si gumiho cantik. Saat ini keduanya ada di kamar Nara. Jay memang sengaja datang ke kediaman Keluarga Kim usai berburu dan kebetulan Nara baru pulang dari kampus.
Nara menatap sang sahabat dengan tatapan tak menyangka, sementara yang ditatap hanya menyengir membalas tatapannya.
“Apa kau sadar dia siapa? Dia itu—“
“Gumiho, aku tahu. Aku sadar betul kalau aku memang bodoh, Nara.” Jay mendengus dan bangkit dari ranjang yang dia duduki. Berjalan menuju balkon kamar Nara yang menampilkan pemandangan indah hutan di belakang rumah Keluarga Kim. Nara hanya terus mengamati gerak-geriknya.
“Awalnya aku juga tidak menyangka kalau dia akan memintaku menraktirnya kopi. Aku hanya ingin tahu namanya dan menawarkan balas budi—“
“Di bagian itu saja kau sudah salah, Jay!” Nara yang gemas kini mulai beringsut mendekati sahabatnya itu. Tatapannya masih tajam. “Kau tahu bangsa kita dan bangsanya bermusuhan, tapi kau ingin menawarkan balas budi? Aku tahu dia telah menyelamatkanmu—bukan, dia menoleransi kesalahanmu yang hampir melanggar perbatasan dengan tidak langsung membunuhmu. Tapi, itu bukan alasan kuat bagimu untuk melakukan semua itu. Kau hanya perlu berterima kasih padanya. That’s it.”
“Tapi ada satu hal lagi yang tidak bisa kukontrol, Kim Nara!” Kali ini suara Jay meninggi yang membuat Nara sempat berjengit. Tatapan Jay yang semula sendu kini tampak tajam. Namun, bukan karena amarah, melainkan karena rasa sakit. Ya, Nara dapat merasakan tatapan Jay yang menyiratkan luka. Tatapan yang tidak pernah pemuda itu tunjukkan di hadapannya—kecuali saat membahas Park Haeryung, mendiang sang kekasih pujaan.
“Aku tidak bisa mengontrol—“
“Perasaanmu padanya.” Kata-kata Nara yang terdengar lirih membuat Jay terdiam. Sikapnya menegaskan kalau apa yang sang Gadis Kim katakan memang tepat sasaran.
Menyembunyikan perasaannya, Jay pun mengalihkan pandangan. Nara mendengus.
“Kau sendiri yang pernah berkata bahwa kau dan dia tidak mungkin bersama, tapi sekarang aku justru melihat harapan dari tatapanmu.”
“Aku tidak tahu apakah ini murni perasaan yang kurasakan padanya, atau aku hanya terbawa perasaan karena dia adalah reinkarnasi Haeryung. Yang jelas, aku merasakan perasaan yang sudah lama tidak kurasakan saat berada di sisinya, Nara.” Jay menggeleng sembari melanjutkan. “Aku tidak bisa menahannya.”
Nara menatap Jay lama. Tatapannya sudah melunak dan kini didominasi oleh tatapan khawatir. Mungkin akan berbeda urusannya jika Chaeyoung adalah manusia. Jay bisa mengubah gadis itu menjadi vampir juga dengan catatan bahwa yang bersangkutan bersedia. Namun, situasinya tidak seperti itu. Chaeyoung adalah bangsa gumiho yang sampai kapanpun tidak akan pernah berdamai dengan bangsa vampir.
“Nara.”
Teguran Jay membuat Nara menarik diri dari lamunan. Sambil tersenyum menenangkan, Jay meletakkan kedua tangannya di bahu Nara. “Aku tahu kau khawatir padaku, tapi aku janji aku akan berhati-hati. Lagi pula, belum tentu aku dan dia akan menjalin suatu hubungan. Bahkan, belum tentu juga dia memiliki perasaan padaku, kan?”
Nara menyentak kedua tangan Jay yang bertengger di bahunya. “Masalahnya bukan itu. Aku khawatir pada perasaanmu. Semakin dalam perasaanmu, maka akan semakin sakit juga nantinya.”
Mendengar hal itu, Jay pun tertawa. Jelas saja ini memantik rasa kesal Nara yang sudah hampir padam.
“Hei, Nona Kim Nara! Sebelum kau mengkhawatirkan perasaanku, khawatirkan dulu perasaanmu sendiri.” Jay bicara begitu sambil masuk kembali ke kamar. Dengan kebingungan, Nara mengekorinya.
“Aku? Kenapa aku? Aku kan tidak—“
“Kang Hoon.”
Mendengar nama itu disebut, Nara pun terdiam. Keterdiaman Nara membuat senyum miring terbit di wajah Jay.
“Aku tahu kau hanya main-main dengan Kang Hoon, tapi namanya perasaan itu tidak bisa dikontrol, Kim Nara. Selain aku, kau pun juga harus berhati-hati jika berurusan dengan yang namanya perasaan.” Bukannya duduk di ranjang Nara, Jay rupanya kembali ke kamar guna keluar dari ruangan tersebut karena saat ini dia sudah berjalan menuju pintu. “Sampai bertemu besok!” Meninggalkan Nara yang kini berdiri kaku di sana sendirian.
Beberapa saat setelah kepergian Jay, Nara pun mendengus dan bersedekap. “Dasar menyebalkan! Aku yang seharusnya mengkhawatirkannya, tapi kenapa dia yang justru memberiku nasihat?” Memeriksa jam yang melingkar di pergelangan tangan, Nara yang tadinya tampak kesal kini justru tersenyum lebar begitu mengetahui pukul berapa sekarang.
Sambil bersenandung pelan, Nara pun mengambil tas selempang yang tergeletak di atas meja dan merapikan penampilannya sedikit di depan cermin. Kendati dirinya vampir, bayangan Nara masih bisa tertangkap oleh cermin karena darah manusia yang dimiliki olehnya. Selain itu, para vampir yang berbaur dengan manusia rata-rata meminum ramuan buatan warlock agar tetap terlihat di cermin.
Ya, bisa dibilang di antara makhluk dunia bawah lainnya, warlock merupakan makhluk yang paling dekat dengan bangsa vampir karena kemampuan sihir yang mereka miliki memang sangat berguna untuk keberlangsungan hidup vampir di tengah manusia.
Usai berbenah diri, Nara pun keluar dari kamar demi menuju halaman depan tempat di mana mobilnya terparkir. Nara pergi ke tempat di mana seseorang mungkin saja sudah menantinya.
*****
“Naraaaaa!”
Sapaan heboh itu bukanlah milik sosok yang digadang-gadang oleh Nara akan pintu berpelitur putih di depannya. Suara melengking yang khas disertai pelukan antusias itu adalah milik Ilana Kim yang entah kenapa berada di dalam unit apartemen Kang Hoon. Ya, Nara datang ke apartemen lelaki itu karena ingin mengambil bajunya yang sudah kering. Dia mengira Hoon sudah pulang dari kampus, tapi ternyata dugaannya meleset.
“N-Nona Kim?”
Ilana menarik diri dan tersenyum manis pada Nara. “Kau pasti terkejut. Maaf, ya? Tadi Hoon bilang mungkin kau akan datang untuk mengambil pakaianmu, maka dari itu aku ada di sini. Hoon harus menghadiri rapat dengan petinggi kampus, itu sebabnya dia pulang terlambat.”
Nara mengangguk tanda mengerti, tapi di dalam hati dia mencelos. Andai dia tidak buru-buru pergi, pasti dia akan bertemu dengan Hoon nanti.
“Hei, kenapa berdiri terus di situ? Ayo masuk!”
Ilana menarik tangan Nara agar ikut masuk ke unit bersamanya. Nara tidak bisa melakukan apa-apa selain pasrah. Siapa tahu kalau dia agak lama berada di sana, dia bisa bertemu Hoon setelah pria itu pulang.
Ilana mempersilakan duduk kemudian pergi ke kamar Hoon, di mana baju Nara berada di sana. Tak lama kemudian, Ilana keluar kamar sambil membawa baju tersebut.
“Ini bajumu,” ujar Ilana sambil menyerahkan kepada sang empunya. Nara menerimanya sambil mengangguk sopan.
“Terima kasih, Nona Kim.”
“Ey, tidak perlu berterima kasih padaku. Hoon yang me-laundry-kannya, bukan aku.” Wanita seumuran Hoon itu terkekeh pelan sambil menghempaskan p****t di seberang Nara duduk. Perlahan, senyum lebar di wajahnya berubah menjadi senyum meminta maaf. “Tapi, maaf sekali ya, Nara. Tadinya kalau aku tidak ada agenda aku ingin sekali mengajakmu minum di kafe. Sayangnya, hari ini aku harus bertemu klien. Jadi ….”
Merasa paham dengan apa maksud perkataan Ilana, Nara pun buru-buru menggeleng. “Tidak apa-apa, Nona. Kita bisa minum lain kali kalau ada waktu senggang. Lagi pula, sebenarnya aku sudah ada janji dengan teman.”
Raut Ilana masih tampak merasa bersalah saat bertanya, “benarkah?”
Nara mengangguk sambil tersenyum menenangkan. “Benar, Nona. Aku dan temanku ada janji di Hades.” Oh tidak, sebenarnya Nara sedang berbohong sekarang. Dia melakukannya karena tidak ingin melihat Ilana merasa bersalah padanya.
Barulah setelah itu Ilana mengangguk. “Sekali lagi maaf, ya. Aku tidak bermaksud mengusirmu.”
“Iya, Nona, tidak apa-apa. Kau tidak perlu merasa bersalah padaku. Terima kasih sudah mau meluangkan waktu untuk menungguku mengambil baju. Lain kali aku akan menraktirmu minum.”
“Baiklah, kalau begitu kabari aku jika kau senggang, ya. Aku juga ingin menraktirmu makan.” Ilana terkesiap pelan lalu melanjutkan, “Oh ya, kita kan sudah semakin dekat. Jangan panggil aku dengan sebutan ‘Nona’. Bagaimana dengan ‘Kakak’? Kurasa itu terdengar lebih akrab.”
Nara tidak perlu berpikir untuk mengangguk. “Kurasa itu bagus, Kak Ilana.”
Ilana berdecak. “Wah, akhirnya aku dipanggil Kakak juga! Kau tahu, Nara? Aku ini sulit sekali berteman dengan perempuan, tapi sejak bertemu denganmu, entah kenapa aku seperti bertemu dengan adik yang sudah terpisah sekian lama. Itu sebabnya aku begitu menyukaimu, bahkan aku juga suka melihatmu dengan Hoon.”
Kalimat terakhir Ilana membuat Nara mengernyit. “Prof Kang?”
Ilana mengangguk. “Kalian berdua cocok di mataku dan aku bisa tahu dari tatapanmu kalau kau tertarik pada sahabatku itu. Maaf jika aku lancang.”
Nara menggeleng dan mengibaskan tangan. “Tidak apa-apa, Kak. Aku akui aku memang tertarik dengan Prof Kang sejak pertama kali bertemu di Hades. Sayangnya, dia adalah dosenku. Itu sebabnya aku harus menahan diri.”
Informasi baru yang didapatkan olehnya membuat mata Ilana melebar. “Hades? Jadi, kalian sebelumnya sudah bertemu di Hades?”
Nara mengangguk. “Kalau tidak salah Prof Kang datang ke farewell party kekasih Kakak.”
“Ah, saat itu? Wow! Bukankah ini artinya kalian berjodoh? Kalian pertama bertemu di luar kampus kemudian baru tahu setelahnya kalau kalian dosen dan mahasiswa. Keren sekali!”
Nara hanya bisa tersenyum sebagai respons. Sama seperti Ilana, awalnya dia pun merasa tercengang dengan fakta itu. Terutama fakta bahwa pertemuan pertama mereka bahkan jauh sebelum itu, tepatnya dua puluh tahun lalu.
Tiba-tiba Ilana menepuk jidat usai memeriksa jam tangannya. “Astaga! Kenapa aku malah merumpi denganmu? Padahal aku sudah hampir terlambat sekarang.” Ilana tertawa yang disusul oleh kekehan pelan Nara.
Nara pun bangkit dari sofa dan mengangguk sopan pada Ilana. “Kalau begitu aku pergi dulu, Kakak. Sampai jumpa lain kali.”
Ilana mengangguk dan beringsut memeluk Nara. “Hati-hati di jalan, ya! Lain kali kita harus minum bersama dan melanjutkan obrolan kita.” Wanita bermarga Kim itu mengakhiri kalimatnya dengan kerlingan. Nara terkekeh sebagai respons dan mengangguk.
Keduanya pun keluar unit Hoon bersama-sama, tapi dengan tujuan berbeda. Ilana kembali ke unit apartemennya untuk mengambil barang-barang sebelum pergi, sedangkan Nara langsung pergi ke parkiran basement. Saat sudah tidak bersama Ilana, raut Nara yang tadinya cerah mendadak berubah menjadi masam. Menyesali kehadirannya yang sungguh tidak tepat karena nyatanya Hoon belum pulang. Padahal sesungguhnya Nara masa bodoh dengan bajunya yang sudah kering. Tujuan utamanya bertemu dengan Hoon.
Akan tetapi, tidak apa-apa. Nara sedikit merasa senang sebab rupanya Ilana mendukung usahanya untuk mendekati sang dosen. Dia juga merasa senang bisa mengenal Ilana yang awalnya dia pikir merupakan saingan untuk mendapatkan hati Hoon. Sama seperti Ilana yang sudah menganggapnya seperti adik kandung sendiri, Nara juga sudah menganggap wanita itu sebagai sosok kakak, walaupun usianya jauh lebih tua dari Ilana. Sungguh, ini tidak khas Nara sama sekali, tapi entah kenapa dia merasa nyaman dengan hal itu.
Nara langsung masuk mobil begitu sampai di parkiran. Untuk menghilangkan penat, dia memutuskan untuk pergi ke Hades. Biasanya dia akan memanggil Jay agar turut serta, tapi karena sedang kesal, dia tidak melakukannya. Lagi pula dia juga tidak keberatan jika harus minum sendiri. Ada Yian yang bisa dia ajak berkeluh kesah. Dia juga tidak ingin Jay menertawai atau justru menasihatinya lagi seperti tadi. Jadi, lebih baik dia tidak usah mengajak pemuda itu sekalian.
Mobil Nara pun melaju beberapa saat kemudian menuju surganya para makhluk dunia bawah, Hades.
*****
Mobil Nara sudah melaju selama sepuluh menit. Kendati vampir bisa bergerak dengan cepat, Nara justru lebih suka menikmati waktu menyetir seperti ini. Lagi pula, dia tidak perlu cepat-cepat sampai di tempat tujuan karena memang niatnya hanya untuk melepas penat. Berbeda halnya dengan situasi yang memang darurat. Dia akan memanfaatkan kekuatannya semaksimal mungkin.
Di tengah laju mobilnya yang terbilang sedang, tiba-tiba—
Brakkk!
--Nara menabrak sesuatu. Tidak, orang lebih tepatnya. Di tengah keterkejutan itu dia hanya bisa terpaku di tempat duduknya selama beberapa detik. Setelah tersadar dengan apa yang baru saja terjadi, Nara pun segera melepaskan sabuk pengaman. Namun, saat akan keluar untuk mengecek kondisi orang yang dia tabrak, Nara tampak terkejut saat melihat sosok itu tiba-tiba berdiri dan tampak baik-baik saja. Semakin terkejut tatkala melihat dengan jelas siapa sosok yang telah dia tabrak.
Sosok itu adalah sosok yang telah menghilang selama beberapa hari ini. Sosok yang sukses membuatnya dan Jihee khawatir.
“Park Chaeri?”
Akan tetapi bukan hanya soal sosok itu saja yang membuat Nara bak habis melihat hantu. Sosok yang dia duga adalah Chaeri itu tampak begitu berbeda. Wajahnya tampak semakin menawan dengan bibir semerah darah yang tampak kontras dengan kulitnya yang seputih porselen. Begitu Chaeri menyeringai, Nara semakin yakin kalau gadis itu telah bertransformasi.
Ya, Park Chaeri bukan lagi manusia. Dia telah berubah menjadi vampir.