PELUKAN SINGKAT

1340 Kata
"Kak Daru mau ke sini," Hana menatap Gema yang masuk kembali ke kamarnya. "Bagaimana mataku? Apa masih terlihat merah? Bengkak?" "Sedikit. Tapi nanti juga hilang. Kita tunggu di gazebo saja. Bagaimana?" usul Gema. "Siapa tahu udara luar membuatnya lebih baik lagi." "Setuju, ayo," Hana berdiri dan mereka pun melangkah ke halaman belakang. Mereka berdua berbaring di gazebo sambil menikmati sebotol soda. "Kamu dan Kak Daru itu sepertinya berjodoh. Wajah kalian berbeda, tapi melihat tadi saat di mobil, lama lama kok mirip," Gema tertawa. "Apa iya?" Hana telungkup sambil senyum senyum sendiri. "Kak Daru ganteng sekali ya..." Hana memejamkan matanya. "Ya iyalah.. Darudarma Abisatya, siapa yang bilang dia jelek berarti matanya rusak," Gema terkekeh. Gema ikut tersenyum, "Aku kok jadi ingat aktor Korea Cha Eun Woo sama aktor Hollywood Cole Sprouse." "Jadi dingin dingin dan cool nya sama hidung lancipnya itu Cha Eun Woo banget. Tapi senyumnya, mirip mirip Cole Sprouse. Bagaimana ya?" Gema kembali cekikikan. "Aku dukung kalian selalu. Yang awet ya.." Gema menjambak pelan rambut Hana karena memperhatikan sahabatnya yang melamun sambil tersenyum. "Shaqeena Hana Rasyid harap kembali ke bumi. Sadar, sadar..." Hana tertawa, "Aku terlalu happy untuk tidak tersenyum." Tak lama, ponselnya berbunyi. Ada telepon masuk. "Kak Daru! Dia sepertinya sudah tiba. Aku ke gerbang depan dulu," Hana berlari turun dari gazebo hendak menyambut pacar barunya itu. Ia pun melihat kalau mobil Daru memasuki halaman rumahnya dan parkir di depan. Hana mendekat, "Kak Daru..." "Kamu cantik sekali kalau sedang tersenyum begini," Daru memujinya tanpa sadar. Ia terpesona melihat kecantikan Hana yang bersinar. "Te-terima kasih kak," Hana menunduk. Daru diam diam mendekat dan mencubit pipi Hana dengan gemas. Wajah Hana semakin merah saja. Tapi, tiba tiba, Daru mendekat dan memperhatikan Hana dari dekat. Keningnya mengerut, "Ha-hana, ke-kenapa matamu?" "Ma-mataku? Kenapa?" Hana bingung. Daru mengusap pipi Hana, "Matamu merah. Kamu menangis? Ada apa?" "Oh.." Hana langsung tersadar kalau merah di matanya ternyata masih ada. "I-iya.. Aku menangis.. Tapi, sekarang, aku baik baik saja. Gema membuatku tertawa," Hana tersenyum. "Ada apa?" Daru kembali bertanya. "Nanti aku cerita. Kita ke gazebo dulu. Ada Gema juga," Hana mengajak Daru ke arah halaman belakang. Daru dengan cepat menggenggam tangan Hana, "Jangan terburu buru. Jalan di sampingku." Hana tersipu malu, sedangkan Daru hanya tersenyum. Ia tak percaya dengan keberaniannya sendiri. Semua ini tidak pernah ia lakukan, tapi Hana membuatnya nyaman. Keduanya terdiam sampai akhirnya tiba di gazebo. Hana hanya menahan tawa melihat Gema yang sedang berguling guling entah apa maksudnya. "Kamu ngapain sih?" Hana akhirnya tertawa. Gema ikut tertawa, "Aku guling guling karena bosan." Daru mengatupkan bibirnya menahan senyum. Gema memang membuat suasana ceria. "Eh kak, maaf ya, aku iseng saja," Gema langsung canggung saat melihat Daru. Mereka pun duduk di gazebo. "Ini kak, mau minum?" Hana menawarkan sekaleng soda yang masih baru. Daru menggeleng, "Terima kasih Hana, tapi kak Daru tidak minum soda. Kamu pun sebaiknya tidak lagi. Kurangi ok?" Hana mengangguk sambil cemberut. Ia termasuk penyuka soda. Daru hanya tersenyum, "Tidak melarang, hanya menganjurkan." "Iya, iya," Hana menahan senyum. Gema lalu membuka pembicaraan soal pesan jahat itu, "Hana, kamu harus cerita soal pesan tadi!" "Pesan apa? Ada lagi? Apa itu yang membuatmu menangis?" tanya Daru. Hana mengangguk, "Iya." Ia lalu membuka ponselnya dan memperlihatkan pesan itu pada Daru, "Ini kak, baca saja. Aku tadi emosi membacanya karena menurutku, kata katanya jahat." Daru terdiam. Pesan itu menyebutkan namanya. Ia mulai memahami persoalan. Sepertinya si pengirim pesan yang mengganggu Hana ini adalah seseorang yang menyukainya. Ia langsung merasa bersalah, "Hana, kamu mendapatkan semua pesan itu, ternyata gara gara aku." Daru berubah serius, "Hana, surat kaleng yang terakhir itu, ada dimana?" "Ada di kamarku," jawabnya. "Nanti biar kak Daru bawa ok?" tanyanya. "Iya ok," Hana mengangguk. "Selain itu kak, aku sudah bertanya pada papaku soal nomor si pengirim. Nomor itu adalah nomor dari burner phone. Jadi tidak bisa terlacak," jelas Gema. "Papanya Gema itu penyelidik swasta dan memiliki perusahaan jasa keamanan," tambah Hana. "Jadi tadi Gema meminta bantuan papanya untuk melacak." "Oh, I see.." Daru mengerutkan keningnya. Si pelaku ini terencana! Jahat sekali... "Kamu tidak apa apa?" Daru memastikan kondisi Hana. "Iya, aku tidak apa apa," Hana mengangguk, "Suasana hatiku membaik setelah membicarakan dan mengeluarkan semua ini." "Bagus," Daru mengangguk. "Kuat ok? Kita hadapi bersama. Ada aku dan juga Gema." "Aku sih tidak seberapa, yang penting kak Daru," Gema menggoda Hana sambil cekikikan. Hana mencubit Gema berulang kali. Keduanya bercanda terus menerus. Daru hanya menggelengkan kepala. "Oh, ya, Kak Daru mau tanya, siapa saja yang tahu nomor ponselmu?" ia menatap Hana. "Nah, itu dia. Aku tadi bahas juga sama Gema," ucap Hana. "Aku kan belum banyak berteman. Kalau di kelasku, yang tahu nomor ponsel langsung dariku itu ada Guna dan Rahmi. Tidak ada lagi yang lain. Tidak tahu juga kalau Guna atau Rahmi memberikan nomorku ke orang lain." Daru menarik nafas panjang, "Selain mereka? Maksud kak Daru yang mungkin bukan teman sekelas." "Kemungkinan besar teman teman di BEM. Aku belum banyak bergaul selain dari lingkungan kelas dan BEM," jelas Hana. Daru memikirkan berbagai kemungkinan. Satu hal yang pasti, pelakunya perempuan dan mengenalnya. Bahkan mungkin perempuan ini menyukaiku. Setidaknya sudah semakin menyempit kemungkinan pelakunya. "Sori, Kak Daru ingin memastikan, apa Guna atau Rahmi bisa dipercaya? Mereka temanmu?" Daru bertanya. Hana berkata tegas, "Aku yakin, bukan salah satu dari mereka." "Ok," Daru mengangguk. "Kakak akan telusuri lebih lanjut." "Ini sudah malam," Daru melihat jam di tangannya yang menunjukkan pukul tujuh malam. "Kak Daru sepertinya harus pulang. Ini bukan akhir pekan soalnya. Besok kita kuliah." Hana mengatupkan bibirnya. Ia tidak ingin Daru pulang, tapi memang ini sudah malam. Daru menahan senyum, "Kak Daru juga tidak ingin pulang.. Hanya saja, kamu harus istirahat Hana." Ia pun berdiri, Hana pun ikut berdiri. "Aku antar kak Daru dulu ya," Hana menoleh ke arah Gema. "Iyes ok," Gema melambaikan tangannya. "Bye Gem," Daru berpamitan. "Iya kak," jawab Gema. Sekilas Hana melihat kalau Gema kembali berguling guling di lantai gazebo. Ia pun hanya menahan tawa. Dasar Gema! Hana dan Daru terus melangkah ke tempat mobil Daru terparkir. "Kak, tunggu dulu sebentar, aku bawa dulu surat itu!" Hana berlari masuk ke dalam rumah. Daru hanya menahan senyum memperhatikan tingkah Hana. Akhir akhir ini aku terus menerus tersenyum. I'm happy! Tak lama, Hana muncul di sampingnya sambil menyerahkan dua lembar kertas, "Ini kak. Hanya ada dua itu saja." "Iya ok. Kakak pulang ya," Daru membelai rambut Hana. "Jangan sedih dan jangan terlalu dipikirkan. Pelakunya akan segera ketahuan. Kakak akan mengejarnya sampai dapat." Hana menatap Daru, "Kakak akan melakukan itu untukku?" "Iya," Daru mendekat dan mengecup kening Hana. Ia pun menggenggam tangan pacarnya itu dengan erat. "Apapun yang terjadi, ingat kalau kakak ada di pihakmu," Daru berbisik pelan. Hana mengangguk. Secara reflek, ia langsung memeluk Daru, "Terima kasih kak." Daru membeku, jantungnya berdebar kencang, tapi tangannya perlahan membalas rangkulan Hana, "Tidak perlu berterima kasih. Ini sudah seharusnya." "Tetap saja.." Hana melepaskan pelukannya. Keduanya saling bertatapan dengan malu malu. "Kak Daru pulang ya," Daru membuka pintu mobilnya. Hana mengikuti langkahnya hingga masuk ke dalam mobil, "Hati hati kak.." Daru mengangguk. Ia mencubit hidung Hana, "Selamat malam. Istirahat ok? Nanti kakak hubungi setibanya di rumah." "Janji ya?" Hana merajuk manja. "Iya, janji," Daru tersenyum lebar, "Bye Hana.." Hana pun melambaikan tangannya dan melepas kepergian Daru. Oh jantungku! Ia merasakan debaran yang tidak biasanya. Ini indah! *** Setibanya di rumah, Daru bergegas membuka sebuah kotak sepatu yang ia simpan di dalam lemari. Di dalam kotak sepatu itu ada berlembar lembar surat cinta. Sudah cukup sering ia menerima surat cinta. Kadang terselip di bukunya, kadang tiba tiba ada di mejanya. Bahkan pernah juga terselip di wiper mobilnya. Awalnya, ia selalu mengabaikan dan tidak pernah mengambil pusing. Namun, beberapa bulan terakhir ini, Daru menerima surat cinta dengan gaya bahasa yang menurutnya aneh. Itu sebabnya, ia memutuskan untuk menyimpan sebagian dari surat cinta itu dengan tujuan menyelidikinya. Daru merasa kalau si pelaku seperti terobsesi berlebihan. Ia mengambil selembar dari surat cinta itu dan membandingkannya dengan tulisan tangan di surat kaleng yang Hana terima. Daru pun menarik nafas panjang. Ternyata dugaannya betul! Pengirim surat cinta ini sama dengan yang mengirimkan surat kaleng pada Hana.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN