LEMPAR BATU, SEMBUNYI TANGAN

1517 Kata
Daru menarik nafas panjang. Ini semakin membuatnya yakin kalau siapapun yang mengganggu Hana adalah perempuan yang menyukainya. Hana mengalami semua ini karena dirinya. Ia merasa kesal sekesal kesalnya. Beberapa minggu lalu, Danu sudah meminta Pram, Kepala Keamanan yang bertugas menjaganya untuk melakukan penyelidikan terkait surat cinta tersebut. Ia memintanya untuk mencari tahu pelaku pengirim surat tersebut. Namun, anehnya, sejak ia menugaskan Pram menyelidiki, ternyata surat cinta itu tidak datang lagi. Ternyata di saat yang sama, orang itui mengirimkan pesan pesan jahat pada Hana. Aku tidak menyangka sama sekali. Daru akhirnya memutuskan untuk menghubungi Pram. Pram, "Halo mas." Daru, "Halo. Mmm.. Mengenai pengirim surat cinta itu, ternyata dia juga mengirimkan surat kaleng pada pacar saya. Tolong tugaskan juga tim untuk mengawasi area sekitar ruang 103." Pram, "Baik mas." Daru, "Itu saja. Segera kabari kalau ada perkembangan terbaru." Pram, "Baik, tapi perempuan itu belum memunculkan diri. Tidak ada tindak tanduk mencurigakan di dekat Mas Daru akhir akhir ini." Daru, "Mmm.. Satu lagi. Selidiki latar belakang empat orang mahasiswa dan mahasiswi tingkat satu Fakultas Kedokteran bernama Cynthia, Listya, Rahmi dan Indraguna. Cek saja datanya di database kemahasiswaan." Pram, "Baik." Setelahnya Daru menutup telepon itu. Meski Hana percaya pada Rahmi dan Guna, tapi aku tidak akan menutup kemungkinan. Kalau pelakunya orang yang sama dengan yang mengirikan surat padaku, artinya orang ini obsesif. Bahaya! Mengenai Guna, dia memang laki laki, tapi bisa saja ada yang memintanya untuk melakukan semua ini. Aku tidak boleh menutup kemungkinan sampai memang terbukti tidak bersalah. Tiba tiba pintu kamarnya ada yang mengetuk. "Masuk," Daru meresponnya. Ibunya tiba tiba masuk, "Daru, ibu ingin tahu. Apa Darudarma yang melakukan reservasi galeri di Sabtu ini adalah kamu?" Daru tertawa, "Iya itu aku. Mmm.. Aku dan Hana, ingin kencan di galeri." "Sudah lama kamu dan Hana berpacaran?" Mitha bertanya. "Baru beberapa hari bu. Tapi, aku sudah menyukainya sejak awal melihatnya," jelas Daru. "Ingat kata kata ibu," Mitha mengusap punggung putra sulungnya itu. "Jaga kehormatan Hana dengan baik." "Iya bu," Daru mengangguk. "Baiklah," Mitha pun bergerak keluar dari kamar anaknya. Daru berbaring di tempat tidur dan membayangkan kencannya yang akan datang. Ada debar aneh yang tiba tiba menjalar di sekujur tubuhnya. Daru mengatupkan bibirnya dan tersenyum. Oh, iya, aku janji untuk menelepon Hana. Daru mengambil ponselnya dan mulai menghubungi pacarnya itu. Hana, "Halo kak." Daru, "Belum tidur kan?" Hana, "Belum. Aku sedang tunggu telepon kak Daru." Daru tersenyum, "Senangnya ada yang menunggu nunggu teleponku." Hana tertawa, "Kakak kan janji. Aku juga janji buat menunggu." Daru, "Iya, iya. Sabtu besok, kakak sudah reserve di galeri ya. It's a date!" Hana, "Sabtu besok?" Daru, "Iya kenapa?" Hana, "Jumat besok mau pada menginap di rumah Jani sampai hari Sabtu." Daru, "Nanti kakak jemput ke rumah Jani." Hana, "Oh, iya, ok." Daru, "Gema sudah pulang?" Hana, "Sudah. Tante Jemma menjemputnya agak telat. Tapi Gema memang sudah seperti saudaraku. Rumah ini juga rumahnya." Daru, "Kalian sedekat itu?" Hana, "Iya, ibu dan mamanya Gema, bersahabat sejak lama. Bahkan. Tante Jemma dan Om Levi sering membantu ayah dan ibu memecahkan banyak kasus." Daru tertawa, "Memang kasus apa saja?" Hana, "Kakak kalau tahu masa lalu ayah dan ibu pasti kaget. Ini seperti drama. Ah, drama Korea pun kalah seru." Daru kembali tertawa, "Serius?" Hana, "Iya. Nanti aku cerita. Hanya saja, ceritanya panjang." Daru, "Hana, cerita saja. Hubungan kita tidak akan pendek. Kakak mau kita bersama sepanjang waktu." Hana, "Kak Daru.. Aku malu..." Daru tergelak, "Malu kenapa? Kak Daru sudah menjadi pacarmu." Hana terkekeh, "Malu saja. Mmm.. Kakak.. Pacar pertamaku." Daru, "Sama." Hana, "Se-ri-us???" Daru tergelak, "Iya serius. Kenapa?" Hana, "Aku kok tidak percaya." Daru, "Percayalah." Hana, "Kok bisa? Kakak kan banyak penggemarnya." Daru, "Mmm.. Ini semua kan soal hati. Kakak, baru pertama kali menyukai perempuan." Hana, "Oh." Daru tertawa, "Hanya oh?" Hana ikut tertawa, "Aku bingung, dan sedikit kaget." Daru, "Itu betul. Sejujurnya, mmm.. Kakak tidak ingin dulu berpacaran karena tahu sendiri kuliah kedokteran sibuknya seperti apa. Selain itu masa perkuliahan kita kan cukup panjang. Setelah lulus koas, masih harus internship dan selanjutnya. Belum lagi kalau harus ambil spesialis." Daru, "Tapi, melihatmu, mengenalmu, membuat kakak merasakan perasaan yang berbeda." Hana, "A-aku suka kakak dari awal mengenal. Kakak tampan sekali." Daru, "Apa hanya gara gara tampan?" Hana, "Tidak. Banyak sekali yang aku suka dari kakak." Hana, "Kakak baik, pintar, cerdas, sabar, keren..." Daru tergelak, "Sudah sudah, jangan membuat kakak malu sendiri." Hana ikut tertawa, "Tapi itu kenyataan." Daru, "Terima kasih Hana cantik." Hana, "Aku cantik?" Daru, "Sangat. Perempuan paling cantik yang kak Daru pernah lihat." Hana terdiam. Daru tersenyum, "Itu dari hati." Hana, "Te-terima kasih kak." Daru tergelak, "Kamu lucu Hana. Ah, sudah, pembicaraan ini tidak akan ada ujungnya." Hana tersenyum, "Iya kak." Daru, "Ini sudah malam dan besok hari terakhir kuliah sebelum libur akhir pekan. Tidur dulu ya?" Hana, "Iya kak." Daru, "Selamat malam Hana. Have a good night sleep." Hana, "Kakak juga. Bye..." Daru, "Bye." Tapi tidak ada yang menutup teleponnya. Daru, "Halo." Hana, "Halo." Daru, "Kenapa kamu tidak menutup teleponnya?" Hana, "Aku menunggu kakak yang menutupnya." Daru tertawa, "Kamu dulu. Ladies first." Hana kembali tertawa, "Baik kalau begitu. Selamat malam kak." Daru, "Malam Hana." Telepon pun akhirnya tertutup. Daru tersenyum lebar sambil menatap ponselnya. Ah, Hana, kamu lucu sekali... Setelahnya, Daru mematikan lampu kamar dan berbaring sambil memikirkan langkah langkah untuk bisa menangkap pelaku. Tiba tiba ponselnya kembali berbunyi. Ada pesan dari Om Tama. Tama : CCTV sudah terpasang. Posisinya tidak bisa di dalam kelas karena tidak ada titik yang bisa menyembunyikan kamera cctv. Jadi dipasang di halaman samping dekat taman tapi mengarah ke dalam kelas. Tama : Nanti om kirimkan passcode untuk bisa mengaksesnya. Daru : Baik om. Terima kasih banyak. Saya menghargainya. Tama : Sama sama. Daru menarik nafas panjang. CCTV sudah terpasang, sehingga akan mempermudah pengawasan. Selain itu, tim keamanan akan mencari tahu juga segalanya. Semoga, pelakunya segera ketahuan. Daru memejamkan mata dan tertidur. *** Pagi itu, Hana berjalan dengan semangat memasuki gerbang kampus. Namun, tiba tiba saja, ada sesuatu terlempar dan mengenai punggungnya. Rasanya sakit sekali. Hana menoleh ke belakang dan melihat kalau ada batu berukuran sedang mengenainya. Ia mengambil batu itu. Matanya berair karena menahan sakit. Ia lalu berlari ke pojok parkiran dan menelepon Gema. Gema, "Halo." Hana, "Gem, kamu dimana?" Gema, "Ini baru masuk gerbang. Kenapa?" Hana, "Gem, ke sini sebentar. Ke parkiran. Aku di pojok." Gema, "Kamu menangis? Aku ke situ." Tak lama Gema muncul. "Ka-kamu kenapa? Sepagi ini menangis?" Gema kaget melihat air mata bercucuran di pipi sahabatnya. "A-ada yang melemparkan batu. Kena punggungku. Sakit sekali," Hana terisak. "Gem coba lihat punggungku, apa berdarah?" Gema langsung kaget, "Coba aku lihat. Sori." Ia mengangkat kaos yang Hana kenakan. Dan memang ada luka merah serta lecet di sekitarnya. "Tunggu aku foto," Gema mengambil foto luka tersebut. "Luka seperti ini lama kelamaan akan membiru." "Hana, pelakunya tega sekali. Jahat," Gema merasa sedih mengetahui hal ini terjadi pada sahabatnya. "Apa rasa sakitnya bisa kamu tahan?" Gema bertanya. "Kalau tidak, kita ke unit kesehatan mahasiswa." Hana menarik nafas panjang, "Aku tahan." "Ayo, aku temani dulu sampai ruang kelasmu," Gema menggenggam tangan Hana. "Si pelaku tidak mungkin berani kalau ada aku." Hana mengangguk dengan lemah. Setibanya di ruang kelasnya, Gema memastikan kalau Hana duduk. Ia lalu melambaikan tangan tanda berpamitan. Hana membalas lambaian tangannya dan kemudian menunduk di mejanya. Suasana hatinya langsung berubah tidak enak. Gema merasa geram dengan kejadian yang menimpa Hana pagi itu. Ini sudah keterlaluan! Mumpung lagi di Gedung Kedokteran, aku sepertinya harus menceritakan ini pada Kak Daru. Gema memutuskan untuk mencari ruang kelas kak Daru dan dengan berani menuju ruang kelas senior tingkat empat tersebut. "Maaf, saya mau ketemu kak Daru," Gema bertanya pada seorang lelaki yang ada di luar kelas. Lelaki itu menatapnya heran. Tapi tanpa banyak tanya, ia pun masuk ke dalam kelas dan memanggil Daru. Tak lama, kak Daru muncul, "Hai Gem, ada apa?" "Kak, aku perlu bicara berdua. Sebentar saja," Gema bicara perlahan. Daru mengarahkan Gema agar berjalan ke samping kelas, "Ada apa?" Gema menarik nafas panjang, "Barusan ada kejadian yang menimpa Hana." "Ke-kenapa?" Daru langsung panik. "Ada yang melemparkan batu ke punggung Hana. Untung saja tidak kena kepala," Gema mengungkapkan apa adanya. "A-apa?" Daru kaget sekali mendengarnya. "Kak Daru ke kelas Hana dulu," Daru langsung berlari turun meninggalkan Gema. Setibanya di kelas 103, dengan cueknya Daru masuk ke dalam kelas tersebut dan mengabaikan tatapan mata mahasiswa dan mahasiswi yang memperhatikannya. Ia langsung melangkah ke meja Hana yang sedang telungkup sehingga tidak menyadari kehadiran Daru. "Hana," Daru membungkuk dan berbisik pelan. Dengan kaget Hana langsung duduk tegak, "Ka kak Daru, a-apa yang kakak lakukan di sini?" "Ikut kakak," Daru menggenggam tangan Hana dan menariknya keluar dari dalam kelas. Teman teman sekelas Hana langsung saling berbisik dan membicarakan kejadian barusan dengan kaget. Tak percaya kalau sosok Darudarma Abisatya masuk ke ruang kelas mereka. Bahkan, dengan cueknya menggenggam tangan Hana di hadapan mereka semua. Semua bertanya tanya. Rasa ingin tahu menyeruak. Darudarma Abisatya adalah mahasiswa populer di kampus mereka dan menjadi idaman banyak perempuan. Tidak heran kalau kejadian barusan adalah berita besar. Apa yang terjadi? Apa hubungan Daru dan Hana? Apa mereka berpacaran? Di antara bisik bisik yang terdengar, ada satu orang yang terdiam dan mengepalkan tangannya dengan geram. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN