Hana akhirnya berhenti menangis.
"Kata katanya jahat sekali," ia terisak.
Gema tak henti mengelus punggungnya, "Sudah sudah. Kata katanya memang jahat. Tapi niatnya memang membuatmu seperti ini. Dia pasti ingin kamu drop. Jadi, kamu harus kuat Hana. Ada aku dan juga yang lain. Kita akan membelamu."
"Thank you ya.." Hana merasa matanya bengkak.
"Untung ayah dan ibu pulang malam. Bahaya kalau mereka melihat mataku bengkak seperti ini," Hana berdiri dan bercermin.
"Kita kompres. Aku ambil timun buat kompres matamu. Siapa tahu ada di dapur," Gema berlari keluar dari kamar Hana.
Rumah itu sudah seperti rumah keduanya saking seringnya ia bermain dan menginap. Jadi orang orang di rumah Hana memang sudah terbiasa dengan keberadaannya.
Hana melamun di kamarnya sendirian.
Siapa orang yang mengirimkan pesan pesan jahat ini padaku? Sepertinya aku harus bicara pada kak Daru.
Ia bertekad untuk menginformasikan kejadian itu pada Daru. Hana pun mengirimkan pesan.
Hana : Kak, aku mau telepon. Kalau sudah luang, kabari aku ya.
Daru : Nanti kak Daru telepon. Tunggu.
Hana : Iya.
Gema tiba tiba masuk ke dalam kamarnya membawa potongan timun dengan es batu di atasnya.
"Kamu berbaring, biar kita kompres," ujar Gema.
Hana pun menurut dan berbaring di atas tempat tidur. Gema meletakkan timun itu kelopak matanya yang menutup.
"Dingin," Hana tertawa.
"Ya, iyalah, ini kan pakai es batu," Gema terkekeh. "Timunnya jadi dingin."
"Aku bingung. Apa salahku?" Hana menggumam.
"Kalau kita lihat dari pesan terakhir, mmm.. Kenapa ya aku menduga kalau pelakunya seseorang yang menyukai kak Daru," ungkap Gema. "Kelihatannya orang itu iri mengetahui kalau kamu dekat sama kak Daru."
"Selain itu, pesan pesan sebelumnya memang mencirikan kalau dia tidak suka kamu sebagai sesama perempuan," tambahnya.
Hana menghela nafas panjang. Ia sependapat dengan Gema.
"Mana ada laki laki menyebut perempuan kecentilan atau ganjen. Jadi menurutku, pelaku itu sudah jelas berjenis kelamin perempuan. Dan, si pelaku ini banyak menjelekkanmu secara fisik. Artinya, penyebabnya pasti bukan karena faktor persaingan soal prestasi," jelas Gema lagi. "Apalagi kalau bukan soal lelaki?"
"Menurutmu, jadi selama ini, dia memberikan surat kaleng dan pesan yang menjelekkan itu karena tidak menyukai kalau aku dekat dengan kak Daru?" tanya Hana. "Bukan karena aku berbuat salah pada si pelaku?"
"Iya," Gema mengangguk.
"Kalau seperti itu, kemungkinan pelakunya banyak sekali..." Hana mengerutkan keningnya.
"Saat aku campus tour saja, sudah ada yang membicarakan. Lalu saat masa Pengenalan Kehidupan Kampus bagi Mahasiswa Baru, ada juga yang mengagumi kak Daru," pikir Hana.
"Aku pikir, pelakunya berbuat semua ini karena tidak suka aku. Itu sebabnya kecurigaanku mengarah pada Cynthia dan Listya. Tapi sekarang, aku jadi berubah pikiran." Hana bicara panjang lebar. "Meskipun sebetulnya Cynthia pun menyukai kak Daru."
"Semua bisa menjadi pelaku," ujar Gema. "Banyak sekali tersangkanya."
"Coba kita data. Ada siapa lagi selain Cynthia dan Listya?" tanya Gema.
"Mmm.. Bagaimana menurutmu dengan kak Widari? Jani bilang kan kalau dia seperti stalking yang mengikuti kak Daru dimanapun berada," Hana menatap Gema.
"Setuju. Dia juga masuk tersangka," Gema mengambil sebuah buku agenda kecil dari dalam tasnya. "Sejauh ini ada tiga tersangka, Cynthia, Listya dan Widari."
Gema mengerutkan keningnya dan berpikir keras, "Yang menyukai kak Daru kan memang banyak. Tapi, pelaku ini harus memiliki akses ke kelasmu. Mengingat kamu bilang pernah ada yang menuliskan pesan itu di meja bukan?"
Hana mengangguk.
"Selain itu, orang ini harus mengetahui kalau kamu dan kak Daru dekat. Jadi pelakunya pasti orang orang yang ada di sekitar kamu dan kak Daru," jelas Gema. "Menurutku, si Widari itu paling mungkin."
"Tak hanya itu, dia tahu nomor ponselmu! Siapa saja yang bisa akses nomor ponsel selain teman dekat dan pengurus BEM?" Gema kembali mengungkapkan deduksinya.
Hana tergelak, "Kamu memanggil kakak kelas dengan sebutan SI?"
"Anggap saja dia pelaku," Gema cekikikan.
Iya juga ya... Widari paling mungkin. Dia tahu soal aku dan juga kak Daru. Bahkan, karena dia pengurus BEM, bisa saja masuk ke dalam kelas tanpa mencurigakan. Seringkali kakak kelas menyimpan flyer pengumuman atau apapun di setiap ruangan kelas. Selain itu, Gema benar, siapa yang tahu nomor ponselku selain pengurus BEM? Aku belum dekat sama sekali dengan siapapun di kelasku.
Dua orang teman sekelasnya yang pernah ia hubungi melalui ponsel adalah Rahmi dan Guna. Tidak ada yang lain lagi.
Rahmi tidak mungkin, karena ya tidak mungkin saja... Kata kata di surat dan pesan itu terlalu kejam untuk diungkapkan Rahmi. Lalu Guna adalah laki laki dan rasanya tidak mungkin mengirimkan pesan semodel itu kepadanya.
Sedangkan Cynthia dan Listya rasa rasanya tidak pernah melihatku bersama kak Daru. Jadi mereka tidak tahu kalau aku dekat.
Widari satu satunya yang mungkin. Tapi, entahlah.. Apa ada yang lain?
"Jangan melamun!" Gema melambai lambaikan tangannya di wajah Hana.
"Tolong kirimkan nomor si pengirim tadi. Aku minta papa buat melacaknya," Gema menyadarkan Hana.
"Ja-jangan bilang om Levi," Hana kaget.
"Tenang saja, aku tidak akan bicara apapun," ucap Gema.
Hana pun mengetikkan nomor ponsel tersebut dan mengirimkannya ke ponsel Gema. Tak lama, sahabatnya itu menelepon seseorang.
Gema, "Pap... Aku mau minta tolong."
Levi, "Apa?"
Gema, "Barusan aku kirim nomor ponsel. Apa bisa papa cek posisi terakhirnya dimana atau identitasnya atas nama siapa?"
Levi, "Kamu sedang main detektif? Atau jadi penjahat?"
Gema tertawa, "Pap, tolong aku. Ini untuk kebaikan, percaya padaku. Tidak ada niat jahat sama sekali."
Levi ikut tertawa, "Ya sudah nanti papa bantu cek. Kalau seperti ini, harusnya kamu masuk kuliah hukum atau masuk akademi kepolisian."
Gema cekikikan, "NO!"
Levi, "Nanti papa cek."
Gema, "Thank you pap!"
Hana tersenyum senang, "Idemu cemerlang!"
"Siapa dulu dong? Aku, Gemani Anandya si master of kepo," ia terkekeh.
"Semoga saja bisa kita lacak identitasnya," harap Hana.
Tak berapa lama ponselnya berbunyi.
"Ini papa!" Gema menatap Hana.
"What? Cepat sekali," Hana langsung tak sabar ingin tahu.
Gema, "Halo pap."
Levi, "Gema, jujur sama papa, apa yang kamu lakukan?"
Gema, "Me-memang kenapa?"
Levi, "Jawab dulu. Apa yang sedang kamu cari tahu?"
Gema, "Mmm.. Ini rahasia ya pap.. Tapi temanku menerima pesan tidak enak dari nomor itu. Aku mencurigai pelakunya masih teman kuliah."
Levi, "Yakin hanya itu? Tidak ada yang lain?"
Gema, "Iya, yakin. Memang kenapa? Apa ada yang salah dengan nomor itu?"
Levi, "Siapapun pengirim pesan pada temanmu, dia melakukannya dengan terencana Gem."
Gema, "Maksud papa?"
Levi, "Nomor itu dikirim dari burner phone dan tidak bisa dilacak identitas dan posisi terakhirnya. Artinya, orang ini memang sengaja tidak ingin diketahui. Itu sudah satu perbuatan terencana. Oleh sebab itu papa bertanya."
Gema, "Apa itu burner phone?"
Levi, "Semacam ponsel sekali pakai. Kamu tidak bisa menjalankan aplikasi pada burner phone, dan juga tidak ada koneksi internet. Ponsel tipe ini biasa digunakan sebelum smartphone muncul."
Gema, "Ohh.."
Levi, "Apapun yang kamu lakukan, hati hati."
Gema, "Iya pap."
Tak lama Gema pun menutup teleponnya. Ia menatap Hana.
"Bagaimana?" Sahabatnya itu melihat ke arahnya dengan penuh harap.
"Nihil. Papa bilang pesan itu berasal dari burner phone, semacam ponsel sekali pakai. Tidak ada aplikasi pada burner phone, dan juga tidak terhubung pada koneksi internet," jelas Gema.
"Hana, ini semua terencana! Ada orang yang memang dengan sengaja menyakitimu. Dan, orang itu melakukannya dengan penuh niat," Gema menarik nafas panjang.
"Iya kamu betul. Sampai sampai menggunakan telepon sekali pakai segala. Jelas sekali orang itu tidak ingin ketahuan," Hana geleng geleng kepala.
"Di benakku, Widari paling mungkin melakukannya. Kita selidiki saja tindak tanduknya. Bagaimana?" usul Gema.
"Bagaimana menyelidikinya? Kamu aneh aneh saja," Hana mengerutkan kening.
Gema tergelak, "Iya kita minta tolong kak Daru. Dia paling dekat dengan Widari. Tidak mungkin aku atau kamu bukan?"
"Iya, iya," Hana setuju. "Kak Daru bilang akan menghubungiku. Nanti aku ceritakan semua."
"Betul. Setuju. Ceritakan semua yang kita bicarakan," Gema mengangguk
Tak lama ponsel Hana berbunyi.
"Kak Daru!" Hana berbisik, "Aku angkat dulu."
Gema mengangguk, "Kamu bicara saja. Aku ke dapur dulu menyimpan semua ini."
Ia melangkah keluar kamar Hana sambil membawa potongan timun dan es batu tersebut. Gema hendak menyimpannya di dapur.
Hana pun mengangkat telepon Daru, "Halo."
Daru, "Halo, maafkan tadi rapat."
Hana, "Iya tidak apa apa. Kak, ada yang ingin aku bicarakan, tapi sepertinya lebih baik langsung. Ada kejadian dan barusan membahas semuanya dengan Gema. Hasilnya.. Mmm..."
Daru, "Kakak ke situ ya. Ini rapat sudah selesai dan kak Daru kosong."
Hana tersenyum senang, "Iya kak. Aku tunggu."
Daru, "Tunggu. Dua puluh menit. See you."
Hana, "Sampai ketemu."