ROTI MANIS

1217 Kata
***FLASHBACK*** Jam istirahat pun tiba, Daru melangkah ke kafetaria. Matanya berkeliling mencari Hana, tapi tidak ada. Kemana Hana? Tidak makan siang? Daru membeli roti dan memutuskan untuk melintas ke arah ruang kelas Hana. Siapa tahu ada di kelas. Ternyata memang ada di ruang kelasnya. Daru memperhatikan kalau Hana sedang membaca buku. Ia memutuskan untuk menyapanya. Beberapa anak perempuan menoleh dengan kaget saat tahu kalau Darudarma ada di ambang pintu ruang kelas mereka. "Cari siapa kak?" Listya menghampirinya dengan senyum lebar. Daru menahan senyum saat memperhatikan kalau Hana masih serius berkutat dengan bukunya dan tidak menyadari kehadirannya. "Saya cari Hana," jawab Daru. "Ha-hana?" Listya memang belum mengenal Hana. "Itu yang lagi baca," Daru tersenyum. "Oh.." Listya pun menghampiri Hana dan mencoleknya, "Kak Daru cari kamu." Hana langsung terperanjat kaget. Ia pun melangkah ke arah pintu dan tersenyum lebar, "Ka-kak cari aku?" "Sini," ucap Daru mengajak Hana keluar kelas. "Ada apa kak?" Hana mengikutinya. "Kenapa tidak makan siang?" Daru bertanya. "Aku rasanya kenyang. Terlalu stress setelah belajar tadi," Hana menghela nafas. "Aku hampir hampir bingung mengikuti pelajaran." "Dibawa santai," Daru menenangkannya. "Ini, mau tidak?" Daru menawarkan roti yang dia beli. "Mau. Ada rasa apa?" Hana dengan suka cita menerima roti dari Daru. "Ada keju, ada s**u. Kalau kamu mau dua duanya, ambil saja," Daru tersenyum. "Wah ini kesukaanku," ujar Hana senang. "Aku ambil dua duanya saja." "Silahkan tuan putri. Aku beli untukmu," Daru bicara apa adanya. "Terima kasih kak," Hana berbinar binar. "Sama sama," Daru merasa senang saat memperhatikan ekspresi Hana. "Pulang kuliah besok, apa boleh kalau kak Daru mengantarkanmu pulang?" tanyanya. Hana dengan semangat mengangguk berulang kali. Daru hanya tertawa melihat tingkah Hana. "Tadinya kakak berniat mengantarkanmu saat pulang kuliah nanti. Tapi, ternyata ada rapat senat dadakan," ucap Daru. "Ohh.." Hana langsung merasa kecewa. "Kamu kecewa?" Daru menahan senyum. "Ah euh eh.." Hana gugup menjawabnya. Daru hanya tertawa, "Ah kamu lucu." "By the way, jam istirahat sudah mau habis. Kak Daru ke atas dulu ya?" ungkapnya. Hana mengangguk, "Iya." "Bye Hana," Daru pun berpamitan. Hana hanya memperhatikan hingga Daru menghilang di balik tangga. Ada rasa bahagia membuncah di dirinya. Senang sekali rasanya. Tangannya memegang kuat roti pemberian Daru. Roti manis yang membuat hariku penuh senyum. Hana pun kembali masuk ke ruang kelas. Ia tidak menyadari kalau ada tatapan mata yang menunjukkan rasa tidak suka memperhatikan kedekatannya dengan Daru. *** Sepulang kuliah, Hana duduk di bangku dari batu yang ada dekat parkiran. Ia sedang menunggu jemputan. Ini hari pertamaku kuliah, tapi kenapa tidak ada yang mau bermain denganku ya? Tadi aku mengajak Tria makan ke kafetaria tapi katanya tidak bisa karena ada janji dengan teman SMA nya yang kuliah di jurusan lain. Hhh... Aku telepon Gema tidak diangkat. Hana menendang nendang bebatuan yang ada di parkiran. Namun, tendangan terakhir sedikit kencang hingga mengenai kaki anak perempuan yang sedang melintas. "Ma-maafkan aku!" Hana berlari mendekat pada anak perempuan itu yang ternyata teman sekelasnya. Mahasiswi yang disebut "anak beasiswa" oleh Cynthia dan Listya. "Ti-tidak apa apa. Tidak sakit juga," ujarnya. "Aku tadi iseng menendang batu batu itu, dan barusan aku tendang terlalu kencang," Hana menjelaskan. "Kamu tidak apa apa?" "Iya, tidak apa apa," jawabnya sambil mengangguk. "Aku rasanya ingat kamu teman sekelasku. Apa kamu juga ingat aku?" tanya Hana. Dia pun mengangguk. Hana tersenyum dan menyodorkan tangannya, "Hana." Temannya itu pun ikut tersenyum, "Rahmi." "Kamu pulang kemana? Biar aku antar saja. Aku lagi tunggu yang jemput. Mungkin ibuku yang jemput," Hana menawarkan diri. Rahmi menggeleng, "Aku naik umum saja." Hana yang masih merasa tidak enak kembali membujuknya, "Sama aku saja ya? Setidaknya mengobati rasa bersalahku barusan." "Kita bisa mengobrol di jalan," bujuk Hana lagi. "Ka-kamu mau mengobrol denganku?" tanya Rahmi. "Kenapa tidak?" Hana mengerutkan keningnya. "A-aku anak beasiswa. Mmm.. Orangtuaku dari keluarga tidak mampu," jelasnya bicara perlahan sambil menunduk. Hana tersenyum, "Aku tidak peduli. Kita bisa bicara apa saja tanpa harus mengetahui siapa orangtuamu. Aku berteman denganmu bukan dengan orangtuamu." Rahmi mengangkat kepalanya, "Ka-kamu mau berteman denganku?" "Iya. Tentu saja," Hana mengangguk. "A-aku tahu dari waktu Pengenalan Kehidupan Kampus bagi Mahasiswa Baru, banyak orang menatapku seperti aneh. Bahkan aku mendengar ada yang bisik bisik menyebut aku 'anak beasiswa'. A-aku akui kalau masuk ke sini dengan beasiswa. Ini universitas ternama yang mungkin sangat jarang menerima mahasiswi sepertiku," ucapnya lagi. "Tapi, beasiswa jadi kesempatan untukku memperbaiki kehidupan keluargaku," Rahmi menarik nafas. Hana langsung terharu. Ia teringat kala membantu ibunya di panti asuhan. Banyak anak anak seperti Rahmi yang orangtuanya tidak memiliki kemampuan materi berlebih. "Jangan khawatirkan apapun," Hana tersenyum. "Kamu bebas berkuliah di sini. Biar saja orang bicara apapun juga." "Sudah, biarkan aku mengantarmu pulang," Hana kembali tersenyum. Rahmi akhirnya mengangguk. Tak berapa, Hana melihat mobil ibunya mendekat, "Ayo ibuku sudah datang." Hana mengajak Rahmi masuk ke dalam mobil, "Ibu, ini temanku namanya Rahmi." "Oh hai Rahmi," Jingga menyapanya. "Tante, saya Rahmi," Ujarnya sambil masuk ke mobil. "Kita kemana ini?" Jingga sudah mengerti kalau Hana pasti memintanya mengantarkan temannya. "Ru-rumah saya di sekitar Kampung Jeruk," jawabnya. Jingga pun membawa arah mobil ke Kampung Jeruk. "Sehari hari kamu pergi naik apa?" Hana ingin tahu karena lokasinya lumayan jauh dari kampus. "Naik bis ganti tujuan dua kali, langsung berhenti di halte yang dekat kampus. Dari situ, aku jalan kaki," ucapnya. Hana merenung, melamunkan kalau perjalanan yang Rahmi tempuh ternyata cukup jauh juga. Ia jadi terharu sendiri. Jingga sedikit melirik ke arah putrinya. Ia bisa merasakan kalau Hana sepertinya merasa terharu. Putrinya ini memang perasa dan kadang selalu memikirkan apapun jauh ke hatinya. "Tante sudah gerak ke arah Kampung Jeruk, nanti kalau sudah dekat, tolong arahkan ya," Jingga membuka mulutnya. "Iya tante," jawab Rahmi. "Apa yang biasa kamu lakukan sepulang kuliah?" tanya Hana. "Kapan kapan bisa main ke rumahku." "Pulang kuliah aku membantu ibuku membuat kue," ungkap Rahmi. "Kue apa?" Hana penasaran. "Ibuku jualan kue yang dititipkan di warung warung atau toko kecil," jelas Rahmi. "Oh," Hana jadi tidak enak hati sendiri. "Kalau aku mau beli kue buatan ibumu, apa bisa?" Hana kembali bertanya. "Bisa saja. Jam segini ibu pasti sudah memasak," Rahmi menjelaskan. Jingga pun ikut merasakan apa yang Hana rasakan, "Kuenya kue apa?" "Kue kue basah tante," jawabnya. "Ibumu terima pesanan?" tanya Jingga. "Iya," Rahmi mengangguk. Sampai akhirnya Jingga tiba di area Kampung Jeruk. "Dari sini tinggal lurus saja tante. Di perempatan depan belok kanan. Tante bisa berhenti di depan toko besi," jelas Rahmi. Jingga mengikuti arahan Rahmi dan akhirnya tiba di sebuah toko besi. Ia pun menghentikan mobilnya. "Ini rumahmu?" tanya Jingga. "Bukan tante. Rumah saya masuk ke gang kecil yang ada di sebelah toko besi," jawab Rahmi. Hana menatap Jingga, "Ibu, aku ingin beli kue buatan ibunya Rahmi, apa boleh aku turun dulu?" Jingga menoleh ke arah Rahmi, "Tante parkir di sini tidak apa apa?" "Tidak apa apa. Memang sering suka ada yang parkir di sini," jawabnya. "Ok Hana, ibu tunggu di sini," Jingga mengizinkan Hana untuk turun. "Tunggu ya bu, aku janji tidak akan lama," Hana mengikuti arah Rahmi berjalan. Jingga menunggu sambil memperhatikan anaknya melangkah memasuki gang kecil sebelah toko besi tersebut. Ia pun memperhatikan suasana sekitar area tersebut. Aku jarang sekali ke daerah sini meski puluhan tahun hidup di Jakarta. Tiba tiba, matanya menangkap ada sosok tidak asing. Jantungnya berdebar kencang. Itu Sara Hudaya! Mantan sekretarisnya Keenan itu tinggal di daerah sini? Sudah keluar penjara? Jingga menarik nafas panjang saat menyadari kalau Sara berjalan memasuki gang kecil tersebut. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN