***FLASHBACK***
Masa Pengenalan Kehidupan Kampus bagi Mahasiswa Baru pun berakhir. Hana akhirnya menjalani kehidupan sebagai mahasiswi baru sesungguhnya.
Ia melangkah dengan bangga memasuki halaman kampus Universitas Pelita Nusantara. Kampus kebanggaan di tanah air yang melahirkan banyak lulusan dokter ternama.
Aku akan menjadi dokter yang membanggakan ayah dan ibu! Semangat Hana! Belajar yang rajin!
"Morning calon dokter!" ada suara yang menyapanya.
"Kak," Hana langsung tersenyum lebar saat mengetahui kalau Daru menyapanya.
"Danis tadi yang mengantarmu?" tanya Daru.
"Iya, setiap pagi kakak lewat sini, jadi aku bisa nebeng," Hana mengangguk.
Daru menahan senyumnya.
Ia memperhatikan Hana yang mengenakan celana jeans berwarna biru muda dengan kemeja tangan pendek berkerah lebar berwarna merah muda. Jepit rambut menghiasi bagian kiri kepalanya. Pipinya sedikit merah karena udara pagi yang lumayan dingin.
Hana, kamu cute!
"Ka-kak Daru.. A-apa ada yang aneh?" Hana langsung tidak percaya diri. Ia melihat kalau Daru memperhatikannya tapi sambil menahan tawa.
"Ti-tidak aneh. Hana, maafkan kak Daru. Tapi, pipi kamu merah dan menurut kakak itu lucu," Daru memamerkan deretan gigi putihnya dan tersenyum lebar.
"Kamu baik baik saja, tidak ada yang aneh," Daru menjelaskan sikapnya. Ia tidak mau kalau Hana berpikiran lain.
"Ohh. Apa iya itu saja?" Hana mengatupkan bibirnya.
"Iya," Daru mengangguk. "Pipi merahmu lucu. Itu saja."
Hana langsung menunduk. Ia merasa kalau saat ini, bukan hanya pipinya yang merah, tapi juga wajahnya.
Kak Daru membuatku grogi begini...
"Kamu gabung unit kegiatan mahasiswa?" Daru kembali menatap Hana.
"Aku bingung. Mmm.. Aku belum punya teman yang klop kak. Aku ingin tahu dulu teman teman yang lain ikutan apa," Hana menjelaskan.
"Ok. Kalau kamu mau ikut senat atau BEM, info kak Daru saja ya," Daru menginformasikan.
"Kakak ikut unit kegiatan apa saja?" Hana ingin tahu.
"Selain aktif di senat, kakak ikut karate, sepakbola dan Korps Sukarela Palang Merah Indonesia," jawab Daru.
"Kenapa?" Daru balas bertanya.
Hana tersenyum, "Tidak. Aku hanya tanya."
Daru tergelak, "Jangan ikut ikutan. Harus keinginan dari hati."
"Iya, iya..." Hana menjawabnya sambil tertawa.
Kak Daru ada di hatiku, jadi kalau aku mengikuti kak Daru sama artinya mengikuti hatiku...
Hana menahan senyum membayangkan pemikirannya sendiri.
"Jangan senyum senyum sendiri, nanti orang pikir ada sesuatu di dirimu," Daru menggodanya.
"Iya, iya," Hana mengatupkan bibirnya.
"Kak, itu ruangan kelasku. Ruang 103," Hana menunjuk ruangan kelasnya.
"Ok. Nanti kita mengobrol lagi..." Daru mengangguk.
"Iya kak," Hana membelok masuk ke ruangan yang masih setengah kosong. Ia memilih duduk di barisan paling kanan di tengah tengah.
Aku tidak mau paling depan, tapi juga tidak mau paling belakang.
Ia teringat saat mengunjungi ruang kelas Kak Daru. Lelaki pujaan hatinya itu duduk di bangku paling belakang. Tanpa sadar, ia menoleh ke kursi paling belakang.
Ada seorang lelaki yang duduk di situ sambil memandang ke luar jendela. Hana memperhatikan kalau di luar jendela itu hanya ada lahan kosong dengan rerumputan dan satu dua pohon.
Apa yang lelaki itu perhatikan?
Tapi, Hana tidak ambil pusing. Ia kembali menatap ke arah depan kelas.
Semangat! Ini kuliah pertamaku!
Perlahan Hana menatap sekeliling kelas. Satu persatu mahasiswa mahasiswi memasuki kelas. Hana merasa sedih sendiri karena tidak ada teman perempuan yang memilih duduk di depan atau belakangnya. Kursi di belakangnya terisi oleh laki laki. Sedangkan dua kursi di depannya masih kosong.
Hana menunduk sambil menggigit bibirnya.
Semoga ada anak perempuan yang duduk di depanku.
"Hai, ketemu lagi," seorang perempuan menyapanya.
Hana mengangkat wajahnya dan langsung berseri seri. Tria duduk di kursi depannya.
"Hai juga," Hana tersenyum.
"Senangnya kita sekelas. Akhirnya ada teman seperjuangan masa PKKMB," ujar Tria.
"Iya," Hana merasa senang.
Matanya menangkap sosok dua anak perempuan memasuki ruangan kelas. Itu Cynthia dan Listya.
Hmm.. Apa Cynthia serius menyukai kak Daru?
Keduanya duduk di barisan sebelahnya. Hana sedikit melirik tapi kemudian memutuskan untuk tidak memperdulikannya. Ia kembali melihat seorang anak perempuan yang memasuki ruangan dengan langkah sedikit lesu. Anak perempuan itu duduk di kursi paling depan barisannya.
Kenapa anak perempuan itu terlihat lesu? Apa malas kuliah atau bagaimana? Siapa dia? Apa yang terjadi?
Tiba tiba ia mendengar bisikan antara Cynthia dan Listya, "Lihat itu si anak beasiswa. Pakaiannya jelek begitu."
Hana tercekat.
Kenapa kedua orang itu bisa dengan cueknya menjelekkan teman sendiri?
Hana kembali melihat ke anak perempuan yang duduk di paling depan. Pakaiannya memang sedikit lusuh, tapi rasanya tidak harus diucapkan dengan nada menghina seperti yang diucapkan Cynthia barusan.
Tapi Hana memutuskan untuk tidak terlalu memperhatikan keduanya.
Mereka itu seperti toxic.. Jangan dekat dekat Hana!
***
Daru berusaha menyimak pelajaran pagi itu. Tapi, entah kenapa, konsentrasinya seperti buyar.
Tidak biasanya aku seperti ini.
Daru memainkan pulpen ditangannya. Matanya menatap ke luar jendela. Kelasnya yang ada di lantai tiga membuatnya bisa menatap langit biru tanpa terhalang apapun.
Ia mengingat kejadian beberapa bulan lalu...
Saat itu, ia sedang berdiskusi dengan ayahnya di ruangan kerjanya. Tak sengaja, matanya menatap seorang perempuan cantik melangkah di halaman rumahnya.
Detik itu juga, jantungnya seperti berhenti berdetak. Ada rasa aneh menjalar di sekujur tubuhnya. Semua gara gara perempuan itu.
Ayahnya bahkan sampai harus memanggil namanya berulang kali karena terlihat melamun.
Daru teringat canda ayahnya saat itu : Kamu kenapa? Seperti terpesona bidadari lewat.
Ia hanya tertawa, meski tanpa ayahnya sadari kalau candaannya adalah benar. Daru memang merasa seperti melihat bidadari melintas.
Setelah selesai berdiskusi dengan ayahnya, Daru pun melangkah ke halaman rumahnya untuk menemui teman dari Jani yang ingin bertanya tanya soal kuliah kedokteran. Dari kejauhan, ia melihat bidadari cantik yang tadi membuatnya terpesona.
Oww.. Jangan jangan, bidadari itu adalah temannya Jani?
Daru merasakan kalau jantungnya berdebar kencang. Semakin dekat langkahnya ke arah Runa, Jani dan perempuan itu, semakin kencang pula detak jantungnya.
Sampai akhirnya, perempuan itu ada di hadapannya.
Ia pun bertanya, "Siapa di antara kalian yang ingin menjadi dokter?"
Bidadari cantik yang memesona itu menjawabnya, "Sa-saya.. Na-nama saya Hana."
Ia pun membalasnya, "Hai Hana, saya Daru."
Pertemuan pertama dengan bidadari cantiknya. Sejak itu, bayangan Hana seperti tidak hilang dari pikirannya.
Aneh, ini aneh.. Sekujur tubuhku bereaksi seperti merasakan sengatan listrik.
Daru menghela nafas panjang. Tadinya, ia sudah bertekad untuk tidak mendekati perempuan manapun hingga lulus kuliah kedokteran. Daru ingin fokus menjadi dokter dan sesuai arahan ayahnya, Rumah Sakit Besari akan menjadi tanggung jawabnya. Itu rencana besar untuk masa depannya.
Ia sudah mendengar cerita masa lalu mengenai Adiwilaga Besari dan upayanya melukai Tante Dara hanya karena persoalan warisan rumah sakit itu. Tak hanya itu, bahkan kejahatannya hampir saja melukai ibunya.
Untung saja Adiwilaga Besari yang juga kakek jauhnya itu telah menyadari kesalahannya. Hidupnya mendekam di balik jeruji besi dan mungkin tidak akan lagi menghirup udara bebas sampai akhir hayatnya.
Daru kembali menatap langit biru. Ia tak ingin ada yang mengganggu konsentrasinya saat belajar. Ada peninggalan berharga eyang Darmanta Besari dan neneknya Damadewi Besari yang harus ia teruskan. Ini tanggung jawab besar...
Tapi.. Hatiku sudah tersentuh sekarang. Semua sudah terjadi..
Apa Hana merasakan yang aku rasakan?