DEMI HANA

1126 Kata
"Langkah pertama adalah mencari terduga pelaku," ungkap Daru. "Hana, apa menurutmu ada yang mungkin bersikap seperti ini kepadamu?" tanya Daru. "Mmm.. Ada dua orang yang aku pikirkan," Hana menunduk. "Siapa? Sebutkan saja!" Danis langsung emosi. Hana menoleh ke arah Danis, "Jangan marah.." "Bagaimana kakak tidak marah? Ada anak yang berbuat jahat kepadamu," ungkap Danis. "Iya, tapi aku kan jadi tidak enah hati sendiri," Hana mengerucutkan bibirnya. "Maafkan kakak," Danis merangkul Hana, "Coba cerita. Siapa? Dan kenapa?" "Nama anaknya Cynthia dan Listya," Hana mulai bercerita. "Mmm.. Aku menduga pelakunya mereka gara gara ada satu kejadian, mmm.. Ada temanku bernama Rahmi. Dia, bisa dibilang dari keluarga sederhana. Aku melihatnya mengenakan sepatu yang sudah terkelupas kak," jelas Hana. "Akhirnya, aku memutuskan untuk memberikan sepatu sepatu milikku yang belum pernah dipakai. Eh, ternyata, hal itu menyebabkan salah paham. Cynthia dan Listya menuduh Rahmi mencuri sepatu itu. Untungnya, aku melihat kejadian tersebut," Hana menarik nafas. "Aku jelaskan, kalau itu sepatu pemberianku. Eh, Cynthia dan Listya malah bilang kalau aku hanya membela Rahmi. Mereka, mmm.. Tidak suka sama Rahmi karena dia masuk Universitas Pelita Nusantara lewat jalur beasiswa. Masa keduanya sering menyebut Rahmi sebagai anak beasiswa," Hana menceritakan semuanya. "Sejak itu, mmm.. Cynthia dan Listya hampir tidak pernah menyapaku," Hana mengatupkan bibirnya. "Oww.. Kak Daru baru tahu ada kejadian itu," Daru merasa bersalah. Ia tak pernah bertanya soal hari hari Hana di kampus. "Hana, itu bully! Mereka bersatu padu mengabaikanmu hanya karena mereka tidak suka. Itu salah!" Danis merasa kesal sendiri. "A-aku tahu kak, tapi.. Bagaimana lagi? Aku hanya bisa diam saja. Lagipula, aku tidak bisa memaksa mereka untuk baik dan berteman denganku," Hana menghela nafas panjang. "Lalu, teman dekatmu? Siapa yang tahu?" Danis bertanya lagi. Hana menggeleng. Ia meremas jari jemarinya, "A-aku tidak punya teman." Matanya berkaca kaca. Daru langsung merasakan dadanya seperti tertusuk sebuah pisau tajam. Hana bersedih. Padahal selama ini, gadis cantik pujaan hatinya ini selalu tersenyum dan tidak menampakkan kesedihan. "Ka-kamu kenapa tidak cerita?" Daru sungguh tidak enak hati. "A-aku.. Ah, aku tidak tahu.." Hana menunduk. "Kamu adik kak Danis yang paling manis, baik hati dan kadang bawel. Kalau mereka tidak mau berteman denganmu, mereka yang rugi sendiri!" Danis berkata dengan geram. Ia menepuk nepuk bahu Hana. "A-aku juga tidak mengerti. Rasa rasanya, aku tidak pernah berbuat salah. Bahkan, aku tidak mengenal sebagian besar dari mereka," jelas Hana. Daru menarik nafas panjang. Ia ingin menghibur Hana. Tapi, adanya Danis di situ membuatnya canggung. "Kita sudah tahu ada tersangka. Kalau ada yang lain, kamu info kakak ok?" Daru menatapnya. Hana mengangguk. "Kita cari tahu sampai pelakunya ketahuan," Daru menegaskan. "Iya kak," Hana mengatupkan bibirnya. "Daru, siapapun itu, harus ketemu! Dia akan berhadapan dengan kakak!" Danis begitu emosi. Seperti juga Keenan, Danis memang memiliki rasa tanggung jawab besar terhadap keluarganya, terkhusus adiknya. "Pasti!" Daru mengiyakan. "Kita akan bahas lagi nanti untuk langkah langkahnya. Kak Daru akan pikirkan lebih lanjut," Daru menatap Hana. "Kakak antar jemput kamu setiap hari. Jangan sampai orang itu mengganggumu secara langsung!" Danis mengepalkan tangannya. Hana menggeleng, "Kakak akan repot kalau setiap hari jemput aku. Kalau antar kan memang sejalur. Aku bisa pulang sama ibu, atau Bapak Safwan, atau..." "Atau sama Kak Daru," Daru menatap Hana dan Danis bergantian. "I-iya," Hana mengangguk. Danis menatap Daru penuh makna. Ia pun tersenyum, "Apa kalian..?" "Mmm.. Hana, apa boleh berikan kak Daru bicara empat mata dengan kakakmu?" Daru meminta izin Hana. "I-iya. Sekalian aku bawakan minum dan camilan ya," Hana pun berdiri dan melangkah ke dalam rumah. "Ada apa?" Danis menatap Daru sambil menahan senyum. "Mmm.. Aku akan menjaga Hana. Percaya padaku," Daru membalas tatapan Danis. "Aku percaya," Danis tersenyum. "Tapi ada apa?" Daru memasang wajah serius, "Aku menyukai Hana. Sejak awal melihatnya. Berbulan bulan lalu..." "Hari ini, aku menyatakan perasaanku. Hana ternyata membalasnya," Daru menceritakan semuanya. Danis tertawa, "Kamu dan adikku?" "Iya," Daru mengangguk sambil menahan senyum. "Give us your blessing. I'm serious," Daru berkata dengan tenang. "Apapun yang membuat Hana bahagia, aku akan ikut bahagia," Danis menepuk bahu Daru. "Tapi, apapun yang membuat adikku sedih atau marah, aku juga akan sedih dan marah." Daru mengangguk, "Aku mengerti. Jangan khawatirkan apapun." "Cari tahu pelakunya bro! Hana adikku yang sangat perasa, dia tidak mungkin melukai perasaan siapapun. Aku tahu itu," ucap Danis. "Jadi, si pembuli ini, dia memang orang sinting!" Danis merasa kesal sendiri. "Aku akan melakukan segalanya. Tenang saja," Daru mengangguk. Tak lama, Hana datang membawa minum dan camilan, "Kak makan dulu." "Ehm.. Mana buat kak Danis?" Danis menatap kue kue yang ada dalam satu piring kecil saja. "Ambil sendiri! Tanganku cuma dua," Hana pura pura marah. Danis tertawa, "Ok ok.." "Kakak ke dalam dulu," Danis pun berlari ke dalam rumah. "Hana, kak Daru baru tahu semua ceritamu. Beberapa bulan ini, kamu sendirian? Tidak ada teman bermain?" Daru merasa sedih sendiri. "I-iya.. A-aku tidak tahu kenapa. Seperti tidak ada yang mau berteman denganku," Hana menggumam pelan. Daru langsung merenung. Apa ada yang terjadi tanpa sepengetahuannya? Kenapa dengan Hana? Betul kata Danis, Hana adalah anak yang manis dan baik hati, kenapa tidak ada yang mau berteman dengannya? Ia mendekat ke arah Hana dan merangkulnya, "Jangan bersedih dan jangan khawatir. Kak Daru akan menjagamu." Daru menepuk nepuk punggung Hana. Ia pun membalas rangkulan Daru dan bersandar di dadanya. Hangat... Aku tidak takut apapun, ada kak Daru di sisiku. Danis yang tadinya hendak kembali bergabung, langsung berbalik kembali ke dalam rumah saat melihat pemandangan itu. Hana perlu dukungan. Daru salah satu orang yang akan memberinya kekuatan. Ia pun tersenyum. Merasa yakin kalau adiknya berada di tangan orang yang tepat. *** Setibanya di Kediaman Abisatya, Daru menghubungi tokoh penting dari Yayasan Abisatya Besari. Tidak banyak yang tahu kalau Universitas Pelita Harapan mendapatkan dukungan dari yayasan milik keluarganya itu. Tokoh kunci dalam yayasan itu Om Tama, yang dulu menjadi sekretaris papanya. Tama, "Malam Daru, kehormatan sekali kamu menelepon setelah sekian lama." Daru, "Malam om. Maafkan saya mengganggu di malam hari. Tapi ada hal penting yang ingin saya bicarakan." Tama. "Silahkan." Daru, "Di kampus, ada yang melakukan pembulian. Saya tidak membenarkan kejadian itu. Entah siapa pelakunya. Saya butuh sumber daya untuk menyelidikinya." Tama, "Apa yang kamu butuhkan?" Daru, Apa bisa kita memasang cctv secara diam diam di dalam kelas 103 atau disekitarnya. Tapi secara diam diam, tanpa ada orang yang tahu." Tama, "Om akan lihat. Prinsipnya bisa." Daru, "Terima kasih om. Tapi tolong, ini rahasia." Tama, "Tentu saja. Hanya saja, apa om boleh tahu kenapa kamu terlibat langsung?" Daru, "Korban adalah kekasih saya." Tama, "Oh.. Kamu memang seperti ayahmu. Baik Daru, om akan membantumu. Jangan khawatir." Daru, "Terima kasih om." Setelahnya, Daru berbaring di atas kasur. Ia menatap langit langit dan bertekad untuk menjaga Hana semaksimal yang ia bisa. Tidak ada yang boleh melukai ataupun menyentuh Hana sedikitpun. Berani sekali kalau ada yang melakukannya! Mereka hanya akan membuat Darudarma Abisatya murka kalau sampai itu terjadi!
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN