ADA AKU, JANGAN KHAWATIR

1130 Kata
Daru terbangun dengan perasaan tidak enak hati. Bayangan Hana memenuhi pikirannya. Aku menjadi Ketua BEM dengan jejaring dimana mana, tapi tak mampu menjaga Hana. Ini membuatku merasa geram sendiri. Ponselnya berbunyi. Ada pesan dari Om Tama. Tama : Permintaanmu sudah ditindaklanjuti. Kita cari waktu tepat untuk memasang kamera tersembunyi agar tidak diketahui orang orang. Daru : Terima kasih om. Kabar berita itu membuatnya sedikit lega. Semoga bisa segera ketahuan pelakunya. Pintu kamarnya ada yang mengetuk. Daru melangkah ke arah pintu dan membukanya. Ternyata ayahnya. "Tumben masih di dalam kamar?" Danu tersenyum merangkul anaknya. "Ayah jadinya olahraga sendirian." "Maafkan aku, semalaman tidur agak larut. Aku jadi bangun telat," Daru menggaruk rambutnya. Danu hanya tersenyum, "Kamu juga pulang larut malam. Apa ada yang terjadi?" "Aku.. Mmm.. Semalam mengantarkan Hana pulang dan akhirnya mengobrol banyak hal," Daru menjawab dengan malu malu. "Apa kalian? Mmm.. Kamu dan Hana?" Danu bertanya sambil menahan senyum. Daru merasa malu sendiri, "Iya.. Iya.." Ia melepaskan diri dari rangkulan ayahnya. Danu hanya tertawa. "Sudah waktunya Daru, tidak perlu malu," Danu bicara apa adanya. "Apa yang sudah waktunya," Mitha tiba tiba muncul. "Anakmu sayang. Sudah semakin dewasa," Danu mengecup pipi Mitha. "Apa?" Mitha langsung bisa menebak. "Ada seseorang?" Daru menggaruk rambutnya berulang kali, "Ibu.. Mmm.. Aku dan Hana. Dia pacarku sekarang." Mitha tersenyum lebar, "Hana anak yang baik. Ingat jaga dia. Jangan mempermainkan perasaan perempuan." "Kapan aku main main? Aku serius bu," Daru tergelak. "Iya, ibu percaya," Mitha menepuk bahu putranya. "Kita lanjut ngobrolnya sambil sarapan dulu." "Aku lapar, apa menu pagi ini?" Danu menggenggam tangan Mitha. "Bubur ayam. Request by Runa. Dia kurang enak badan," Mitha menjawabnya sambil tersenyum. "Tidak enak badan kenapa?" Danu mulai khawatir. Mitha hanya tertawa, "Biasa penyakit perempuan. Bulanan." "Oh.." Mereka berjalan ke arah meja makan dan melihat Runa sudah duduk manis. "Kenapa lama sekali? Aku lapar," Runa mulai cemberut. "Penyakit bulanan muncul, uring uringan datang," Daru menggodanya. "Ah kakak! Jangan menggodaku. Cepat jadi dokter dan berikan aku obat," Runa masih saja cemberut. Daru tertawa, "Sabar. Ini baru juga mau skripsi." "Satu semester lagi kamu koas. Ayah berharap kamu bisa menjalani masa ko asisten di Rumah Sakit Besari," Danu menatap anaknya. "Mmm.. Aku tidak ingin ada kesan aku dipermudah karena keluargaku," Daru menggumam. "Lalu dimana kamu akan mengajukan koas?" tanya Danu. "Nanti aku pikirkan," Daru menatap ayahnya. "Tadinya ayah berharap agar kamu juga sekalian mengenal sistem manajemen Rumah Sakit Besari. Tapi, ayah serahkan semuanya kepadamu," ujar Danu. "Kak, rumah sakit milik keluarganya Kak Abi juga menerima program koas bukan?" Runa ikut mengobrol. "Darimana kamu tahu?" Daru menahan senyum. Runa tidak memperdulikan reaksi kakaknya, "Kak Abi cerita. Tidak sengaja saat membicarakan soal kakak." Daru hanya tertawa, "Kamu dan Abizar jangan banyak membicarakan orang lain." Mitha dan Danu ikut tertawa. "Ini sudah semakin siang, aku pergi dulu. Sarapanku habis," Daru meletakkan sendoknya di atas mangkuk. "Hati hati," Mitha memperhatikan putra sulungnya itu beranjak keluar rumah. *** Setibanya di kampus, ia menghubungi Hana. Daru : Dimana? Hana : Baru masuk gerbang. Daru : Kak Daru tunggu di parkiran ya? Hana : Aku ke situ. Tak lama ia melihat sosok Hana yang mengenakan celana jeans biru, kaos putih dan kardigan berwarna kuning muda. Cantiknya... Daru menggigit bibirnya. Ia membayangkan ciuman pertamanya kemarin. Senang sekali saat tahu kalau Hana membalas perasaannya. Gadis cantik itu terus mendekat ke arahnya. Namun dasar Hana, ia berjalan terburu buru hingga tersandung batu yang berukuran sedang. Daru dengan cepat menangkap tubuh Hana agar tidak terjatuh. Kedua tangannya melingkar di pinggang Hana. "Hati hati Hana. Kak Daru kaget sekali barusan," Daru bicara apa adanya. Hana menengadahkan kepalanya dan menatapnya, "A-aku juga kaget." Ka-kamu menggemaskan sekali. Pipimu memerah dan bibirmu.. Mmm.. Daru melepaskan kedua tangannya. "Pagi," Daru tersenyum mencoba menghilangkan rasa gugup yang melanda. "Pa-pagi kak," Hana tersenyum lebar. "Mulai hari ini, kamu tidak sendiri. Ada atau tidak ada teman di sisimu, tapi ada kak Daru. Jangan patah arang ataupun bersedih ya?" Daru menyemangatinya. "Iya," Hana mengangguk. "Aku senang." "Janji tidak lagi menangis dan bersedih?" Daru membelai rambut Hana. Hana mengangguk dengan kencang. Daru hanya tersenyum melihatnya. "Tapi kalau kamu memang tidak tahan, bahu kak Daru akan menampung segala kesedihanmu. Jangan khawatir," Daru menggenggam tangan Hana. Hana langsung tersenyum berseri seri, "Kakak baik sekali padaku." "Kamu orang penting sekali di hati kak Daru," Daru menjitak pelan kepala Hana. "Kak Daru juga," Hana membalas ucapannya. "I'm happy!" Daru mengajak Hana melangkah dan berjalan ke arah ruang kelas Hana. Ia mengantarkannya sampai di area depan kelas, "Kak Daru langsung ke atas ya? Nanti pulang, kakak antar." Hana mengangguk. Ia pun masuk ke dalam kelas. Matanya menatap sekeliling ruangan, baru ada sekitar lima orang saja, termasuk Indraguna yang selalu saja bersikap acuh tak acuh. Mereka hanya bercakap cakap seperlunya. Bahkan, sejak kejadian rapat BEM itu, Guna masih saja sama. Tidak banyak perubahan terjadi. Ia pun duduk di kursinya. Biasanya Rahmi sudah datang, tapi hari ini tumben belum kelihatan. Ada rasa sepi tidak bisa mengobrol dengan siapapun, tapi Hana mengingat kata kata Daru dan berusaha masa bodoh dengan situasi yang menimpanya. Toh aku tidak sendiri. Satu persatu teman sekelasnya mulai masuk, termasuk Tria. Tapi, sama sekali tidak ada sapaan untuknya. Apa salahku? Tiba tiba matanya beradu dengan sosok Cythia yang tiba tiba masuk ke dalam kelas. Namun, dengan cueknya Cynthia memalingkan muka. Hana pun menunduk. Jangan mau terintimidasi Hana! Kamu tidak salah apa apa. Semangat! Dosen pun masuk ke ruangan kelas. Hana mengerutkan kening saat menyadari kalau Rahmi tidak ada. Apa ada yang terjadi? Kenapa tidak masuk kelas? *** Jam kuliah baru saja berakhir. Gema bergegas keluar kelas karena ada janji dengan Hana di kafetaria. Namun, tiba tiba saja ada yang memanggilnya. Seorang laki laki. "Mahasiswa baru!" ujarnya. Gema pun menoleh. Ia mengingatnya sebagai salah satu dari kakak kelasnya. Kalau tidak salah tingkat tiga. "Ya kak," dengan ragu Gema menghampirinya. "Kamu temannya Hana bukan?" tanyanya. Gema mengangguk. Ia melihat kalau lelaki itu memegang buku dan tertulis nama ARJUNA di buku itu. "Aku minta nomor ponsel Hana," ujarnya. "Mmm.. Aku harus izin dulu," Gema dengan berani menolaknya. "Kenapa harus izin. Berikan saja nomornya," Arjuna memaksanya. Gema memutar otak agar bisa menolaknya. Akhirnya ia terpikirkan untuk membawa nama Daru. "Kak Daru bisa marah kalau Hana memberikan nomor ponselnya," jawab Gema. "Apa Hana dan Daru memang ada hubungan? Mereka pacaran?" Arjuna memperjelas pertanyaannya. Gema yang sebetulnya belum tahu soal perkembangan hubungan Hana dan Daru pun mengangguk. Ia pasrah dan berharap kalau Hana dan Daru memang bersatu menjadi pasangan kekasih. "Iya, mereka pacaran." jawab Gema. Arjuna terlihat galau. Ia pun berbalik pergi tanpa berkata kata. Gema mengelus d**a berulang kali. Selamat, selamat.... Ia pun setengah berlari menuju kafetaria. Tak sabar ingin segera menceritakan kejadian barusan pada Hana. Diam diam, seseorang mendengarkan percakapan itu. Ia keluar dari persembunyiannya dengan tangan mengepal kuat. Hana dan Daru pacaran??? Amarahnya seperti memuncak. Tidak suka mendengar kabar berita tersebut. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN