10. Hadiah untuk Maira

1346 Kata
Di rumah, Maira mondar-mandir di belakang pintu masuk, menunggu sang suami yang sedang membelikan bubur ayam untuknya. Dia sudah menyiapkan kopi s**u hangat untuk membalas kebaikan Harley, yang rela keluar dari rumah untuk memenuhi kebutuhan dirinya yang sedang ngidam di sepertiga malam seperti ini. Sepanjang menunggu, bibir Maira tak henti mengucapkan doa yang tertuju pada suaminya, berharap Allah memberikan pahala tak ternilai pada pria itu. Suara gerbang yang dibuka, diikuti dengan suara mesin kendaraan yang masuk ke halaman rumah membuat Maira membuka pintu. Bahagia dan lega dia rasakan. "Kenapa tidak menunggu di dalam?" tanya Harley ketika tiba di hadapan sang istri. "Dari tadi aku menunggu di dalam, Mas. Baru saja keluar karena mendengar suara mobil Mas Kean masuk," papar Maira. "Begitukah?" kata Harley. Dia hanya mendapat anggukan serta senyum manis dari lawan bicaranya. "Bubur ayam untuk istri dan anakku." Harley mengangkat plastik berisi bubur ayam yang dikemas di dalam wadah styrofoam berwarna putih. "Makasih, Mas Kean." Maira menerima bungkusan itu lantas membukanya, mengintip isi dari plastik berwarna hitam yang kini sudah berpindah ke tangannya. Harley tersenyum hangat, menyadari betapa bahagia istrinya setelah mendapatkan apa yang dia mau. Pria itu mengusap pucuk kepala Maira sebelum akhirnya merangkul pinggang dan mengajak wanita kesayangannya itu masuk. Harley menutup kembali pintu rumah mereka. "Aku sudah membuatkan kopi s**u untuk Mas Kean." Maira meraih gelas berisi kopi s**u di meja makan setelah meletakkan bubur ayamnya di mangkuk. "Aku tidak menyuruhmu membuatkan kopi," kata Harley, lalu mendaratkan tubuh di kursi tepat di samping Maira dan mangkuk buburnya. "Anggap saja hadiah dariku, ini spesial untuk Mas Kean, dibuat dengan bubuk cinta dariku dan bayi di perutku." Maira terkekeh. Harley menerima gelas berisi kopi s**u yang diberikan istrinya. Aroma hangat khas kopi asli menusuk indra penciumannya, dia menyeruput kopi itu. "Enak," pujinya. "Aku rasa bayiku akan menjadi barista terkenal, dia bahkan sudah belajar membuat kopi sejak masih di dalam kandungan," tambahnya, membuat Maira lagi-lagi terkekeh. Harley meletakkan gelas itu, lalu melipat kedua tangannya di atas meja. Kedua sudut bibirnya tertarik sebab melihat Maira tertawa di sela-sela menikmati bubur ayam yang dia beli. "Bagaimana?" "Hum?" Maira menoleh ke arah Harley dengan pipi menggembung sebab bubur. "Enak?" tanya pria itu lebih jelas. Maira mengangguk antusias. Harley menarik mundur kursi yang diduduki Maira, sedikit. Pria itu membungkuk untuk mendekatkan wajah ke arah perut istrinya. "Jadi kau juga menyukainya?" tanya Harley pada bayi di perut sang istri. "Enak, Papa juga mau coba?" Maira menyodorkan sesuap bubur ayam untuk suaminya. "Tidak, untukmu saja." "Yah, Papanya nggak mau," ucap Maira pada bayi di dalam perutnya, membuat Harley tersenyum singkat. "Habiskan lah, aku ingin melanjutkan tidurku," ucap Harley sebelum bangkit dari kursi dan menepuk kepala wanitanya Maira menoleh untuk memandangi punggung suaminya yang melangkah menuju anak tangga. Dapat dia lihat pria itu menguap, ngantuk, membuat Maira merasa sangat egois sebab meminta sesuatu yang tiba-tiba seperti ini. Perlahan, bubur di mulutnya itu tertelan. Harley merebahkan tubuh di kasur, kedua matanya sayup-sayup terpejam. Perlahan kesadaran pria itu hilang, dia kembali menjemput mimpi indahnya. Setelah menghabiskan bubur ayam, Maira mulai beres-beres rumah. Hari ini dia melakukan kegiatan rutin itu lebih awal. Tepat pada waktu subuh, Maira sudah selesai membereskan dan membersihkan rumah. Dia memutuskan untuk menyiapkan pakaian suaminya lebih dulu sebelum membangunkan pria itu untuk mengimami salat subuh hari ini. Pakaian Harley sedang disetrika oleh Maira, lalu tak sengaja dia menemukan secarik kertas yang terlipat di dalam saku kemeja Harley. Maira mengeluarkan kertas itu dan menaruhnya sejenak di meja, lalu melanjutkan kegiatan menyetrika. Setelah selesai, Maira menggantung pakaian suaminya di ruang ganti. Sekarang dia sudah melangkah menaiki tangga, hendak membangun kan suaminya. "Mas Kean," panggil Maira lembut sambil mengusap wajah tidur Harley. "Bangun, solat subuh," bisiknya di telinga pria itu. Harley berdehem, menggeliat dari tidurnya, berusaha untuk membuang jauh-jauh rasa kantuk yang sulit untuk dilawan pada waktu subuh seperti ini. "Mas Kean," bisik Maira lagi sebab suaminya masih tergoda dengan kenikmatan tidur. "Hmm. Kiss me," ucap Harley parau dengan kedua mata yang sangat lengket, sulit untuk membuka. Maira mencium kening dan kelopak mata suaminya. Namun bukannya bangun, Harley malah semakin pulas tertidur. "Bangun, Mas," gugah Maira dengan suara bernada. Dia mengguncang tubuh suaminya. Sungguh, godaan yang cukup berat adalah bangun di waktu subuh untuk melaksanakan salat tepat waktu. Dan yang berat itu lah pahala tak ternilai jumlahnya untuk seorang hamba yang berusaha melawan kenikmatan tidur pada waktu subuh. Maira tidak menyerah untuk membangunkan suaminya. Tak akan sanggup dia membiarkan suaminya itu melewatkan kewajiban awal subuh ini. "Mamasku, sayangku, cintaku, bangun dong." Maira mencoba berbagai cara untuk membuat Harley terbangun. "Hmmm." Pria itu hanya bergumam dengan kedua mata terpejam. Dia terlihat sangat ngantuk dan lelah. Namun tetap saja dia tidak boleh melewatkan kewajiban salat subuh hari ini. Maira mencoba cara lain, kali ini adalah cara yang cukup ekstrim, ini pertama kalinya dia lakukan. Wanita itu mengangkat tubuh suaminya agar terduduk di atas kasur. Susah payah Maira melakukannya dan beruntung karena membuahkan hasil. Namun Harley masih terpejam dengan kepala menunduk. Maira meraih kedua tangan pria itu, lalu meletakkannya di kanan kiri bahu. Selanjutnya, wanita itu mengangkat tubuh Harley ke punggung dan menarik kedua tangan suaminya agar ikut berjalan bersamanya. Terdengar suara Harley terkekeh di punggung Maira. Kedua kakinya memang masih menyentuh lantai, tetapi kondisi tubuh Harley sangat lemah sebab kantuk. Namun ajaibnya Maira tetap kuat menahan berat tubuh pria itu. "Mas Kean, bangun!" Maira menepuk tangan Harley sebab mendengar suara kekehannya. "Kenapa kau tidak bilang kalau bisa menggendongku," ucap Harley yang mulai membuka kedua mata. Rasa kantuknya sudah hilang sebagian. "Aku melakukannya sebab tidak mau Allah marah sama Mas Kean karena tidak solat subuh," kata Maira. "Itu lah sebabnya aku mencintaimu. Kau tidak akan membuatku lalai dari kewajiban ku." Harley mencium pipi kanan istrinya, meskipun begitu, kedua tangannya tetap melingkar di leher Maira, tetapi kali ini kakinya berjalan sendiri tanpa harus diseret, Maira pun bisa lebih mudah melangkah. "Kalau begitu aku akan berusaha untuk tetap membuat Mas Kean mencintaiku," kata Maira sambil membuka pintu toilet. Usai mandi sekaligus berwudhu, Harley dan Maira melaksanakan salat subuh berjamaah. Seperti biasa, ketika Harley sibuk menyiapkan berkas kantornya, Maira hanya bisa berguling-guling di sebelah pria itu, menunggu dan menemani Harley sampai selesai dari pekerjaannya. Ketika sedang hening-heningnya, terdengar suara Maira bersenandung merdu. Wanita itu menyanyikan lagu, sebuah lagu yang dulu selalu menemaninya ketika rasa rindu pada ibu menyerang jiwa dan raganya. "Apa yang kuberikan untuk mama … untuk mama … tersayang … tak kumiliki sesuatu berharga, untuk mama … tercinta … "Hanya ini … kunyanyikan … senandung dari hatiku untuk mama. Hanya sebuah lagu sederhana … lagu cintaku untuk … mama." Kenny - Cinta Untuk Mama. "Kau memiliki suara yang merdu. Mau aku daftarkan Indonesian idol?" Maira tertawa mendengar tawaran suaminya. "Mas Kean bercanda, bagaimana mungkin aku mengikuti Indonesian idol." "Mungkin saja kau bisa menjadi finalis." "Tidak. Aku tidak pernah berpikir untuk menjadi seorang penyanyi," komentar Maira, sejak tadi tangan wanita itu mengelus-elus perutnya. Harley menunda sejenak kegiatannya untuk mendekat ke arah Maira. Pria itu ikut mengusap perut wanitanya. "Bagaimana kalau anak kita?" "Tidak juga, Mas. Akan lebih baik jika anak kita menjadi hafidz Qur'an sehingga tidak akan terputus doanya untuk kita kelak." "Aamiin." "Mas Kean sudah selesai?" "Memangnya kenapa?" Maira melingkarkan kedua tangannya ke leher Harley. "Kalau sudah selesai aku mau …." "Mau apa?" "Hehehe." "Sebelum itu, aku punya kabar bahagia untukmu," kata Harley. "Kabar bahagia?" "Bukankah hari ini pengumuman seleksi pengajar?" Seketika raut Maira menjadi merengut. "Aku tidak menunggu kabar itu lagi." "Kau tidak yakin dengan kemampuanmu?" "Bukannya aku tak yakin. Aku hanya sadar diri." Harley memiringkan kepala dengan senyum smirk. "Jangan merasa seperti itu, Sayang. Kau wanita paling sempurna untukku." Maira tersenyum malu. Matahari pun naik seiring dengan pergerakan bumi. Harley sudah berangkat ke kantornya. Sementara di rumah, Maira terlihat sedang menyiram tanaman di halaman belakang. Kemudian, dia mendengar suara ponselnya bergetar. Maira meraih ponselnya dan melihat pesan yang masuk. Pesan itu dari Lisa. Kemudian, ponselnya kembali bergetar sebelum sempat dia membalas pesan Lisa. Pesan kedua itu adalah sebuah email. Kabar bahagia menyapa Maira pagi itu, dia dinyatakan diterima menjadi pengajar di yayasan insan pelita. Betapa bahagianya wanita itu. Sujud syukur dia lakukan saat itu juga.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN