9. Ngidam Bubur Ayam

1598 Kata
Setelah melalui pelajaran yang sangat berharga, yaitu berlatih renang, Harley menyudahi kegiatannya. Dia tidak ingin istrinya berada terlalu lama di dalam air, juga terpapar sinar matahari yang berlebih. "Sudah, ayo," ajaknya ketika Maira masih asyik melakukan peregangan di dalam kolam. "Mas Kean duluan saja." "Tidak," tolak pria itu. "Ayo," ajaknya lagi, kali ini terdengar sedikit memerintah. Kedua bahu Maira melemah, embusan napas ringan lolos dari hidung dan mulut, dia tidak bisa membantah perintah suaminya. "Baiklah." Wanita itu mendekat ke pinggir kolam, lalu meraih tangan Harley yang sudah terulur untuknya sejak beberapa detik yang lalu. "Kau tidak boleh terlalu lama di dalam air, tidak baik untuk kandunganmu." Bibir Maira melengkung ke atas, tersenyum dengan wajah cantiknya. Tentu dia tau, setiap perintah yang diucapkan oleh suaminya tidak lain dan tidak bukan adalah untuk keselamatan dirinya, juga bayinya. Mana mungkin Maira bisa membantah. Harley meraih handuk yang tersampir di gantungan dekat pintu belakang, lalu menyelimuti tubuh Maira dengan benda itu. "Kamu pasti kedinginan kalau saja papa tidak menyuruh mamamu naik, dia sulit berhenti kalau sudah bermain air," ucap Harley pada perut istrinya. Wanita itu terkekeh. Mendengar Harley bicara seperti itu pada bayi di dalam perutnya, membuat Maira sedikit malu. "Mas Kean membuatku malu." "Kau dengar itu? Mamamu bilang dia sedang malu," ucap pria itu lagi pada perut istrinya. Lagi-lagi Maira terkekeh, kali ini terdengar lebih leluasa. "Mas Kean …!" protesnya dengan bibir maju. Harley tersenyum kecil lantas menepuk-nepuk kepala Maira. Dia menuntun istrinya menuju ke ruang bilas. Namun sebelum itu, Harley menyempatkan diri untuk mengeringkan tubuh Maira dengan handuk yang semula menyelimutinya. Kedua tangan Harley mengusap-usap rambut wanita kesayangannya dengan handuk, membuat rambut basah istrinya menjadi sedikit awut-awutan sekarang. "Mas Kean membuatku terlihat seperti bocah sekarang," komentar Maira. "Tidak masalah, yang terpenting kau tetap istriku." Harley mencubit pipi istrinya, gemas. Dilihatnya kedua pipi Maira memerah. Harley tau jika wanita di depannya ini sedang malu, dan itu membuat Harley semakin semangat menggodanya. "Apa cubitan ku sakit?" Maira menggeleng dengan senyum tertahan. "Ah, ternyata kau benar-benar sedang malu," ucap Harley. "Seharusnya kamu melihat betapa lucunya mamamu ketika sedang malu." Dia kembali bicara pada perut istrinya. "Aku akan terbang jika Mas Kean tidak segera berhenti menggodaku," kata Maira. "Kau tidak akan bisa terbang," balas Harley. "Kenapa?" "Karena sebelah sayapmu ada padaku." "Aah, Mas Kean …!" Bukannya berhenti, pria itu malah semakin menggoda istrinya, membuat Maira kehabisan kata-kata untuk menjawab dan hanya bisa tertawa. Sebelum keriput terlihat semakin jelas di telapak tangan dan kaki, mereka segera membilas tubuh. Sekarang Maira tampak sedang memijat kepala Harley yang berlumur shampo. Pria itu duduk di dalam bath up, sedangkan Maira duduk di pinggirannya. Kedua mata Harley terpejam, tubuhnya terpantau sangat rileks, dia menikmati pijatan Maira. Setelah kepalanya, kini pria itu merasakan kedua tangan istrinya yang berpindah ke pundak, mengeluarkan pijatan-pijatan kecil di sana. Tidak ada yang lebih nikmat dari pijatan Maira, itu lah yang ada dipikiran Harley saat ini. "Kau memiliki bakat menjadi tukang pijat," puji Harley. Maira tertawa singkat. "Aku hanya akan memberikan pijatan seperti ini untuk suamiku." "Bagus lah, itu berarti mulai hari ini aku memiliki tukang pijat pribadi." "Mas Kean menganggapku tukang pijat?" Maira menghentikan sejenak pijatannya. Dia bertanya dengan nada sedikit protes seirama dengan bibirnya yang manyun. "Bukan seperti itu maksudku, Sayang. Kau istri yang multitalenta untukku." Maira masih bergeming meski bibirnya sudah hampir membentuk lekukan senyum. Harley beralih dari posisi terpejam. Dia membuka mata dan menyadari apa yang sudah dilakukan wanita di belakangnya. "Oh, kau sudah membuat rambutku penuh duri," ucap Harley, menyadari bahwa saat ini rambutnya menegak tajam ke atas sebab ulah Maira. "Selain tukang pijat, aku juga bisa menjadi penata rambut." Wanita itu terkekeh. "Baiklah, kau memang istriku yang multitalent." "Kyaa!" Maira terkejut saat tiba-tiba Harley menarik tangannya dan membawanya ke dalam bath up. "Biar gantian aku yang memijat tubuhmu," ucap Harley sambil memijat kedua bahu istrinya. "Hmm." Maira tersenyum, pijatan suaminya tak kalah nikmat. Namun lama kelamaan pijatan itu terasa seperti menggelitik. "Mas Kean, geli …!" protes Maira sebab Harley benar-benar menggelitik tubuhnya. Alhasil pasangan suami istri itu kembali main air di dalam bath up yang penuh dengan busa. Usia kehamilan Maira sudah hampir memasuki bulan ketiga, tetapi perut wanita itu masih terlihat cukup rata. Kondisi mual dan muntah sudah sedikit berkurang, Maira menjadi lebih terlatih, biasanya wanita itu hanya mual saat bangun di pagi hari. Namun kondisi itu tak melulu terjadi, terkadang Maira merasakan mual dan muntah ketika matahari perlahan tenggelam. Sekarang waktu menunjukkan pukul dua dini hari, Maira terbangun dari lelapnya. Dia menghidupkan lampu tidur yang setia menerangi malam di nakas, lalu menegakkan tubuh. Dahaga membuat wanita itu harus terbangun malam ini. Dia melihat suaminya yang tampak pulas tertidur. Maira meninggalkannya sejenak untuk mengambil air minum. Ketika kembali lagi ke kamar, dia tidak bisa tidur. Maira duduk bersandar di samping suaminya. Meski mulutnya menguap berkali-kali, tetapi matanya tak lekas terpejam. Maira menutup mulut ketika uap kantuk itu kembali. "Mas Kean." Entah apa yang kini membuatnya membangunkan pria yang sedang menikmati mimpi indah. Maira menoel-noel wajah suaminya. "Mas." "Hmm." Harley menggeliat. "Mas Kean," bisik Maira, berharap suaminya itu terbangun. Harley membuka mata, dilihatnya wajah Maira yang saat ini tepat berada di atasnya. "Apa yang membuatmu terbangun?" tanya pria itu. Maira bergeming sejenak untuk menahan keinginan yang tidak masuk akal di benaknya. Namun wanita itu tak sanggup, rasanya dia ingin memakan makanan itu sekarang juga. "Aku mau makan bubur ayam." Kedua alis Harley bertaut, heran. Tentu saja, ini bukan hal biasa yang diinginkan Maira. Pria itu melihat jam yang tidak pernah lepas dari tangannya. "Jam dua malam?" Suaranya terdengar seperti sedang bermimpi. "Pengen," keluh Maira sedikit merengek, membuat Harley menegakkan tubuh dan bersandar di dipan. "Kamu mau bubur ayam?" tanya Harley memastikan dengan wajah kantuknya. Maira mengangguk lemah. Sungguh sebenarnya dia tidak tega membangunkan Harley sebab hal ini. Namun apa yang diinginkannya itu tidak bisa dia tahan. Harley mengingat-ingat tempat yang menjual bubur ayam. Ingatannya tetap bagus meski baru bangun tidur, dia menemukan tempat yang berkemungkinan untuk membeli bubur ayam malam-malam seperti ini. "Aku akan membelikannya untukmu," ucap Harley. Pria itu sudah turun dari tempat tidur dan meraih jaket di gantungan lemari. Maira ikut turun dari ranjang. "Apa ada malam-malam seperti ini?" tanyanya khawatir. "Aku tau siapa yang bisa membuatnya." Alhasil, Harley keluar rumah malam itu juga. Pak Johan yang samar-samar mendengar suara gerbang dibuka pun terbangun dari tidur. Segera dia melihat keluar pos. Awalnya dia berpikir jika seseorang sedang mencoba untuk mencuri mobil tuannya. "Pencuri!" teriak pria paruh baya itu. "Seam, bangun, ada pencuri!" Seam pun ikut terbangun sebab mendengar suara Pak Johan. Kedua pria itu segera bergegas dengan pentungan di tangan masing-masing. Mereka mencegat mobil Harley yang hendak keluar gerbang. "Hei, kau pencuri! Buka kaca mobilnya sekarang juga!" titah Seam dengan wajah bantal. Pria itu tampak masih berada di alam bawah sadar, sedangkan Pak Johan menutup kembali gerbang yang barusan dibuka oleh Harley. "Kau tidak akan bisa kabur! Serahkan diri sekarang juga!" Harley membuka kaca mobil, membuat Seam menganga lebar. Kesadaran pria itu kembali sepenuhnya sekarang. Kaca mobil Harley yang hitam sebab dilapisi oleh kaca film baik di depan maupun samping membuat orang dari luar tidak bisa melihat ke dalam mobil. Hal itu yang menyebabkan Seam dan Pak Johan tidak tau siapa yang berada di dalam mobil saat ini. "Ada belek di kedua matamu," ucap Harley dengan sedikit senyum tawa. "M-maaf, Tuan. Aku tidak tau jika kau yang membawa mobilnya. Kenapa keluar malam-malam seperti ini?" tanya Seam setelah menundukkan kepala meminta maaf. Harley justru mengapresiasi ketanggapan para asisten di rumahnya. Tidak dia sangka jika mereka sangat bertanggung jawab. "Tidak apa-apa, aku ingin membeli bubur ayam untuk istriku." "Bubur ayam?" Seam membeo tak habis pikir. "Jam dua pagi?" tambah pria itu setelah melihat jam yang melingkar di tangannya. "Kau tidak akan mengerti sampai merasakan bagaimana rasanya jika sedang hamil," ucap Harley, seolah sedang mewakili istrinya berbicara. Pak Johan yang kebingungan pun menghampiri mereka. Baru dia sadar jika yang berada di dalam mobil adalah tuannya sendiri. Dia merasakan hal yang sama dengan Seam. "Buka kembali gerbangnya," pinta Harley. "B-baik, Tuan." Pak Johan membuka gerbangnya kembali. "Apa kau butuh bantuan ku untuk menyupir, Tuan?" tawar Seam. "Tidak apa-apa." Harley menutup kembali kaca mobil dan melaju di jalanan. Dia membeli bubur ayam itu di rumah penjualnya langsung. Beruntung penjual itu sudah sangat kenal dengan Harley, dan beruntung pula sebab penjual itu sudah bangun dan membuka pintu rumahnya setelah mendengar ada tamu yang datang. Mulanya penjual itu mengira jika orang jahat sejenis pencuri yang mengetuk pintu rumahnya. Sempat dia membuka gordeng untuk melihat siapa yang berada di luar sana. Setelah melihat Harley, dia tau bahwa itu bukan orang jahat. "Ada apa Tuan datang malam-malam seperti ini?" tanya pria paruh baya yang baru saja membuka pintu rumah. "Aku ingin membeli bubur ayam." "Bubur ayam? Ada, kebetulan saya membuatnya setiap pagi seperti ini. Silahkan masuk, Tuan." "Terima kasih, Pak." Harley mendapatkan bubur ayamnya. Dia adalah pelanggan pertama hari ini, dan pelanggan satu-satunya yang pernah datang langsung ke rumah saat sang penjual tengah membuat persiapan untuk jualan besok. "Kenapa membeli bubur ayam malam-malam seperti ini?" tanya penjual itu. "Istri saya sedang ngidam, Pak," jawab Harley, lalu memberikan uang pada pria di depannya. Penjual itu kagum. Tidak pernah terpikir olehnya jika ada seorang suami yang rela keluar dini hari seperti ini hanya untuk membelikan bubur ayam buat istrinya yang sedang ngidam. "Sebentar Tuan, saya ambilkan kembaliannya dulu." "Tidak usah, Pak. Saya justru berterima kasih sebab Bapak bisa menyiapkan bubur ayam saat ini juga," kata Harley. Sekali lagi penjual itu dibuat kagum. "Wah, rejeki, kalau begitu terima kasih banyak Tuan." "Sama-sama, Pak." Harley segera bergegas kembali ke rumah untuk memberikan bubur itu pada Maira. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN