"Pa ... ini yakin, Lucas dikenalkan ke seluruh staff dan petinggi Fourtynine hari ini juga?"
"Memangnya kenapa? Kamu nggak siap?"
Sebelum benar-benar berangkat ke kantor, Lucas sengaja singgah terlebih dahulu ke kediaman sang ayah. Hari ini, sesuai perintah, dirinya akan dikenalkan untuk pertama kali sebagai pimpinan yang baru.
Sesuai kesepakatan para petinggi serta komisaris perusahaan, Lucas didapuk untuk menggantikan Darius Tanuwidja untik meneruskan kepemimpinan Fourtynine yang merupakan anak cabang dari perusahaan Dalton Group.
Sebenarnya, sebagai putra bungsu yang merupakan ahli waris paling kompeten, cepat atau lambat Lucas memang pasti terpilih untuk menggantikan sang ayah. Terlebih posisi pimpinan di Fourtynine sudah setahun belakangan ini memang kosong.
Hanya saja, Lucas tidak menyangka kalau harus secepat ini. Bukannya tidak siap. Lucas hanya berpikir, masih ada banyak tugas-tugas penting yang belum ia pertanggung jawabkan serta selesaikan.
"Bukannya nggak siap atau nggak bersedia. Cuma, tugas yang Papa kasih untuk membersihkan Fourtynine dari para tikus-tikus nakal, belum selesai Lucas lakukan. Sedikit lagi, Lucas janji semuanya bisa bersih tanpa sisa."
Darius yang saat itu baru saja menyelesaikan sarapannya hanya tersenyum. Bangkit dari duduk, pria itu berpindah untuk segera melangkah menuju mobil, kemudian mengajak Lucas untuk masuk dan berangkat ke kantor bersama dengannya.
"Justru Papa sengaja minta kamu untuk segera hadir di Fourtynine biar lebih memudahkan pekerjaanmu, Luc."
"Maksud, Papa?"
Darius tersenyum. Dirinya lantas menatap sang putra.
"Kalau kamu ada di sana dan dengan jabatanmu yang sekarang, akan lebih mudah mengakses semuanya. Terlebih, cepat atau lambat kamu memang harus dikenalkan ke semua staff, kan? Lagi pula, papa nggak bisa terus-terusan menghalau keinginan para komisaris yang mendesak agar Fourtynine segera diberi pimpinan."
"Apa nggak bisa tunggu tiga atau empat bulan lagi, Pa? Biar semuanya bersih terlebih dahulu?"
Desahan berat terdengar dari bibir Darius. Pria paruh baya itu tersenyum sembari menggeleng pelan.
"Kamu nggak tau aja, selama ini mereka banyak menekan Papa. Bahkan, ada yang sampai mengancam ingin mengajukan kandidat lain kalau Papa nggak segera menyiapkan calon. Dan Papa rasa, ketimbang orang lain yang memimpin, lebih baik Papa minta kamu untuk segera naik."
Lucas menarik napasnya. Ia pun jadi ikut dilema dan serba salah sekarang.
"Terus, penyamaran Lucas selama ini gimana, Pa? Mana mungkin Lucas yang staff biasa menghilang begitu aja. Orang-orang pasti bakal curiga."
Ini pula yang menjadi momok dan selalu mengganggu pikiran Lucas. Sedari awal dirinya sudah menyarankan kepada sang ayah untuk menyamar sekaligus mengganti namanya dengan nama baru.
Namun, karena khawatir dirinya tidak responsif ketika mengganti nama baru yang nanti malam menimbulkan kecurigaan, sang ayah meminta Lucas untuk tetap memakai nama depan yang sama. Pria tua itu berdalih, di dunia ini ada banyak orang yang memiliki nama sama dan bahkan berada di tempat yang sama pula.
"Kamu atur saja bagaimana baiknya, Luc. Bisa saja kamu kasih promosi atau kalau perlu pindahkan saja Lucas yang staff biasa ke head office lain. Atau buat alasan kalau Lucas yang staff biasa resign karena mendapatkan pekerjaan yang jauh lebih menjanjikan. Pokoknya, pintar-pintarnya kamu saja."
Kali ini Lucas yang mendesah panjang. Sudah diduga, hal memusingkan seperti ini pasti pada akhirnya menghampiri.
Namun, mau bagaimana lagi. Semua sudah terlanjur terjadi. Ketimbang lari dari masalah, lebih baik pelan-pelan saja diselesaikan sambil berdoa tidak ada satu pun orang yang mengenali dirinya saat menjabat jadi pimpinan Fourtynine, nantinya.
Puas berbincang di sepanjang jalan menuju kantor, Lucas pun diminta bersiap-siap. Tepat sepuluh menit berselang, mobil yang ia dan sang ayah tumpangi benar-benar sampai di gedung Fourtynine.
Dari jendela mobil, Lucas dapat melihat ada beberapa staff nampak berkumpul menunggu di lobby. Begjtu turun dari mobil, ia pun disambut dengan begitu ramah. Lalu dituntun untuk segera pergi menuju ruang pertemuan.
Pun begitu memasuki ruang pertemuan, dari netranya yang mengedar ke seluruh arah, Lucas bisa melihat bagaimana penuhnya para manager dan beberapa kepala divisi yang sudah berkumpul di sana.
Dari banyaknya orang yang hadir, pandangan Lucas tiba-tiba terhenti pada satu titik. Di saat dan waktu yang sama, ada seorang wanita yang kini tengah menatap ke arahnya dengan mimik penuh keterkejutan.
Deasy!
Lucas menarik sudut bibirnya tipis. Sengaja memberi senyum kemudian mengalihkan pandangannya sembari berjalan lurus ke depan. Lagi pula, tidak mungkin kan dirinya tahu-tahu memasang wajah ketus. Nanti Deasy bertanya-tanya pula.
Sementara Lucas duduk, Darius terlihat membuka acara pertemuan hari ini. Berbicara singkat, lalu memberikan waktu kepada Lucas untuk memperkenalkan dirinya kepada para petinggi, sederet manager dan berbagai kepala divisi yang sudah berkumpul.
"Sebelumnya, terima kasih atas waktu yang sudah diberikan. Perkenalkan, saya adalah Lucas Tanuwidja. Mulai hari ini, saya yang akan menggantikan pimpinan terdahulu untuk memimpin Fourtynine ke arah yang lebih baik dan maksimal. Sebagai pimpinan baru, saya tidak serta merta menutup diri dari berbagai macam kritik membangun serta saran dari para petinggi dan rekan-rekan lainnya untuk bergotong royong menciptakan kesejahteraan perusahaan. Itu sebabnya, dengan rendah hati dan tanpa mengurangi rasa hormat, saya mohon kerja samanya."
Riuh suara tepuk tangan menggema kala Lucas mengakhiri perkenalan singkatnya. Tak sedikit orang-orang yang berkumpul di ruang pertemuan terkagum-kagum dengan apa yang pria itu katakan.
Pun di tempat duduknya, Deasy terus saja memerhatikan. Matanya tidak sedikit pun berkedip saat memandang sekaligus memastikan pria yang selama ini ia mimpikan, ternyata malah satu kantor dan bahkan kini begitu dekat dengannya. Terlebih yang membuatnya shock kalau Lucas adalah putra dari pemilik perusahaan tempat ia bekerja.
"Oh ... jadi pacar kamu kemarin itu anaknya Pak Darius? Pantas mukanya kayak yang familiar."
Danu yang sengaja mengambil posisi duduk di sebelah Deasy langsung mengoceh. Menoleh, pria itu memasang mimik wajah yang sulit diartikan. Entah itu tanda mencemooh, sebal, atau iri dengki.
"Kan udah ku bilang, aku ini cantik, Danu. Emang lebih pantasnya jadi pendamping pimpinan perusahaan macam Lucas."
"Kalau emang pacaran sama bos besar yang jelas-jelas cakep dan tajir, kok nggak pernah di publish? Biasanya kamu kalau apa-apa kan suka pamer."
Deasy terdiam beberapa saat. Masuk akal juga pertanyaan yang Danu ajukan barusan. Di mana-mana kalau kita para ciwik-ciwik baru dapat pasangan apalagi ini cakepnya paripurna, pasti dipamerkan ke seluruh penjuru.
"Sengaja nggak aku pamerkan. Biar orang-orang nggak pada iri terus patah hati."
Deasy nampak bernapas lega. Pada akhirnya bisa memberikan alasan yang masuk akal untuk dikemukakan kepada Danu agar tidak lagi banyak tanya.
"Alasanmu klise banget, Des. Bilang aja nggak mau kalah sama aku."
"Kok alasan? Ini tuh kenyataan. Lagi pula, bukan perkara sulit juga cari pengganti yang lebih segalanya dari kamu, Danu. Aku juga udah bilang berulang kali, kemarin pacaran sama kamu karena khilaf aja."
Deasy tampak terus sesumbar. Ketimbang malu, apalagi ketahuan kalau dirinya tidak punya hubungan apa-apa dengan pimpinan baru mereka, mending dirinya sekalian saja menyombongkan diri. Benar atau tidaknya, biar jadi urusan nanti. Yang penting saat ini dirinya tidak direndahkan oleh mantan kekasihnya yang macam Lele itu.
"Khilaf, tapi kok kemarin nggak rela aku putusin? Bahkan kata anak-anak, kamu sampai frustrasi terus mabuk-mabukan di Bar karena nggak terima aku tinggal nikah."
"Dih, kata siapa?"
Deasy mendelik. Sok kecakepan juga si Danu Lele ini pakai ngatain dirinya frustasi segala karena diputusi.
"Kata mereka yang lihat kamu, lah."
"Alah, berlebihan," sanggah Deasy berusaha menampik.
Namun, kalau boleh jujur, dirinya memang sempat sakit hati diputuskan begitu saja bahkan ternyata selama ini diselingkuhi oleh Danu. Hanya saja, mau sesakit apa pun, Deasy sudah bertekad tidak ingin kalah. Ia bersumpah seujung kuku pun tidak akan pernah mau direndahkan oleh pria sok kecakepan tersebut. Enak saja!
"Itu sih aku mabuk karena lagi stress mikirin kerjaan aja," tukas Deasy menyambung perbincangang. "Ngapain juga aku frustasi kamu tinggal nikah. Macam cowok di dunia cuma kamu aja. Lagian nih ya, setelah ku pikir baik-baik, sepertinya yang digosipkan anak kantor selama ini emang benar."
"Soal apa?" bisik Danu sembari mengernyit penasaran.
"Ya ... gosip kalau aku ini aslinya khilaf pacaran sama kamu karena udah kena pelet."
Danu melotot, pria itu sudah bersiap balik menyerang Deasy dengan kata-kata tak kalah menohok.
Namun, melihat pertemuan yang sudah selesai dan orang-orang pada berdiri bersiap meninggalkan ruang pertemuan, Danu dan Deasy pun sigap bangkit. Keduanya langsung mengekor, mengikuti pimpinan baru yang melihat-lihat ruangan sebelum akhirnya berjalan ke ruang pimpinan utama.