21. Cukup Antartika aja yang Jauh

1047 Kata
Mendapati Deasy yang tiba-tiba limbung, kemudian tidak sadarkan diri, dengan sigap Lucas langsung meraih tubuh wanita itu hingga tidak terjatuh begitu saja dilantai. Mengerahkan seluruh tenaga, Lucas lantas menggendong Deasy, kemudian membawanya menuju kamar untuk kemudian ia baringkan ke atas tempat tidur. Sejenak, Lucas menarik napas. Berusaha tidak panik, ia kemudian buru-buru menghubungi resepsionis apartemen. Meminta bantuan untuk dipanggilkan dokter agar bisa memeriksa kondisi Deasy sesegera mungkin. Untungnya di komplek apartemen Deasy terdapat dokter jaga yang selalu standby. Hanya perlu menunggu lima menit, dokter tersebut sudah datang dan langsung melakukan pemeriksaan. "Jadi, gimana keadaannya, dok?" Lucas dan sang dokter sama-sama keluar dari kamar. Di sofa tamu, mereka berdua berbincang. Membahas mengenai kondisi serta alasan kenapa Deasy sampai tidak sadarkan diri. "Sebenarnya nggak ada yang perlu di khawatirkan. Ibu hamil memang mengalami bermacam-macam gejala di trimester awal. Ada yang mual dan sering kali muntah. Bahkan kesulitan untuk makan. Ada yang mood nya naik turun sampai-sampai sering menangis tanpa sebab. Ada juga yang kondisi tubuhnya sering kali lemas terus sampai hilang kesadaran." Dokter berusaha menjabarkan. Sementara Lucas memilih untuk mendengarkan dengan seksama. "Dan pasien kemungkinan mengalami hilang tenaga. Saran saya, lebih baik istirahat total dulu selama tiga hari ke depan." "Tapi, ini nggak berbahaya kan, dok?" Dokter menggeleng. "Selama nutrisi dan gizinya terpenuhi, ibu dan calon bayinya akan baik-baik saja. Saya resepkan juga obat penguat kandungan. Di minum setiap lagi setelah sarapa bersamaan dengan vitamin yang sudah dokter kandungan resepkan sebelumnya. Kalau setelah beristirahat total selama tiga hari masih dirasa lemas sampai kesulitan untuk bangun, segera bawa ke rumah sakit untuk ditangani lebih lanjut." "Baik, dok. Saya akan pantau setiap harinya." Dokter kemudian bangkit. Sebelum benar-benar pergi, kembali memberi saran agar bisa Lucas lakukan setelah ini. "Pastikan istri Anda mengonsumsi makanan bergizi. Kalau beliau kesulitan makan, bisa selingi dengan buah dan beberapa camilan sehat. Kalau suka s**u, boleh dibarengi s**u juga. Yang penting perutnya nggak boleh kosong sama sekali. Kalau merasa lelah, bisa bantu memberi pijatan." "Pijatan?" Dokter mengangguk. "Ibu hamil itu pada dasarnya suka dipijat bagian kaki, punggung, dan juga pinggang. Karena bisa bantu membuat rileks dan mudah tidur. Coba saja. Saya yakin pasti sangat membantu." Lucas mengangguk paham. Mengingat benar apa-apa saja yang sudah dokter sarankan kepadanya. Memastikan tidak ada lagi yang perlu dirinya tanyakan, ia pun menyudahi sesi konsultasi. Mengantar dokter sampai depan pintu unit apartemen, kemudian balik ke kamar untuk memastikan kondisi Deasy. "Ya ampun, Deasy. Kasian banget. Pasti nggak mudah dalam kondisi hamil begini." Lucas bergumam kecil. Menarik selimut, kemudian membalutnya ke seluruh tubuh Deasy agar wanita itu tidak kedinginan. Detik selanjutnya mengambil posisi duduk tepat di sisi ranjang, sedang tangannya terulur memijat kedua kaki Deasy bergantian. "Karena kamu lagi hamil darah dagingku, aku pastikan kondisi kamu harus baik-baik aja." Lucas terus saja memijat. Untuk kali pertama dalam hidupnya, ia mau repot-repot mengeluarkan tenaga untuk memijat seorang wanita. Karena menyadari Deasy tengah mengandung anaknya, Lucas pun bertekad untuk melakukan yang terbaik agar kondisi Deasy bisa stabil hingga waktunya nanti melahirkan. "Luc ...." panggil Deasy ketika wanita itu mulai tersadar. "Bu Deasy?" Lucas buru-buru bangkit demi membantu Deasy agar bisa menyandarkan tubuhnya pada sandaran kasur. Setelah menaruh bantal dan memastikan Deasy duduk dengan nyaman, ia kembali mengambil posisi duduk di sebelah kaki Deasy, kemudian lanjut memijat seperti sebelumnya. "Kamu ngapain?" "Lagi main piano, Bu." "Hah?" "Ya lagi mijatin Bu Deasy. Pakai nanya lagi apa." Deasy berdecak. Padahal dirinya serius bertanya. "Maksudnya, kenapa masih ada di sini?" Deasy kemudian memalingkan wajahnya. Menatap ke arah jam digital yang ada di atas nakas tak jauh dari ranjang. "Udah lewat jam 10, loh. Kok kamu betah banget nggak pulang-pulang." Lucas mendesah panjang. Serius ini Deasy nggak ingat apa-apa? Sambil terus memijat, pria itu memberikan penjelasan panjang lebar. Ya maksudnya biar Deasy paham dan sadar kenapa dirinya masih betah di apartemen wanita itu. "Tadi saya sudah mau pulang, kan?" Deasy mengangguk. "Iya. Terus kenapa masih di sini?" "Kan Ibu tiba-tiba jatuh terus nggak sadarkan diri. Mau nggak mau saya panggil dokter dulu buat pastikan kondisi Bu Deasy baik-baik aja. Nggak mungkin kan ketika pingsan, saya tinggal begitu aja." "Alasan! Terus ini kenapa pijat-pijat segala?" "Supaya Bu Deasy ngrasa nyaman aja. Dokter yang saranin. Saya sih ngikutin aja." Deasy menghela napas dalam. Karena masih lemas dan malas beradu argumen, wanita itu pun mengangguk saja. "Udah malam. Saya udah sadar juga. Mending sekarang kamu pulang." "Tapi ... Bu Deasy yakin udah enakan? Maksudnya bakal baik-baik aja kalau saya tinggal?" Deasy mengangguk. Walaupun lemas, ia merasa baik-baik saja. Ia pikir, mungkin setelah dibawa tidur kondisinya bisa kembali membaik "Saya emang baik-baik aja." "Yakin ya baik-baik aja? Atau Ibu mau malam ini saya nginap di sini aja?" Deasy langsung melotot. Enak aja si Lucas mau mencuri kesempatan dalam kesempitan. Bisa kegirangan pria berkaca mata itu kalau Deasy mengizinkannya untuk menginap. "Nggak! Siapa yang bolehin kamu nginap di sini? Enak aja. Rumah saya bukan tempat singgah." "Kalau giliran ngomel aja, Bu Deasy langsung sehat. Lagian, saya kan nggak sekali ini juga tidur di apartemen Bu Deasy. Udah dua kali loh. Di ranjang ini juga pula tidurnya." Deasy kembali membelalakkan mata. Sempat-sempatnya Lucas malah mengingat soal kejadian yang berapa kali mereka lakukan. "Lu ---" "Iya, Bu. Iya," potong Lucas segera. "Nggak usah ngomel. Gitu aja marah." "Gimana nggak marah. Kalau dekat-dekat kamu itu bawaannya selalu emosi. Makanya mending jauh-jauh sana." "Jangan gitu, Bu. Cukup Antartika aja yang jauh. Antar kita? Ya jangan! Lagi pula, nanti ada saatnya pas Bu Deasy ngidam, malah nggak mau jauh-jauh dari saya." Deasy langsung mendelik. "Nggak mungkin." "Mungkin-mungkin aja. Nanti saya berdoa tiap malam sama Tuhan. Semoga Bu Deasy suatu saat yang tergila-gila sama saya." Deasy langsung memasang wajah tidak terima. Sudah ingin membalas ucapan Lucas, tapi pria itu keburu bangkit sembari mengangkat tangan. Memberi isyarat agar Deasy tidak mengomel. "Iya, Bu. Saya tau harus cepat pergi dari sini, kan?" Lucas lantas bersiap pergi. Baru selangkah menuju luar, pria itu kembali berbalik badan. "Apalagi, Lucas?" tegur Deasy. Perasaannya langsung tidak enak. "Kalau semisal tengah malam nanti Bu Deasy tiba-tiba ngerasa lapar, coba dibawa makan mie. Tapi, kalau ternyata kangen saya, just call me aja." Deasy meraih bantal. Melemparnya segera. Tapi, Lucas sudah keburu menutup pintu hingga bantal yang ia lempar jatuh begitu saja. Sementara di luar sana, pria berkacamata itu tertawa cekikikan. Tampak puas karena lagi-lagi berhasil membuat Deasy menjadi gemas.

Baca dengan App

Unduh dengan memindai kode QR untuk membaca banyak cerita gratis dan buku yang diperbarui setiap hari

Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN