16. Undur Diri

1000 Kata
"Luc, ini beneran kamu mau mengundurkan diri dari Fourtynine?" Beberapa staff dari divisi keuangan tampak berkumpul di depan meja kerja Lucas. Setelah tahu kalau pria berkaca mata itu bermaksud untuk resign dari kantor, mereka semua langsung menyerbu. Menunggu klarifikasi serta penjelasan lebih kenapa pria yang sudah setahun lebih mengabdi sebagai staff keungan, lalu sekarang malah memutuskan untuk pergi dari perusahaan. Padahal, kinerja serta karir Lucas di perusahaan terbilang bagus. Pria itu bahkan di gadang-gadang akan mendapat promosi dalam waktu dekat untuk menempati posisi baru sebagai wakil manager. Namun, belum lagi sempat naik jabatan, Lucas malah membuat keputusan yang sangat mengejutkan. Tidak ada angin tidak ada hujan, begitu kembali bekerja setelah beberapa hari cuti, pria berkaca mata tersebut malah mengumumkan keputusannya untuk mengundurkan diri. Ironis memang. "Iya, udah fix. Setelah semua PR ku di Fourtynine selesai, aku bakal pergi dari sini." "Tapi, kok mendadak banget," tanya Della tampak begitu kehilangan. Selama ini ia akui banyak sekali pekerjaannya yang dibantu suka rela oleh Lucas. "Iya ..." Andromeda ikut menimpali. "Emangnya kenapa mendadak banget? Kamu diterima di perusahaan lain?" Lucas tersenyum. Terharu juga dengan sikap teman-temannya yang nampak tidak rela atas rencana kepergiannya. Dirinya akui, walau baru setahun bergabung dan melakukan penyamaran, ada begitu banyak momen suka dan duka ia lalui bersama dan sampai detik ini masih begitu melekat. Namun, berhubung tugas yang diberikan sang ayah sudah hampir selesai, suka tidak suka dirinya harus pelan-pelan menyingkir dan menyudahi penyamaran yang selama ini dilakukannya. "Sejujurnya, aku emang udah diterima di perusahaan lain. Kebetulan gaji serta tunjangan yang bakal aku dapat jumlahnya jauh lebih besar juga dari Fourtynine. Selain itu, yang terpenting lokasi kantornya dekat dengan rumah orang tuaku. Kalau mau jenguk mereka, aku nggak perlu nunggu weekend dulu. Kan kalian tau sendiri, Ibu ku belakangan ini sering banget sakit." Della mengangguk maklum. Selama ini dari cerita Lucas, dirinya tahu kalau rekannya tersebut memang ngekos dan tinggal terpisah dari kedua orang tuanya. Belakangan, ia tahu juga kalau orang tua, terutama ibunya Lucas sering kali mengalami sakit. Bahkan saat cuti kemarin, Lucas sengaja meluangkan waktu untuk menemani sang ibu yang harus dirawat di rumah sakit. Mungkin, karena alasan ini juga lah yang membuat pria tinggi berkaca mata itu mencari pekerjaan baru yang lokasinya lebih dekat dengan kediaman orang tuanya. "Sayang banget kamu harus pindah. Artinya team kita bakal kekurangan leader hebat dong," cicit Starla sedih. Terlepas dari tampangnya yang di kata cupu, selama ini Starla dan lainnya akui banyak sekali mendapat bantuan dari Lucas terutama soal pekerjaan. Sebagai teamwork, pria yang dikata kuper tersebut selalu punya andil besar serta ide-ide briliant yang membuat atasan sering kali dibuat kagum. "Kan masih ada yang lain. Ada Andromeda, ada Dion terus Nata. Semuanya juga nggak kalah hebat dari pada aku "Tapi, yang suka ngelucu dan kerjanya paling rapi cuma kamu, Luc." "Nggak ada juga dong yang kasih solusi kalau kita tiba-tiba dapat masalah." "Iya, nih," sahut Dion. "Kalau nggak punya uang, aku bakal ngutang ke siapa." "Ya elaah, dasar tuman!" seru Starla sembari berdecak. Lucas tersenyum. Selesai merapikan meja, pria itu bangkit dari duduknya. "Nggak usah segitunya sedih. Aslinya kita semua sama kok. Aku yakin, kalian semua pasti nantinya bakal ketemu pengganti yang lebih bagus dari pada aku. Lagi pula, aku bisa sampai dititik ini karena kalian juga." Melihat keputusan Lucas yang sudah bulat, rekan-rekan lainnya hanya bisa berpasrah diri. Mau dibujuk bagaimana pun, Della dan Starla merasa kalau keputusan Lucas sudah tidak mungkin lagi bisa diganggu gugat. "Oh, ya ... ini Bu Deasy masih belum turun kerja juga?" tanya Lucas kemudian. Sudah tiga hari dirinya bekerja, tapi atasannya tersebut tidak kunjung terlihat di kantor seperti biasa. Padahal, ia tahu sedang tidak ada tugas mendesak atau jadwal dinas luar kota yang harus Deasy kerjakan. "Kayaknya sih masih istirahat di apartemennya karena sakit," jawab Della membenarkan. "Memang beliau sakit apa? Tumben banget sampai nggak masuk kerja. Udah setahun jadi bawahan dia, baru kali ini aku liat dia sakit sampai nggak turun kerja." Semua sama-sama mengangguk. Selama ini, mereka semua tahu sosok Deasy adalah wanita tangguh. Terkadang, biar sedang dalam keadaan sakit, Deasy tetap memaksakan diri untuk bekerja. Baru kali ini memang wanita itu sampai izin berhari-hari. "Kemarin, waktu kamu nggak ada, Bu Deasy sampai pingsan di depan pintu lift. Sama Pak Lucas sampai diantar ke rumah sakit. Muka dia pucat banget. Kayaknya sih kurang darah atau efek demam. Biasanya emang gitu gejalanya." Dalam hati Lucas mengembuskan napas lega. Paling tidak rekan-rekan di kantornya tidak ada yang tahu kondisi Deasy sebenarnya bagaimana. Sebagian menganggap kalau atasan mereka itu hanya sakit biasa. Bukan karena hamil. Apalagi tengah mengandung darah dagingnya. "By the way ..." sambung Della kemudian. "Kamu punya tanggungan tugas buat rekap dana bulanan kantor, kan? Saran aku, mending langsung samperin bu Deasy ke apartemennya. Izin, minta tolong di tanda tangani sekalian kamu info dia kalau mau resign minggu depan." "Harus banget aku samperin Bu Deasy ke apartemennya? Ganggu nggak?" tanya Lucas nampak ragu. "Takutnya nanti malah ganggu istirahat dia yang lagi sakit." Della mengedikkan bahunya. Memang tidak ada pilihan selain mengunjungi langsung kediaman atasan mereka tersebut. "Mau gimana lagi. Tugasnya emang butuh tanda tangan dia, kan? Sedang nunggu Bu Deasy masuk kerja, kita semua sama-sama nggak bisa memastikan kapan beliau mulai masuk dan beraktivitas kembali." "Bener tuh kata Della." Andromeda ikut menimpali. "Kalau nunggu beliau masuk kerja, tugas kamu nggak bakal selesai-selesai. Yang ada menghambat proses resign kamu juga, kan?" Lucas sejenak berpikir. Setelah ditelaah, benar juga saran yang rekan-rekannya sampaikan. Lagi pula, dirinya memang butuh alasan untuk menjenguk dan memastikan sendiri bagaimana kondisi terkini Deasy saat ini. Sekali lagi, Lucas masih merasa takut. Ia khawatir kalau-kalau Deasy berbuat nekat dengan sengaja menggugurkan kandungannya agar tidak perlu repot-repot menikah dengannya. "Udah, Luc. Samperin aja. Kalau kamu butuh teman, nanti aku temani," tawar Della dengan tulus. "Nggak usah." Lucas menggeleng. Malah bahaya kalau rekannya itu ikut serta bersamanya. "Biar aku aja yang samperin Bu Deasy nanti sore di apartemennya." "Yakin sendirian?" Lucas mengangguk penuh percaya diri. "Iya. Takutnya kalau kita rame-rame, dia merasa terganggu. Biar aku selesaikan semua sore ini sendiri."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN