Siang itu, di ruang rapat, Deasy terlihat cemberut. Beberapa hari belakangan, mood nya memang sedang naik turun. Semua ini bermula saat weekend lalu, dirinya tanpa sengaja bertemu dengan Lucas di salah satu restoran.
Awalnya, ia begitu bahagia. Senang bukan main karena lagi-lagi Tuhan mempertemukan dengan pangeran tampan, pujaan hatinya.
Namun, baru saja hendak berusaha mendekati Lucas, suasana tiba-tiba berubah menjadi menyebalkan dan tidak mengenakkan. Saat sedang terlibat perbincangan, tiba-tiba ada wanita lain yang tak kalah cantik dan anggun langsung mendekat. Turut bergabung, bahkan tanpa terduga mengapit Lucas dengan begitu akrab dan mesra.
Sialnya di mata Deasy keduanya malah terlihat begitu serasi. Yang satu tampan, yang satunya begitu cantik. Klop. Tidak kurang dan tidak lebih. Astaga, pemandangan macam apa ini.
Tadinya, Deasy ingin protes. Kan dia duluan yang bertemu dan ingin mendekati Lucas. Kenapa tiba-tiba ada sosok wanita asing yang seenaknya main sosor saja. Tapi, setelah tahu siapa sosok wanita tersebut, rasa-rasanya ia ingin menghilang saja dari muka bumi ini. Malu MEN!
"Oh, ya hampir saja lupa Kenalkan, ini Davina," kata Lucas, sengaja memperkenalkan wanita di sebelahnya kepada Deasy.
Menjaga sikap untuk tetap terlihat ramah, sopan, dan sempurna walaupun hatinya terasa panas, Deasy lantas menyodorkan tangan. Tak lupa memberikan senyum yang paling manis, sembari memperkenalkan dirinya kepada wanita yang berada di samping Lucas.
"Salam kenal. Saya Deasy Vendela."
Wanita di depan Deasy menyambut uluran tangannya sembari balas tersenyum dengan anggun. Namun, ucapannya setelah ini yang membuat Deasy seketika itu juga shock bukan main.
"Salam kenal juga. Saya Davina, tunangan Lucas."
Mendengar kata 'tunangan' diikuti dengan nada suara yang penuh penekanan membuat hati Deasy hancur berkeping-keping. Padahal, tadi sebelum bertemu Lucas, dirinya sudah sesumbar. Ia begitu pongah menjawab ucapan Velove untuk tidak menyerah, berusaha menakhlukkan hati Lucas walaupun pria itu sudah memiliki pasangan sekali pun. Pokoknya, moto hidup Deasy, pantang menyerah sebelum Lucas jadi miliknya.
Sekarang, saat benar-benar dihadapkan pada situasi di mana Lucas benar sudah memiliki pasangan dan bahkan kini dapat berhadapan langsung, nyali Deasy seketika menciut. Tergantikan dengan perasaan panas, patah hati, hancur tanpa sisa serta kemalangan lainnya.
Belum lagi saat diperjalanan pulang, Velove terus saja memprovokasi. Sahabatnya itu bukan menenangkan, malah sengaja mengompori, membuat perasaan Deasy semakin bercampur aduk antara sedih, kesal, dan bingung harus mengambil tindakan seperti apa.
"Tuh, kan. Apa aku bilang. Pangeran tampan mu itu pasti sudah punya pasangan. Secara, dari visual aja dia ganteng gitu. Mana tajir, terus pimpinan perusahaan pula. Bisa ditebak pasti sudah punya pasangan. Dan sekarang apa? Omongan aku terbukti, kan?"
Deasy menarik napasnya dalam-dalam. Bingung harus menanggapi apa ucapan Velove barusan. Sedang hatinya saja masih terasa begitu panas.
"Udah ... mending sudahi kegilaanmu, Des. Nggak ada untungnya kejar-kejar cowok yang nyata sudah punya tunangan. Lagian, kamu juga aneh banget segala kejar cowok karena ngerasa dia udah tidurin kamu. Padahal, kamu sendiri aslinya masih menduga-duga, kan?
Deasy lantas menoleh ke arah Velove. Mencebikkan bibir, hingga pada akhirnya menanggapi Velove yang sedari tadi ngoceh, menceramahi dirinya.
"Ve ... bisa nggak sih kamu itu prihatin dikit aja sama aku yang fakir kasih sayang ini? Awalnya, aku emang kejar Lucas karena mau memastikan kalau dia emang cowok terakhir yang udah tidurin aku. Tapi, makin ke sini, aku ngerasa emang beneran suka sama dia. Tau cinta pada pandangan pertama, kan? Kayaknya aku lagi mengalami hal itu."
"Alah, lebay!"
"Serius demi apa pun. Itu jantung aku kalau ketemu dia, pasti debarannya aneh dan terasa kencang."
"Ya kamu sakit jantung kali," seloroh Velove tanpa dosa.
"Velove, ah! Aku serius dia malah becanda."
Velove berdecak malas. Detik kemudian menggeleng berulang sembari menertawakan kelakuan Deasy yang ia anggap begitu naif.
"Kamu boleh suka. Yang jadi masalah, dia nggak suka kamu, Deasy. Nyadar, hoy! Itu bos kamu malah udah punya tunangan. Jadi, nggak usah buang-buang waktu melakukan hal yang sia-sia."
"Tapi, Lucas cakep banget, Ve. Aku belum pernah nemu cowok hampir sempurna macam dia. Rugi banget kalau nggak sampai jadi pasangan. Dia bibit unggul loh. Nanti kalau punya anak, pasti good looking banget."
"Percuma cakep kalau nggak bisa dimiliki. Udah, deh. Di mana-mana relasionship itu kalau dua orang yang saling menyukai. Kalau yang suka cuma satu orang macam kamu, itu sih namanya HALUSINASIP. Mending buang jauh-jauh perasaan kamu. Dari pada buang-buang waktu ngejar yang nggak pasti, coba cari yang lain aja. Atau itu, kamu jalin hubungan sama cowok pertama yang udah tidurin kamu. Siapa namanya?"
Deasy seketika menoleh.
"Siapa? Lucas Fernando maksudmu?"
"Ya itulah namanya. Kata kamu dia single dan jomlo, kan?"
"Dih, males!" Deasy langsung menunjukkan raut wajah tidak suka. Seakan Lucas Fernando adalah kuman yang harus sekali dihindari. "Nggak kebayang banget kalau aku sampai menjalin hubungan sama babu macam dia. Sampai detik ini aja aku menyesal kenapa sih bisa bego banget tidur sama Lucas Fernando. Bayangkan, dia bawahan aku, Ve. Apa kata dunia? Arghhhh!"
Deasy langsung menggeram kesal. Sebal sendiri dengan tindak bodoh yang sudah ia lakukan bersama Lucas Fernando yang jelas-jelas bawahannya.
"Mana ada orang menyesal tapi sampai dua kali melakukannya? Itu menyesal atau ketagihan sih, Des? Mana kamu sendiri yang cerita kalau waktu itu emang lupa tampang si cowok tapi ingat banget permainannya di atas ranjang bikin nikmat."
Deasy melotot. Malu sendiri dengan ocehannya kala itu. Tapi, kalau direnungkan kembali, dua kali melakukan hubungan badan, yang ia ingat memang hanya rasa nikmat, nikmat, nikmat dan akhirnya mabuk kepayang.
Selain wajah, dirinya mana lupa bagaimana diperlakukan malam itu. Sentuhannya, ciumannya, pelukannya, belaiannya. Dan, ah ... bulu kuduk Deasy seketika meremang tanpa sebab.
Loh, ini Deasy kenapa sih? Kok jadi melamun dan ingat kejadian tempo hari saat make out sama Lucas?
Jangan bilang dirinya ketagihan dengan service yang Lucas beri kepadanya?
Deasy kemudian menggeleng berulang kali. Berusaha menampik apa yang tengah ia pikirkan.
"Pokoknya aku nggak mau kalau sampai jalin hubungan sama Lucas Fernando ini. Lagian, kamu kenapa sih dari awal nggak dukung aku banget?"
"Bukan nggak dukung. Tapi lebih kepengen kamu sadar dan bangun aja dari mimpi."
"Telor dadar, telor orak arik. Iya deh, aku sadar aku nggak menarik. Jadi mustahil bisa dapatin hatinya Lucas Tanuwidja yang almost perfect itu. Gitu kan maksudmu? Aku nih macam yang amburadul banget tapi mengharapkan cowok yang bibit unggu."
Harusnya, Deasy turuti saja saran yang sudah Velove beri demi kewarasan dan juga kebaikan dirinya. Tapi, entah kenapa, ia masih saja tidak terima. Sampai detik ini pun, setelah beberapa hari berlalu, Deasy masih merasa patah hati. Dan hal ini bahkan sampai berimbas pada kesehariannya di kantor.
Terbukti, beberapa hari belakangan dirinya tampak murung. Tidak b*******h. Malah persis seperti orang yang tengah sakit.
"Bu Deasy yakin baik-baik aja? Mukanya pucat banget, loh."
Della yang siang itu juga berada di ruang rapat, memberanikan diri untuk menegur. Melihat gelagat Deasy yang belakangan ini tidak biasa, bahkan sekarang dalam keadaan wajah yang pucat dan persis seperti orang lemas, ia jadi ikut bertanya-tanya. Takut saja terjadi sesuatu yang mengkhawatirkan pada bosnya tersebut.
"Saya baik-baik aja," jawab Deasy sekedarnya.
Della yang merasa tidak puas dengan jawaban Deasy sampai bangkit dari duduknya. Menyerahkan sebotol air mineral untuk kemudian diberikan kepada atasannya tersebut.
"Sambil nunggu Pak Lucas, minum dulu aja, Bu. Tapi, serius Ibu nggak lagi sakit? Keliatannya lemes banget."
Deasy menerima sodoran air mineral yang Della beri. Sebenarnya tidak sedikit pun merasa haus. Tapi, karena menghargai pemberian staff yang tampak perhatian dengan kondisinya, ia pun meminum air mineral tersebut hingga setengah, kemudian menjawab rasa penasaran yang Della tunjukkan kepadanya.
"Nggak usah dipikirkan. Saya beneran baik-baik aja kok. Mungkin mau datang bulan aja. Makanya jadi mood swing dan lemes gini."
Ada benarnya juga perkataan Deasy. Kebanyakan para wanita kalau sedang PMS sering kali terlihat lemas, pucat, mengalami keram perut, dan yang utama emosinya susah untuk ditebak. Kadang stabil, kadang turun drastis sampai terlihat mellow. Terkadang juga meledak-ledak dan selalu ingin marah. Ya ... mungkin saja Deasy memang benar sedang dalam masa-masa tersebut.
Untungnya, beberapa menit berselang, Lucas datang dan langsung memulai rapat. Karena pembahasan penting mengenai pekerjaan tidak terlalu banyak mengalami kendala, rapat internal pun bisa terselesaikan dalam kurun waktu hanya dua jam saja.
"Pak, ini rangkuman semua deadline yang Pak Lucas minta kemarin. Mau dibawa sekarang juga? Atau maunya gimana?" tanya Deasy saat Lucas hendak pergi meninggalkan ruang rapat.
"Itu sekitar tujuh sampai delapan project, kan?"
Lucas bangkit dari duduknya. Pria itu lantas mengajak Deasy berbincang sembari berjalan keluar dari ruang rapat.
"Kalau emang totalnya sampai delapan, saya minta tolong dikirim soft file nya saja via email. Karena kebetulan besok sampai beberapa hari ke depan saya mau berangkat ke Singapura, rasa-rasanya nggak memungkinkan kalau harus bawa kesemua berkasnya. Lebih gampang baca dan evaluasi di email aja."
Deasy mengangguk paham. Ia pun menyanggupi apa yang Lucas pinta kepadanya. Bahkan ia pikir lebih muda menyerahkan pekerjaannya lewat email saja.
"Baik, Pak. Setelah ini juga langsung saya kirim ke email Pak Lucas."
Menyudahi perbincangan soal pekerjaan, keduanya sampai di depan lift. Bersama-sama staff yang lain bermaksud untuk kembali ke ruangan masing-masing.
Namun, saat tengah menunggu, Deasy menunjukkan gelagat aneh. Tanpa terduga wanita itu hilang keseimbangan dan akhirnya tidak sadarkan diri.
"Bu Deasy!"
Lucas yang sempat terkejut, dengan sigap meraih tubuh Deasy. Sementara staff lain yang berada di sana langsung mendekat, berusaha membantu.
"Bu Deasy sepertinya emang sakit, Pak. Dari tadi masuk ruang rapat, mukanya udah pucat banget."
Della yang memang memerhatikan kondisi Deasy sedari awal sebelum memulai rapat, tampak bercerita kepada Lucas. Ia bahkan bantu memegangi tubuh atasannya tersebut. "Mending dibawa ke rumah sakit aja, takut kenapa-kenapa. Lagian dokter jaga di klinik perusahaan kita sedang ambil cuti juga."
"Kalau gitu, tolong bantu bawa ke mobil saya aja. Biar saya bawa ke rumah sakit sekarang juga."
Della dan yang lainnya kemudian bantu mengangkat tubuh Deasy menuju mobil Lucas yang memang standby di lobby. Pelan-pelan memasukkannya, kemudian membaringkan dengan perlahan.
"Mau saya temani, Pak?" Della terlihat menawarkan diri. "Atau, biar saya sama yang lainnya aja yang antar ke rumah sakit. Takutnya Pak Lucas ada pekerjaan yang nggak bisa ditinggal."
"Nggak usah. Biar saya aja yang bawa dia ke rumah sakit. Kalian semua lanjut kerja aja."
Lucas gegas membawa Deasy menuju rumah sakit. Begitu sampai, ia langsung meminta petugas medis untuk segera membawa sekaligus menangani Deasy yang masih saja belum sadarkan diri.
Hampir tiga puluh menit Lucas menunggu. Tadinya, ia bahkan bermaksud untuk meninggalkan Deasy karena terlanjur memiliki janji dengan salah satu relasi bisnis. Namun, belum lagi sempat pergi, dokter yang menangani Deasy datang menghampiri. Memberi penjelasan mengenai penyebab Deasy hingga tidak sadarkan diri.
"Apa Bapak suami dari pasien yang bernama Deasy Vendela?"
"I-iya," sahut Lucas tergugu. Dari pada lama, dirinya iyakan saja pertanyaan dokter tersebut.
"Jadi, pasien ini dalam keadaan kurang darah. Kadar haemoglobinnya juga rendah. Hal ini yang menyebabkan beliau sampai hilang kesadaran dan akhirnya pingsan."
"Tapi, ini nggak berbahaya kan, dok?"
Dokter lantas menggeleng.
"Asal ditangani dengan baik, nggak bakal berbahaya. Lagi pula, hal ini memang sering terjadi pada wanita hamil. Itu sebabnya harus ekstra diperhatikan."
Lucas terperanjat. Salah satu ucapan dokter barusan menarik perhatiannya dengan amat sangat.
"A-apa, dok? Hamil?"
"Iya. Pasien saat ini memang dalam keadaan hamil."