Bab 53 - KOMPAS dan Latihan Simulasi

1155 Kata
Wish melemparkan tas kecilnya ke tempat tidur. Ia langsung masuk kamar mandi ingin menyegarkan tubuhnya. Ia sedikit kepikiran dengan Ardy dan Panom yang tidak datang ke lab hari ini. Mereka belum juga berbaikan sehingga hanya Ardy dan Chery menjadi temannya untuk melanjutkan diskusi mereka mengenai proyek sekolah. Setelah selesai keluar dari kamar mandi, Wish baru melihat dua koper berdiri tenang di sebelah kamarnya. Ia langsung tahu bahwa itu adalah kiriman baju dari orang tuanya. Ia pun memakai bajunya dengan cepat dan membongkar isi koper. Ketika membuka isi koper, Wish bisa merasakan aroma-aroma baju baru dan campuran wangi peralatan mandinya, seperti shampo, sabun, odol, parfum, dan lain-lain. Ia tersenyum melihat semua persiapan yang dilakukan orang tuanya untuknya.  Disusunnya satu persatu baju-bajunya ke lemari. Diambilnya hanger dan menggantung beberapa baju yang mudah kusut.  “Baju ini sangat bagus.” Ucap Wish memperhatikan satu baju yang diangkatnya dari koper ke atas melihat keseluruhan bentuk baju. Diambilnya hanger lalu berdiri. Tiba-tiba sebuah benda terjatuh dari situ. “Apa ini?” Ucap Wish. Benda itu sangat indah. Ia bisa melihat kilauan cahaya dari pantulan benda itu karena lapisan emasnya. Benda itu berbentuk segi delapan, dan di tengahnya terdapat jarum yang menunjukkan arah mata angin. “Aku tidak tahu, aku memiliki kompas seperti ini. Bentuknya seperti bentuk yang ku gambar saat usiaku tujuh tahun kemarin!” Ucap Wish heran sambil membolak-balik benda itu melihat sisi-sisinya. Ia ingat saat ibunya bercerita tentang liburan saat pergi ke rumah nenek. Ia menggambarkan bentuk yang sama dengan bentuk kompas yang dipegangnya. Ia menggambar dengan mengumpulkan batu-batu dari sungai dan membentuk sebuah gambar. Ia yakin sekali apa yang digambarnya di masa lalu sama dengan kompas yang dilihatnya sekarang. “Ini sama dengan yang ku gambar sembilan tahun yang lalu!” Ucap Wish berkali-kali.  Matanya masih tertuju ke arah kompas. Semakin lama semakin dilihatnya benda itu, semakin sadar bahwa ada delapan lubang ada di sisinya seperti tempat permata sebelumnya sebagai hiasan. “Sayang sekali, batu-batu hiasan di sekeliling kompas ini hilang.” Ucap Wish pelan. Karena bagian luar kompas dilapisi emas, ia sempat berpikir, bisa jadi hiasan di delapan lubang itu adalah batu yang berharga seperti permata kecil atau batu yang memberikan kesan antik. “Tetapi, meski begitu, ini masih berguna.” Katanya sambil menggoyang-goyangkan kompas untuk menguji keakuratannya. Ia mengangkatnya ke atas, kanan dan kiri, dan mengoyang-goyangkannya. Kemudian disimpannya kompas yang dipegangnya di dalam lemari di himpitan baju-baju yang dilipat. Ia berencana untuk menanyakan kepada orang tuanya mengapa ada benda itu di dalam kopernya. Wish pun pergi tidur. *** Seusai sekolah, Wish menuju lab. Ia pergi bersama Ardy awalnya, tetapi karena ICE-nya tertinggal di dalam kelas, ia pun kembali untuk mengambilnya. Dalam perjalanan menuju lab, seseorang memanggil keras namanya. Wish menoleh dan empat orang menuju ke arahnya. Mereka adalah Junior, Max, Rully, dan Star. Mereka merupakan team pilihan untuk permainan Hoki Es yang akan dilangsungkan besok. “Hi.” Ucap Max dengan ramah. Ia memegang Cheetos di tangannya. Senyumannya sangat lebar, melebihi lebar badannya. “Hi. Mau kemana?” Tanya Max seperti seorang yang hendak memalak. “Ke lab. Untuk proyek penelitian kami.” Ucap Wish santai dengan senyuman. Seseorang dengan lembut berbicara kepadanya. “Kita adalah team untuk besok. Kamu ada waktu untuk berlatih?” Tanya Junior dengan lembut. Ia memiliki kesan murid yang religius dan tidak neko-neko. “Ya?" Kata Wish. Ia belum sepenuhnya mengerti. “Hi, kita belum kenalan.” Ucap Rully menyerobot Max yang menghalangi jalan. “Rully.” Ucapnya lalu mengenalkan teman di sebelahnya, “Dia Star!." Mereka pun bersalaman. “Kita kurang satu orang lagi, si kembar.” Kata Star setelah mengenalkan namanya. “Aku tidak tahu keberadaan Jay,” kata Max yang sedang membuka jajanannya. “Apakah kita diperbolehkan berjalan sambil makan di sekitaran sekolah?” Tanya Junior yang tak ingin Max melanggar peraturan sekolah. “Aku tidak mendengarnya." Max menggerakkan tangannya. "Salah mereka jika peraturan itu tidak di beritahu.” Pembelaan Max. Ia berkata sambil mengunyah Cheetos di tangannya. Tiba-tiba seseorang mendekati mereka. Ternyata itu adalah Jay. “Maaf terlambat!” Ucap Jay dengan napas terisak-isak. Senyuman yang diberikan Jay begitu mencurigakan. “Apa yang kalian tunggu? Ayo!” Ucap Jay kemudian. Jay membawa mereka ke ruangan lab mereka. “Kita bisa latihan disini.” Kata Jay. Kemudian ia mengaktifkan mode ICE simulatornya dan berkata lagi, “Siapa yang akan menjadi penjaga gawang?” Tanya Jay lantang seolah-olah dia adalah ketuanya. “Kau seperti ketua saja.” Ucap Rully dengan sinis. Jay berkata, “Baiklah, aku merasa tidak diperlukan. Kau mau menjadi ketua?” Balas Jay dengan lembut tetapi nada yang terdengar begitu menusuk telinga. “Aku hanya mengatakan apa yang kupikirkan.” Ucap Rolly. “Sudahlah, jangan bertengkar.” Kata Junior mencoba melerai dan bersikap netral. “Max lebih cocok sebagai penjaga gawang. Kita butuh penjaga depan, 2 orang sweeper (pertahanan), dan satu striker. Bagaimana jika kita mencoba simulasi ini dan mengganti setiap pemain dan memilih siapa yang paling cocok melakukannya.” Ucap Junior. Mereka pun setuju. Semua mengaktifkan mode ICE-simulasi dan mencoba tempat yang mana mereka lebih dominan. Mereka pun mulai bermain dengan cara memakai alat yang diletakkan di kepala mereka sebagai alat untuk menggerakkan robot simulasi. “Ini keren,” ucap Star, “Aku akan mencoba menjadi pemain depan.” Ucapnya lagi. Usai bermain simulasi, mereka mulai mencium bau gosong. Sesuatu tercium bau dari arah Wish.  “Apakah alat yang di kepalamu itu terbakar?” Tanya Max. Wish dengan sigap langsung melepaskannya dan berteriak ketakutan. Langsung dicampakkan Wish alat itu ke tanah karena takut alat itu akan meledak di kepalanya. “Apa yang terjadi?” Tanya Junior. Ia merasa sangat aneh, mengapa hanya alat Wish yang rusak tiba-tiba. Karena alat Wish sudah rusak, mereka pun menghentikan simulasi. “Aku merasa nyaman di bagian tengah sebagai pertahanan terhadap lawan.” Ucap Star. “Kalau begitu, Rully bisa berada di bagian itu juga menjada lawan agar bolanya tidak masuk ke dalam gawang. “Siapa dari antara kalian berdua yang ingin menjadi Striker?” Tanya Junior. “Aku memilih Wish.” Ucap Rully “Aku memilih Wish.” Ucap Max. Karena dua orang itu tidak memilih Jay membuatnya menunjukkan kekesalan. “Aku akan memilih Wish.” Ucap Junior. “Aku memilih Jay,” dengan lantang Star mengatakannya. Beberapa dibuatnya menjadi terkejut. “Aku memilih Jay,” Kata Wish. Mereka terkejut dengan apa yang dikatakan Wish.  Junior pun berkata, “Bagaimana dengan mu, Jay ? Kamu pilih siapa?” “Aku tentu memilih diriku sendiri.” Ucap Jay. “Sekarang sudah seri. Apa yang harus kita lakukan unutk memilih seorang striker?” Tanya Junior. Junior ada ide, “Karena Wish bukan memilih dirinya tetapi malah orang lain, maka aku berubah pikiran dan memilih Jay.” Ucap Junior. Akhirnya Wish berada di depan bersama Junior, Striker akan dipegang Jay, pemain tengah Rully dan Star. “Kami akan berlatih dulu, kau bisa pergi meminta ganti alat kepala itu.” Kata Junior. “Kami akan bermain tanpamu dulu.” Ucap Junior lagi.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN