6. Semakin Banyak Tahu Tentangnya

1111 Kata
Tak ada lagi yang kami bincangkan bahkan Tuan Bumi juga tidak mengucap sepatah kata pun juga terkait kebohongan yang mengatasnamakan Meme sebagai anaknya di depan mantan istrinya. Hingga sampailah kami di apartmen Mister Sam. Bu Cindy yang menyambut kedatangan kami dibuat terkejut sekaligus heran mendapati Meme berada dalam gendongan Tuan Bumi. Aku sudah ketakutan karena merasa tidak sopan dengan tetap membiarkan atasan Mister Sam harus capek-capek menggendong Meme. "Bos ... kenapa Meme bisa ada bersama Anda?" Mister Sam yang muncul dari balik tubuh Bu Cindy membuat nyaliku semakin menciut saja. Tak berani mendongak, hanya menunduk dengan jari jemari saling berpilin. "Tadi tidak sengaja bertemu di taman. Di mana kamar Meme? Aku akan menidurkannya." "Di sana. Maaf sudah merepotkan," jawab Bu Cindy sembari menunjuk letak kamar Meme berada. Tuan Bumi mengikuti petunjuk yang diberikan, dengan Bu Cindy mengekor di belakang. Sementara aku yang merasa bersalah juga takut serta tak enak hati dengan Mister Sam memilih menjelaskan pada majikanku. "Mister Sam. Saya minta maaf karena tidak bermaksud meminta pada Tuan Bumi untuk menggendong Meme. Tadi beliau menghampiri kami dan tiba-tiba saja menggendong Meme. Siapa sangka jika dalam perjalanan Meme justru tertidur," jelasku takut-takut bahkan tak berani menatap wajah Mister Sam. "Tak apa, Sha. Tuan Bumi ini orang yang baik." Huft ... aku lega sekarang. Rupanya Mister Sam tidak marah padaku. "Jika begitu ... saya masuk dulu, Mister." Aku pamit dan Mister Sam mempersilahkanku. Gegas menuju dapur dan membuatkan minuman untuk Tuan Bumi juga Mister Sam tentunya. Aku harus sigap dan tanggap jika ada tamu yang berkunjung dengan menyuguhkan minuman juga menghidangkan camilan yang tersedia. Ketika membawanya ke ruang tamu, Tuan Bumi sudah duduk bersama Mister Sam dan Bu Cindy. Ucapan terima kasih dari Bu Cindy juga Tuan Bumi aku balas dengan senyuman. Setelahnya aku kembali masuk ke dalam dapur memasak untuk makan malam selagi Meme masih tertidur. Tak lama Bu Cindy ikut bergabung bersamaku. Membantu memasak aneka menu spesial untuk tamu istimewa. Sembari memasak Bu Cindy banyak bercerita mengenai Tuan Bumi. Tentang perjalanan panjang Tuan Bumi hingga mencapai sebuah kesuksesan. Pun demikian mengenai kisah keluarga Tuan Bumi yang telah bercerai dari istrinya dan saat ini menyandang status duda dengan satu orang anak. Sebenarnya aku sangat antusias mendengar, hanya saja terlalu malu menunjukkan di hadapan Bu Cindy. Takut jika Bu Cindy sampai berpikir yang bukan-bukan hingga aku pun memutuskan untuk tidak menceritakan apa pun yang baru saja terjadi di taman tadi. Yaitu pertermuanku dengan mantan istri Tuan Bumi. Biarlah Tuan Bumi sendiri yang nantinya bercerita pada Bu Cindy dan Mister Sam. Aku tak mau banyak ikut campur dalam urusan para majikan. Tak terasa acara masak memasak pun usai. Aku baru saja selesai menata makanan di atas meja makan ketika Tuan Bumi beserta Mister Sam memasuki ruang makan. Ketika aku mendongak, saat itulah Tuan Bumi tengah menatap dan memperhatikanku. Tatapan matanya yang teduh begitu menghipnotisku. Tanpa sadar aku membalas tatapannya. Namun, hanya sesaat karena aku segera membuang pandangan. Takut, gugup juga gemetar andai terlalu lama berpandangan dengannya. Daripada terlibat terlalu jauh lebih baik aku undur diri saja dari mereka semua. "Mau ke mana, Sha?" Bu Cindy bertanya saat aku bersiap meninggalkan ruang makan. "Melihat Meme di kamar, Bu," jawabku dan Bu Cindy mengangguk. Lalu beliau memintaku untuk membawa Meme ke ruang makan untuk makan malam. "Jika Meme belum bangun, tidak masalah kamu bangunkan saja. Dia belum makan tadi." "Baik, Bu." *** Membawa keluar kamar balita yang terlihat masih malas karena baru saja bangun tidur. Aku sudah mencuci wajah Meme agar kantuknya segera sirna. Sayup terdengar di telinga pembicaraan dari ruang makan. "Kapan bos kembali ke Indonesia?" "Lusa. Besok aku masih harus mengunjungi proyek." "Bos tidak jadi menemui Bu Clara?" Deg. Aku berhenti melangkah. Takut-takut ingin masuk ke dalam ruang makan demi mendengar Mister Sam menyebut nama Bu Clara. Ya, Tuhan! Apakah Tuan Bumi akan bercerita mengenai kejadian di taman tadi. Di mana Bu Clara yang mengira aku adalah istri Tuan Bumi dan juga kebohongan Tuan Bumi yang mengakui Meme sebagai anaknya. "Sudah." "Bos sudah menemui Bu Clara? Kapan?" "Tadi aku tidak sengaja bertemu dengannya di sekitar taman." Lagi-lagi aku mendengar Tuan Bumi menjelaskan sesuatu pada Mister Sam juga Bu Cindy. Kembali aku pertajam pendengaran. Sementara Meme yang berada dalam gendongan juga tidak rewel sama sekali. Ikut diam bersamaku di balik dinding ruang makan. "Lalu bagaimana?" "Aku sudah menyerah, Sam. Mungkin Clara sudah menemukan kebahagiaannya. Terbayar sudah rasa penyesalanku selama ini. Setidaknya aku bisa tahu bahwa Clara baik-baik saja sekarang. Semoga saja suami barunya bisa membahagiakan Clara." "Apa bos juga bertemu dengan suami baru Bu Clara?" kali ini aku mendengar Bu Cindy ikut bertanya. "Tidak. Tapi jika melihat dari cara bicara Clara, aku tahu dia sudah berbahagia dengan pilihannya." Tak lagi terdengar pembicaraan mereka dan hanya suara denting sendok yang beradu dengan piring yang terdengar di telinga. Rupanya Tuan Bumi hanya sepintas itu saja bercerita mengenai pertemuan dengan mantan istrinya. Sesungguhnya aku ini masih bertanya-tanya setelah mendengat pembicaraan mereka. Namun, buat apa juga aku ingin tahu segalanya. Ah, Alisha. Itu semua bukan urusanmu. Dan aku ingat jika tugasku sekarang adalah membantu Meme makan malam. Kuhirup napas panjang lalu setelahnya aku embuskan perlahan. Mulai melangkah kembali menuju ruang makan. Orang yang pertama kali menyadari kehadiranku adalah Bu Cindy. Wanita itu tersenyum lebar mendapati putrinya yang memanggil dengan sebutan mami. Bu Cindy mengulurkan tangan mengambil Meme dari dalam gendonganku. "Meme ... ayo mami suapi. Sha, makan di sini sekalian." "Tidak, Bu. Saya makan di belakang saja." "Tidak apa, Sha. Lagipula anggap saja jika ini momen kebersamaan kita yang nantinya akan menjadi kenangan." Bu Cindy berkata demikian mengingatkanku akan waktu yang tak lama lagi harus meninggalkan keluarga kecil ini. Sedih sekali rasanya. Yang membuatku semakin terharu karena Mister Sam ikut menimpali, "Cindy benar, Sha. Kita makan sama-sama." Tak enak untuk kembali menolak dengan ragu aku pun mulai menarik kursi dan duduk di sana. Untuk kedua kalinya aku ikut makan bersama di mana ada keberadaan Tuan Bumi di meja makan ini. "Semua makanan ini enak sekali. Mengingatkanku akan masakan mama. Apa Cindy semua yang memasak ini?" celetuk Tuan Bumi masih dengan mengunyah makanannya dengan sangat lahap. "Bukan saya yang memasak makanan ini bos. Saya hanya membantu saja tadi. Karena yang memasak semua menu ini adalah Alisha. Jika memasak makanan khas Indonesia Alisha adalah jagonya. Oleh sebab itulah sebenarnya saya sangat berat harus melepasnya." Aku mendongak demi mendengar Bu Cindy menyebut-nyebut namaku. Memang benar tadi aku dan Bu Cindy memasak bersama. Namun, akulah yang meracik bumbu dan mengolahnya. Sementara Bu Cindy hanya membantu mengupas dan memotong-motong bahan makanan karena beliau tadi sibuk bercerita. Apalagi yang beliau ceritakan jika bukan tentang Tuan Bumi. Salut akan kejujuran Bu Cindy yang berkata jujur pada tamunya bahwa akulah yang memasak semua makanan di atas meja.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN