FL 12

2158 Kata
Maura berdiri di samping mobil mewahnya, di dekat persimpangan jalan sepi. Menunggu kedatangan seseorang yang beberapa jam yang lalu ia hubungi. Tak lama kemudian munculah sosok pria paruh baya yang sedari tadi ia tunggu, sosok itu datang dengan berboncengan sepeda motor bersama sosok pria lain. Yang sudah ia perkirakan bahwa salah satu sosok itu adalah Pamannya, Rehan. "Mana berkasnya, cepat serahkan pada ku," gertaknya, tanpa menuruni sepeda motor yang ia duduki. Maura tak menjawab, ia hanya langsung memberikan sebuah map di tangannya kepada pria tersebut. Tanpa berucap sepatah kata pun. 'Ini sudah akhir dari segalanya, awal dari kehancuran hidupku, keluarga ku. Aku akan melepaskan semua yang pernah menjadi milikku, harta, keluarga, suami. Aku tak memiliki nya lagi. Hanya status sebagai istri yang mungkin masih tetap melekat di diriku.' Maura segera bergegas menaiki mobilnya menuju Mansion. Sesampainya di Mansion tersebut. Maura bergegas masuk kedalam kamar nya. Ia menangis, memandang setiap inci sekeliling Mansion itu. Ia bingung harus bagaimana, ia merasa menjadi istri paling jahat di muka bumi ini. 'Aku harus segera pergi dari sini, sebelum Vernon kembali. Tapi aku tak tau harus pergi kemana?.' Cukup lama Maura menangis sembari memeluk perut datarnya. Dan akhirnya ia memutuskan untuk pergi ke tempat Sera, setidaknya ia harus berpamitan pada sahabat nya tersebut. Maura meletakkan semua benda yang pernah di berikan Vernon padanya, black card, handphone, semuanya. Ia pergi tanpa membawa apa-apa. Selain pakaian yang kini ia pakai dan juga beberapa lembar uang untuk saku di perjalanan, yang bahkan tak seberapa nilai nya. Ia hanya merasa tak pantas menerima semua pemberian dari sang suami yang dengan sengaja ia hianati. Dan satu lagi yang ia lupakan, cincin pernikahan yang masih melingkar apik di jemari manisnya. Bahkan ia ke club milik Sera hanya menaiki taxy, Maura benar-benar tak membawa apapun. Sesampainya di tempat Sera. Sera sedikit syok dengan kedatangan sosok sahabat nya di pagi buta begini, tak biasanya wanita itu datang di saat seperti ini, di tambah penampilan nya yang terbilang sangat kacau. "Ra....kau kenapa hm? Jawab aku?," Tanyanya, mengguncang tubuh wanita yang kini sudah menangis sesenggukan di hadapannya. "Kak.... Bantu aku, aku ingin pergi jauh dari sini, jauh dari kehidupan Vernon," ucapnya. "Tapi kenapa? Apa kalian bertengkar?," Bingungnya. Maura hanya menggeleng lemah. "Tidak....aku yang jahat Kak, aku tak pantas tetap ada di sini," isaknya. Sera memicingkan sebelah matanya. "Jangan bilang jika kau,-- Ucapan Sera terhenti, kala Maura membalas nya dengan anggukan cepat. "Iya kau benar Kak....aku telah melakukannya. Aku jahat," lirihnya. Sera segera memeluk erat tubuh wanita lemah di hadapannya ini. "Tidak, kau tidak jahat Ra....kau wanita baik," ucapnya menenangkan sosok wanita tersebut. "Bantu aku, aku ingin pergi," pinta Maura. "Kau mau pergi kemana hm?," Tanyanya lembut. "Tidak tau, yang penting jauh dari sini," Sera berfikir sejenak dan ia tiba-tiba terfikir sesuatu. "Bagaimana kalau kau pergi ke tempat temanku di luar kota, aku akan menghubunginya. Dan aku janji akan segera menyusul mu kesana, secepat mungkin" tutur Sera. Maura semakin menangis terharu di buatnya, ia bersyukur masih punya sahabat sebaik Sera. "Terima kasih Kak,...aku tak tau harus bagaimana untuk membalas semua kebaikan mu," tangisnya. "Sudah.... sudah, jangan di fikirkan. Eh... tunggu, kau tak membawa apapun?," Tanya Sera semakin heran. Maura hanya menggeleng pelan. Sera menepuk jidatnya, ia tak habis fikir dengan cara kerja otak adik kecilnya ini. "Hah, baiklah....aku akan menyuruh temanku untuk mempersiapkan perlengkapan mu nanti," tutur Sera, dan segera hubungi sahabat nya di luar kota. Beberapa saat kemudian Maura berangkat ke tempat yang di tunjukkan Sera, berbekalkan beberapa uang yang di berikan oleh Sera padanya. 'Mungkin ini semua yang terbaik, menjauh dari kehidupan Vernon. Aku hanya lah parasit di keluarga itu.' *** Sedang di perusahaan V-Corporation. Vernon begitu kelabakan mendapatkan kabar dari Daniel, yang katanya separuh dari aset perusahaan nya sudah di ambil alih oleh perusahaan lain. Dia ingat betul bahwa ia sama sekali tidak pernah menjual aset nya pada perusahaan lain. Lalu bagaimana ini bisa terjadi?. "Cari tau, perusahaan mana yang berani bermain dengan perusahaan ku dan usut sampai tuntas, siapa orang yang berani melakukan itu semua," gerutunya, meremat erat bolpoin di tangan kanannya. Tak butuh waktu lama bagi Daniel, untuk mengusut kasus tersebut. Mungkin pelakunya masih amatiran, hingga sangat mudah untuk di telusuri. Vernon tidak percaya dengan apa yang Daniel informasi kan pada nya, pelaku dari semua ini adalah Rehan, Paman Maura. Jangan katakan jika istrinya ikut terlibat dalam masalah ini. "Apa kau tak salah informasi Niel?," Tanya Vernon, memastikan. "Kau tau betul bagaimana kinerjaku Ver, aku tidak mungkin salah orang," tuturnya. "Tunggu.... kenapa asetmu bisa sampai ke tangan pria itu? Dimana kau menyimpan nya? Dan jangan bilang kalau salah satu keluarga mu ikut andil dalam masalah ini," intimidasi Daniel. Vernon memijit pelipisnya, kenapa di dalam otak nya hanya ada nama Maura, dan Maura. Padahal dia ingin menepis pemikiran buruk itu. "Ver....ku tanya padamu, siapa yang tau di mana letak kau menyimpan aset-aset berharga perusahaan mu," tanya Daniel lagi. "Istriku," satu kata yang tercetus dari mulut pemuda tersebut. Daniel menyunggingkan sebelah bibirnya. "Jadi kesimpulannya, Maura bersekongkol dengan Pamannya, untuk menghancurkan mu, rencana yang bagus," Gerutunya, geram pada wanita yang berstatus sebagai istri atasannya tersebut. "Tidak mungkin Niel, istriku tidak mungkin melakukan itu semua," sangkal nya, masih tak bisa percaya. "Baiklah, kita akan buktikan. Sekarang hubungi isrimu! Jika memang bukan dia pelakunya, pasti dia bisa menjawab semuanya," ucap Daniel. Vernon bergegas meraih phoneselnya yang tergeletak di atas meja. Mendial nomor sang istri, tersambung, namun tak di angkat oleh sang empunya. "Sayang.... angkatlah, kau dimana? Jangan membuatku berprasangka buruk pada mu," gerutu Vernon, sembari terus mencoba menghubungi sang istri yang masih saja tak ada jawaban. "Bagaimana hm? Apa Maura tak bisa kau hubungi?," Tanya Daniel, semakin yakin jika wanita tersebut memang pelakunya. "Niel, urus semua nya! Aku akan pulang," ucap Vernon tergesa-gesa. Meraih jas dan kunci mobilnya cepat. Dan bergegas pulang, memastikan bahwa apa yang ia perkirakan tidak lah benar. Daniel sudah bersumpah serapah. Ia mendadak benci dengan yang namanya cinta, dan wanita. Sudah terbukti sekarang sahabat nya sendiri yang menjadi korban. Dari kebodohan cinta. Sesampainya di Mansion, Vernon segera memasuki kamar nya. Mencari atensi sang istri. "Sayang.... kau dimana? Maura....kau di mana sayang? Jawab aku," teriak nya menggema di seluruh ruangan. Ia sudah mencari di segala penjuru ruangan gedung besar tersebut, namun nihil, ia tak menemukanya nya. Ia kembali memasuki kamar nya. Melihat ke sekeliling, masih tetap lah sama tak ada yang berubah. Baju sang istri pun masih tertata rapi di dalam lemari. Bahkan phonsel, kartu kredit, semua ada di atas nakas. Lalu dimana wanita itu? Tidak mungkin dia pergi tanpa membawa apapun, batin Vernon bertanya-tanya. Ia mendudukkan tubuhnya di pinggir kasur besarnya, meraup wajah nya kasar. Dan ia baru teringat tentang aset-aset yang hilang tadi, ia bergegas melesat ke ruang kerjanya. Membuka brangkas tempat ia menyimpan semua aset-aset berharga milik nya. Dan benar saja, satu map yang berisikan berkas-berkas penting tentang cabang-cabang perusahaan nya telah hilang, hanya satu saja yang tersisa. Aset perusahan utama V-Corporation. Tubuhnya seketika melemas, merosot ke lantai. Ia duduk bersandar di kaki kursi belakang nya. "Maura.... kenapa kau tega melakukan ini padaku? Aku mencintaimu sepenuh hati ku, memberikan semua apa yang kau inginkan, tapi kenapa kau menghianati ku," Isak pemuda itu, ia sakit. Bukan karena kerugian besar yang menimpa perusahaan nya, namun sakit karena penghianatan yang istrinya lakukan. Tiga hari berlalu, namun tak kunjung ada kabar tentang kembalinya Muara. Nyonya Jungnara dan Tuan Jordan pun mempercepat kepulangan nya. Mereka sama halnya dengan Vernon, mereka berdua juga tidak bisa mempercayai semua itu. Selama ini Maura mereka kenal dengan sosok wanita yang baik, tapi kenapa dia berani menghianati keluarganya. "Ver.... sebaiknya kita cari tahu terlebih dahulu, Maura melakukan ini pasti ada sebabnya, Mama sangat yakin jika dia wanita baik-baik," tutur sang mama sembari memeluk sayang tubuh sang putra, yang terhitung sudah tiga hari ini menangis dan mengurung di dalam kamar nya. Sedang Tuan Jordan, pria itu tidak tinggal diam. Ia berusaha mengorek informasi mengenai keluarga Rehan, namun sayangnya pria itu sudah melarikan diri ke luar negeri. Namun ada fakta lain yang membuat nya terkejut. Nyatanya pria itu selama ini hanya memanfaatkan Maura untuk meraup harta keluarga nya. Dia bahkan pernah memaksa Maura untuk bekerja keras demi memenuhi kesenangan nya sendiri. Tuan Jordan geram akan hal itu, ia segera menemui sang putra dan menjelaskan semuanya, agar pemuda itu tak berburuk sangka pada istrinya, karena wanita itu merupakan korban dari kejahatan sang Paman, Rehan. Mendengar cerita dari sang Papa, Vernon semakin terisak. "Kenapa.... kenapa Maura tidak pernah cerita padaku? Kenapa dia memendam penderitaan nya? Kenapa Ma.... apa dia tidak mencintaiku? Apa dia tak mempercayai ku?," Isaknya, ia sakit mendengar kenyataan ini. Ia ingin bertemu dengan istrinya, tapi dimana wanita itu sekarang? Apa dia pergi karena tidak pernah mencintai dirinya?. Vernon bertanya dalam hati. "Kita akan mencari Maura sampai ketemu, dan membawa nya pulang kembali," tutur sang Papa. "Aku akan mencarinya sendiri Pa...jangan bantu aku, jangan kerahkan anak buah Papa, aku akan mencarinya sendiri," tiba-tiba saja sikap pemuda itu menjadi dingin, entah ada apa dengan nya. Nyonya Jungnara sempat terkejut, ia bingung dengan tingkah putranya. Yang tadinya menangis sesenggukan sekarang berubah menjadi datar begini. "Ver....ada apa dengan mu nak?," Khawatir sang Mama. "Tidak Ma...aku hanya ingin sendiri," ucapnya, sambil melenggang pergi meninggalkan mereka berdua. Maura kini tinggal di luar kota Jakarta, di sebuah kontrakan kecil dengan satu kamar mandi dan satu kamar tidur, tak ada kursi di ruang tamu nya yang terhubung langsung dengan dapur, mungkin tempat itu lebih tepat di sebut sebuah kamar kos. Namun ia bersyukur bisa ada tempat menetap dan memiliki tetangga baik yang tak lain merupakan sahabat Sera, yang di ketahui bernama Alin. Gadis itu begitu baik, bahkan ia menawarkan pekerjaan untuk Maura, sebagai penjual bunga di toko bunga miliknya. Maura akan memulai hidup yang sebenarnya mulai sekarang, mencari uang sendiri tanpa bantuan sang suami, hidup sendirian tanpa adanya Paman dan juga Bibinya, ia sedikit bernafas lega setidaknya hilang sudah tekanan dalam hidupnya. Yang harus ia lakukan sekarang adalah bekerja keras demi masa depan nya dan juga calon buah hatinya yang kini ia kandung. Walau tak dapat di pungkiri, ia sangat merindukan sosok Vernon, namun mengingat mungkin pemuda itu sekarang sudah tidak mencintai nya lagi, atau bahkan membencinya. Ia kembali memendam rasa rindu itu dalam-dalam. Tak terasa satu bulan telah berlalu, dan selama itu juga Maura mulai menjalankan kehidupannya. Bekerja keras mengumpulkan secuil hasil jerih payahnya untuk simpanan biaya persalinan nanti. Lelah? Sangat lelah. Karena ia tak hanya bekerja di toko bunga saja, terkadang ia kerja paruh waktu di malam hari bekerja sebagai tukang cuci di kedai rumah makan dekat toko bunga tersebut. Pagi ini Maura akan menjalankan rutinitas paginya, bekerja di toko milik Alin, namun sebelum nya ia menyiapkan sarapan pagi terlebih dahulu untuk dirinya sendiri. Hanya sekedar roti isi dan segelas teh hangat saja, setidaknya itu bisa sedikit mengganjal perutnya. "Sayang....kita makan seadanya saja ya,,...kita harus berhemat sayang," ucap nya sembari mengelus perutnya yang mulai terlihat menyembul itu. Maura memakan sarapannya pelan, menyesap teh hangat dari gelasnya. Kemudian berangkat bekerja setelah selesai merapikan peralatan dapurnya. Maura terlihat begitu ceria, berjalan santai menuju ke toko bunga tempat nya bekerja. Karena memang jarak tempuh kontrakan nya dan tempat nya bekerja tidak terlalu jauh, lagi pula ia tidak ingin manja. Sedikit berjalan kaki lebih menyehatkan bukan?, hitung-hitung olah raga pagi. Sesampainya di toko bunga tempat nya bekerja, Maura memanggil sang pemilik toko dengan riangnya. "Kak....Alin,..aku datang," serunya. Yang merasa terpanggil pun menyembulkan kepalanya dari balik ruangan di dalam toko tersebut. "Ah...Maura, pagi sekali kau datang hm, aku tidak pulang sejak semalam... Hehe...maaf ya...tidak mengunjungi tempat mu," sahutnya dari dalam. "Tidak apa-apa Kak,...oiya, apa Kak Sera menghubungimu?," Tanyanya lagi, karena memang ia tak punya alat komunikasi sendiri, jadi tak jarang ia berhubungan lewat Alin. Uang hasilnya bekerja tak cukup untuk sekedar membeli phonsel. Lagi pula sangat di sayangkan, jika mengumpulkan uang hanya untuk membeli benda itu, lebih baik ia simpan untuk tabungan saja. "Iya, tadi dia habis menghubungi ku....kau tau Ra....! Sera akan segera kesini, dia menjual club malamnya, dan akan berpindah ke sini bersama kita," ucap Alin antusias. Maura terbelalak kaget, seraya berlari menghampiri Alin. "Benarkah? Astaga.... Aku tak sabar lagi, ingin segera bertemu Kak Sera," senangnya. "Dia melakukan semua itu demi dirimu, kau sangat beruntung Ra.... memiliki sahabat seperti Sera," tuturnya. "Em...kau benar Kak, aku sangat bersyukur.... setidaknya aku masih memiliki sahabat baik seperti Kakak dan Kak Sera," ucap nya sendu. "Hei.... kenapa kau bersedih hm,...jangan bersedih sayang, kasihan baby....di dalam sini," titah Alin sembari mengelus perut Maura. Ya, Maura sudah menceritakan perihal kehamilannya pada Alin, hanya tentang kehamilan nya saja, tidak untuk masalah pribadi tentang hidupnya. "Baiklah....aku bekerja dulu, seperti nya sudah ada pelanggan yang datang," girangnya dan berlalu pergi menghampiri pelanggan di luar toko tersebut. Alin memandang lekat punggung wanita itu. Tersirat rasa iba di dalam hatinya. 'Kenapa wanita sebaik dirimu harus menjalani cobaan hidup yang begitu berat Maura? Dosa apa yang telah kau perbuat di masa lalu, di mana suamimu? Kenapa dia tak mencari keberadaan mu?.' Pertanyaan itu selalu muncul dalam benaknya, namun ia enggan untuk bertanya, takut menyinggung perasaan wanita tersebut.  
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN