FL 13

2068 Kata
Seperti yang di janjikan Sera tempo hari, kini ia benar-benar menyusul sahabat sekaligus wanita yang ia sebut sebagai adik itu ke luar kota. Kedatangan Sera begitu di sambut antusias oleh kedua sahabatnya yang tak lain adalah Maura dan juga Alin. "Kak Sera.... akhirnya kau datang juga, aku merindukan mu," teriak sosok wanita yang bernama Maura tersebut. Ya! Sera sengaja langsung menuju ke toko bunga tempat sekaligus milik Alin, karena memang dia juga belum menyewa kontrakan di sini. "Astaga....aku juga merindukan mu bocah nakal," kekehnya sembari memeluk tubuh wanita di hadapannya. Sera mengernyitkan dahi nya kala merasakan ada yang aneh dengan tubuh Maura. "Ra...baru satu bulan kau disini, tapi tubuhmu semakin menggemuk saja," godanya. Maura menundukkan wajahnya sambil menggigit bibir bawahnya. "Em....iya mungkin begitu," lirihnya. Sera tau ada kebohongan di nada bicara wanita tersebut. Alin yang melihat itu semua hanya tersenyum sembari mendengus. "Ra... jangan bilang jika kau belum memberitaukan perihal kehamilan mu pada Sera, kenapa hm? Bukankah dia kakakmu juga?," Ucap Alin sembari mengelus sayang pucuk rambut Maura. Sera sangat terkejut mendengar penuturan Alin mengenai kehamilan Maura. "Tunggu.... kau hamil? Dan kau kabur dari suamimu? Astaga Maura.... jangan bilang jika Vernon tak mengetahui tentang kehamilan mu," tebaknya. Maura hanya menunduk sembari menggeleng pelan, tak berani menatap wajah sahabat nya. Sera meraup wajah nya frustasi, tak habis fikir dengan kelakuan wanita di hadapannya ini, yang menurutnya sangat ajaib. "Sebenarnya apa mau mu Ra? Kenapa kau tidak memberitahu nya? Astaga.....baru sampai ke sini aku sudah kau buat pusing," geramnya. Namun Maura justru terisak, entahlah dia tak ingin menangis tapi tiba-tiba ia menangis begitu saja. "Aku...aku hanya tidak ingin membuat Vernon terbebani Kak, aku tidak ingin berhubungan dengan keluarga nya lagi, aku takut," isaknya. "Sampai kapan kau akan lari dari kenyataan ini hm?," Tanya Sera lembut, ia jadi tak tega memarahi wanita tersebut. "Aku tidak tahu..," lirihnya, Sera hanya tersenyum. Mungkin ini bukan waktu yang tepat untuk menanyakan hal-hal pribadi mengenai kehidupan Maura. Sedang di perusahaan V-Corporation. Terlihat sosok pemuda yang sibuk dengan berkas-berkas di hadapannya. Mengabaikan atensi sahabat nya yang sedari tadi mengajak nya bicara, seolah kertas-kertas di hadapannya lebih menarik di banding harus berbicara hal yang tidak penting dengan sosok manusia di hadapannya ini. Vernon Fernando, sosok CEO muda, yang kini merubah dirinya menjadi sosok angkuh dan dingin, bukan pada karyawan nya saja tapi juga kepada seluruh anggota keluarga nya. Semenjak kepergian sang istri yang sampai sekarang tak kunjung ia temukan keberadaan nya. Daniel ikut geram, bukan pada Vernon melainkan pada sosok wanita yang telah berani membuat sahabat nya berubah menjadi sosok monster es begini, Muara Laurensia. "Ver.... ayolah jangan begini,... kau tidak bisa terus-terusan menyiksa diri mu sendiri," tuturnya. "Bisa kau diam! Jika tidak, lebih baik kau pergi," sahutnya datar. Daniel hanya memijit pelipisnya merasa pusing dengan pemuda di dekat nya ini. Tak berapa lama muncul sosok gadis cantik yang tak lain adalah Caica, gadis yang tengah berbahagia karena mendapat celah untuk bisa mendekati sosok pemuda idaman nya. Tanpa ada rasa takut sedikitpun, gadis itu mendekati tubuh Vernon. Mengabaikan keberadaan Daniel yang menatapnya nyalang. 'Untuk apa gadis ini datang, apa dia tidak tahu kalau ada singa yang sedang naik darah?. 'Gumam Daniel dalam hati. Caica bergelayut manja di bahu Vernon, sedikit mencondongkan tubuhnya hingga terlihat belahan d**a putihnya, karena ia sengaja memakai baju kekurangan bahan. Vernon masih diam, tetap sibuk dengan aktivitas nya. Namun gadis itu semakin berani bahkan mendudukkan bokongnya di pinggiran kursi kebesaran Vernon. "PLETAKKK... Vernon meletakkan kasar bolpoin nya di atas meja. Tatapan mata nya begitu tajam. Ia berdiri dan mendorong kasar tubuh gadis di sampingnya hingga gadis itu terjerembab ke lantai, melupakan bahwa yang ia dorong adalah seorang gadis. "Sialan....berani sekali kau mendekati ku, siapa dirimu ha? Jangan berani-berani nya kau mendekati ku lagi, istriku bisa marah jika melihatnya. Aku tidak ingin dia salah paham pada ku," teriak nya murka. Caica geram, tak suka jika pemuda itu masih mengingat tentang wanita yang bernama Maura, sudah tak bisa di pungkiri bahwa istri dari bos besar itu telah berhianat pada suaminya. Berita itu sudah menyebar luas di kalangan perusahaan V-Corporation. Walau aset yang hilang itu sudah kembali ke tangan Vernon, namun berita tentang kejahatan Maura masih melekat di mana-mana. Tapi kenapa justru Vernon sangat membela wanita itu. Caica marah, ia tak terima. "Ver.... kenapa kau tetap membela wanita itu ha? Dia sudah jahat pada mu, dia sudah menyakitimu," teriaknya, mengabaikan jika ia hanya seorang bawahan di tempat tersebut. Meski mereka bersahabat dari kecil. "Jaga batasan mu Caica, lebih baik kau diam jika tidak tahu apa-apa," emosi Vernon. "Semua orang sudah tau jika Maura tidak lebih dari seorang penghianat," tambah Caica lagi yang mana semakin menyulut emosi Vernon. Pemuda itu memejamkan kedua matanya, merepalkan genggaman tangan nya. Sungguh ia tidak bisa menerima jika ada orang berani berbicara jelek mengenai istri tercintanya. Daniel yang mengerti keadaan segera menyeret tubuh Caica pergi dari pada gadis itu berakhir tragis disini. "Ayo cepat pergi dari sini, jangan membuat kerusuhan," bisik Daniel sembari menarik lengan Caica agar meninggalkan ruangan tersebut. "Aku bisa pergi sendiri," ketusnya, menyentak kasar tangan Daniel dari lengan nya dan melenggang pergi. Daniel lagi-lagi harus pusing di buatnya, kenapa di saat Vernon ada masalah dirinya selalu yang mendapat imbasnya. "Ver.... tenangkan dirimu oke," tuturnya menenangkan sahabat nya tersebut. "Sadap setiap penjuru kantor ini," perintah nya datar. Daniel sedikit bingung, untuk apa ia menyadap seisi kantor, bukankah di sini sudah terpasang CCTV. "Untuk apa?," Tanyanya bingung. "Bukan kah kau sudah tau apa gunanya penyadap bukan? Pecat siapa saja yang membicarakan tentang istriku," perintah nya mutlak. Daniel menelan ludah nya kasar, apa-apaan ini. Ia merasa bahwa Vernon sudah benar-benar gila akan yang namanya cinta, ia jadi ngeri sendiri memikirkan nya. "Baiklah... terserahmu saja," jengah nya. "Dan ingat, jangan sampai ada yang tau perihal ini," perintah nya lagi. "Emm.," Hanya gumaman yang Daniel ucapkan. Semenjak pemasangan alat tersebut dalam satu minggu berturut-turut sudah ada seratus karyawan lebih yang berhasil Vernon keluarkan dari perusahaannya, hanya karena masalah yang sama. Membicarakan perihal kejahatan Maura. Apa Vernon tidak merasa terugikan, memecat banyak karyawannya? Tentu saja tidak, baginya masih banyak ribuan orang berpotensi di luar sana yang sudah berantri ingin bergabung dengan perusahaan nya. Maura, berjalan tertatih sepulang dari kerja paruh waktu nya. Jam tangan sudah menunjukkan pukul 20:00, cuaca malam semakin dingin seakan menusuk ke sum-sum tulang. Namun wanita yang kini tengah mengandung itu masih berada di tengah jalan. Sedang di dalam kontrakan milik wanita tersebut, dua sosok sahabat nya sudah menunggu sedari tadi. "Sebenarnya kemana Maura, bukankah dia sudah pulang dari toko bunga milikmu sejak tadi sore?," Tanya Sera pada Alin. Alin hanya mengangguk sebelum menyahut. "Dia bukan hanya kerja di tempat ku saja, tapi dia juga bekerja paruh waktu di sebuah kedai dekat toko ku," Sera syok seketika. "Apa? Apa dia sudah gila, dia sedang hamil, tapi mengapa dia masih saja bekerja seberat itu," gerutunya. "Aku sudah pernah menegur nya, tapi kau tau sendiri kan! Bagaimana sifat keras kepala anak itu," tutur Alin, tak kalah kesal. Beberapa menit kemudian Maura sampai di kontrakan miliknya, sedikit terkejut melihat kedua sahabatnya sudah menunggu di sana. Ia jadi tak enak hati lagi-lagi harus merepotkan orang lain. Maura tidak pernah mengunci kontrakan nya, tak mungkin juga di sana ada pencuri. Lagi pula apa yang harus di curi, barang berharga pun ia tak punya. "Kakak.... kalian sudah lama? Maaf membuat kalian menunggu," titah Maura. "Cepat....mandi dan kita makan malam bersama, aku tau kau belum makan," sahut Sera, tanpa menghiraukan perkataan Maura. Ia sudah terlampau sebal dengan wanita itu, tapi ia juga sangat menyayangi nya. Maura hanya mengangguk kan kepala, berjalan gontai menuju kamar nya untuk membersihkan diri. Tak berapa lama terdengar suara seorang tengah muntah-muntah dari arah kamar mandi, yang sudah di pastikan suara itu berasal dari Maura. Sera ingin berlari menghampiri wanita itu di kamar mandi namun di cegah oleh Alin. "Lin....apa Muara setiap hari seperti itu?," Tanyanya khawatir. "Iya,....dia terlihat sangat lemah, aku sudah sering mengajaknya untuk periksa. Namun ia selalu menolak," lirih Alin, merasa bersalah karena tak bisa menjaga titipan sahabat nya. "Dia itu selalu saja sok kuat," gumam Sera. Maura sudah selesai dengan acara mandinya. Wanita itu kini terlihat tengah terbatuk-batuk, semenjak hamil tubuhnya menjadi sangat sensitif. Ia tak kuat dengan cuaca dingin. "Ra....apa kau sakit?," Tanya Sera khawatir, seraya menghampiri wanita tersebut. "Tidak Kak....aku hanya alergi udara dingin, tidak apa-apa kok....aku sudah terbiasa," kekeh Maura yang terkesan di paksakan. "Ck, kau ini.... Cepat makan aku akan buatkan s**u hangat untuk mu," pinta Sera dan di balas anggukan oleh Maura. Maura terlihat begitu lahap memakan makanan yang di bawa oleh kedua sahabatnya. Seperti tak pernah memakan selama satu minggu saja. "Ra.... hati-hati makannya, nanti kau tersedak," tutur Alin. "Ini enak sekali Kak....aku sudah lama tidak makan, makanan seenak ini," ucapnya di sela mengunyahnya. Sera menjadi iba, ia tak menyangka kehidupan Maura akan berbalik seperti ini, yang dulunya hidup bak bagai seorang ratu namun sekarang hanya untuk sekedar makan makanan enak saja sangat kesulitan. "Lalu apa yang kau makan setiap hari Ra?," Tanya Sera lembut. Maura menghentikan acara makannya, meletakan sendok nya pelan. Menelan makanan di dalam mulutnya dan menjawab. "Aku....makan seadanya saja Kak....aku harus berhemat," lirihnya. Sera menerawang langit-langit kontrakan tersebut, mengerjapkan kedua matanya berusaha agar air mata nya tak terjatuh. "Kenapa hm? Jadi kau tidak pernah makan makanan bergizi?," Ucap Sera sedikit tercekat. "Aku makan makanan enak kok Kak setiap hari, lihatlah...di dalam lemari dapurku tersedia bercup-cup mi instan," ucapnya tanpa ada rasa bersalah. Sera mengetuk pelan kepala wanita polos di hadapannya ini. "Dasar... kau itu bodoh atau bagaimana ha? Itu tidak sehat bagi kandungan mu," marahnya. "Tapi uangku hanya cukup untuk membeli makanan itu," lirihnya. "Hah, jika begini terus aku akan menghubungi Vernon untuk menjemput mu," Gerutunya tanpa sadar membuat emosi Maura terpancing. "Kakak jahat,....sudah ku bilang, aku tidak mau berhubungan dengan dia lagi," ucap Maura dan berlari menuju ke kamar nya, meninggalkan kedua sahabatnya nya. Yang kini menatap nya penuh tanda tanya. Alin yang masih kebingungan akhirnya memberanikan diri untuk bertanya kepada Sera. "Sebenarnya masalah apa yang menimpa keluarga Maura?," "Cerita nya sangat panjang, aku belum siap menceritakan semua nya padamu," tuturnya. "Hah baiklah....ayo kita pulang, biarkan Maura istirahat," ucapan Alin kemudian. "Baiklah ayo,...mungkin dalam satu minggu kedepan aku akan membangun kafe di daerah sini, aku tak ingin Maura bekerja di kedai itu lagi," ucapnya sembari membereskan bekas makanan Maura. Maura menangis tersedu di dalam kamar nya, seraya memeluk foto Vernon. Ia ingin menjauhi pria itu, tapi kenapa semakin ia ingin melupakan sosok itu justru semakin terngiang di dalam otaknya. Semakin ia ingin menjauh namun rasa di hatinya kian membara. Sakit, menahan gejolak perasaan antara takut dan juga rindu. Ia harus bagaimana? Ia tak ingin mengingat tentang Vernon, tapi pria itu selalu datang dalam mimpinya. Perutnya mendadak ngilu kala ia sedang banyak fikiran, seolah anak di dalam rahimnya ikut merasakan kesakitan yang ia rasakan. "Sayang.... maafkan Mommy," lirihnya sambil mengelus perutnya yang mulai terasa mengeras itu. Sedang di dalam Mansion Fernando. Vernon terlihat tengah meringkuk di sofa ruang tamu, memeluk bantal sofa di dekapannya kedua matanya tertutup, mungkin pria itu sedang tertidur. Namun kedua netra tersebut terlihat mengeluarkan air mata, bibirnya bergetar terdengar tengah memanggil nama seseorang. "Maura.....Maura,...kau di mana, aku merindukan mu," isaknya begitu lirih, hingga terdengar seperti suara bisikan. Nyonya Jungnara yang mendengar suara isakan itu segera menghampiri sumber suara. Ia menghela nafas lesu dan mulai mendudukkan tubuhnya di samping sang putra. Menggoyangkan tubuh pria itu pelan bermaksud membangunkan nya. "Sayang....bangun nak, ini sudah malam....cepat bersihkan dirimu," ucapnya lembut. Vernon berlahan membuka kedua matanya. Menatap lekat wajah sang Mama, dengan pandangan kecewa. "Kenapa lagi-lagi semua hanya mimpi," sesalnya. "Sayang....cepat mandi hm, dan kita makan malam," ucap Nyonya Jungnara, jujur hatinya terasa perih melihat putra kesayangan nya hancur begini. Vernon tak menjawab perkataan sang Mama, ia berdiri berjalan gontai menuju kamar nya. Merebahkan tubuhnya di kasur besarnya. Ia mulai terlelap kembali dan anehnya gambaran sang istri kembali datang dalam mimpinya. Wanita itu terlihat tengah menangis, dan tak ingin di sentuh. Hanya satu yang terucap dari bibir manis sang istri. "Maaf...." Vernon terbangun dari tidurnya, mendudukkan tubuhnya cepat dengan bercucuran peluh di sekujur tubuhnya, nafasnya terengah-engah. "Sayang....apa maksud dari semua ini, kenapa kau selalu berucap kata maaf, tolong jelaskan pada ku," Vernon kembali menangis, menekuk kedua lututnya dan menyembunyikan wajahnya di kedua lututnya tersebut. Vernon merasa sangat tersiksa, ia mencintai Maura. Tapi kenapa wanita itu menjauhinya? Semakin ia ingin mendekat wanita itu seakan kian menjauh dari jangkauan nya. Ia sangat rindu pada wanita tersebut, hingga rasanya ingin mati  karena menahan sakit.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN