FL 11

2039 Kata
3 Bulan berlalu. Hari berganti minggu, minggu berganti bulan. Kehidupan keluarga Vernon terbilang cukup harmonis. Tak ada masalah apapun yang terjadi dalam rumah tangga nya. Namun tidak bagi Maura, hatinya semakin gelisah kala sang Paman yang tak lain adalah Rehan selalu saja menerornya. Ia bingung, tak jarang dirinya juga sering menemui Bibinya, Rosa. Diam-diam ia memberikan uang pada wanita tersebut, tanpa sepengetahuan siapapun. Ia semakin merasa iba, dengan keadaan wanita itu. Tubuhnya semakin kurus, dan tak terawat. "Bi....tak bisakah Bibi kabur dari rumah itu? Aku akan membantu Bibi mencarikan rumah," tutur Maura. Wanita itu hanya menangis sesenggukan seraya menggeleng kan kepalanya pelan. "Tidak bisa Ra...., Kau tau sendiri kan bagaimana tabiat Paman mu? Dia iblis, aku bisa saja kabur dari nya, tapi aku tak yakin jika dia akan tinggal diam," tuturnya sendu. "Bi.... apa jika aku mencuri aset keluarga Vernon dan memberikan nya pada Paman, apa Paman akan membebaskan Bibi dan juga Risa?," Tanya Maura dengan wajah tertunduk. "Aku tidak tau, maafkan Bibi sayang... Gara-gara aku, hidupmu menderita," ucapnya begitu merasa bersalah. Maura hanya tersenyum getir. "Tidak Bi.... jangan salah kan dirimu, ini mungkin sudah takdirku. Bi.... berjanjilah padaku, jika aku sudah memberikan apa yang Paman inginkan. Tolong, setelah itu Bibi kabur dari nya, karena aku akan melakukan hal yang sama," pinta gadis tersebut. Wanita paruh baya itu terlihat begitu terkejut dengan ucapan keponakannya. "Apa maksudmu? Kau ingin kemana?," Khawatir nya. "Tidak kah Bibi berfikir, jika aku mencuri, apa yang selanjutnya akan terjadi pada ku? Aku tak ingin berakhir di jeruji besi Bi..," tuturnya. Nyonya Rosa tak kuasa untuk menahan isakan tangisnya, ia bingung harus bagaimana untuk menghentikan semua ini. Sedang di perusahaan Vernon, kini giliran Daniel yang balas dendam. Ia sengaja tak masuk kantor hari ini, ingin refreshing katanya. Menyebabkan Vernon harus lembur sampai malam. Disisi lain, di sebuah Mansion. Maura merasa gelisah. Entahlah akhir-akhir ini ia sangat merindukan suaminya, ia mengakui jika dirinya sudah kalah dengan yang namanya cinta. Ia tak bisa menahan diri nya untuk tak mencintai sang suami, masa bodoh tentang perpisahan, yang ia ingin kan hanya lah Vernon, suaminya. Ia ingin menghabiskan waktu bersama keluarga kecilnya, merasakan kebahagiaan walau hanya sejenak. Yang terpenting ini semua nyata, walau nanti harus berpisah setidaknya ia punya kenangan manis yang bisa ia ingat dalam hidupnya. Bersama sang suami. *** Malam ini Daniel berkunjung ke sebuah club malam yang biasa ia kunjungi bersama Vernon. Yang tak lain club tersebut adalah milik seorang gadis bernama Sera, sahabat Maura. Daniel, sebenarnya merasa stres karena orang tua nya terus-menerus memaksanya untuk segera menikah, bahkan tak jarang sang Ibu mengenalkan nya dengan beberapa gadis. Dan ia tidak suka itu. Ia tak percaya apa itu cinta. Ia benci mengenal cinta, yang mungkin akan berhujung kekecewaan seperti yang di alami sang Ibu. Ya! Daniel bisa di bilang memiliki masa lalu yang sedikit kelam. Ia harus di hadapkan dengan pertengkaran kedua orang tua nya, di waktu dirinya masih begitu belia. Sang Ayah tega meninggalkan Ibunya, dan pergi dengan wanita lain. Kenangan itulah yang membuat nya tak ingin mengenal yang namanya cinta hingga saat ini. Ia takut jika apa yang di alami sang Ibu nantinya akan ia alami juga. "Tuan.... Anda sudah minum terlalu banyak, sebaiknya anda pulang. Lagi pula club ini akan segera tutup," ucap Sera sedikit ketus, melihat pemuda yang sekarang sudah tepar di atas meja Bartender nya. "Aku tidak mau pulang," ucapnya di sela cegukannya. Sera merolling bola matanya. "Jika tidak ingin pulang, maka keluarlah! Aku mau pulang," jengah Sera. "Kalau begitu aku ikut dengan mu saja," racau Daniel. "Kau gila, bahkan aku tak mengenal dirimu," marah gadis tersebut. "Kalau kau tidak kenal diriku, maka kenalkan, namaku Daniel," ucap pemuda yang kini sudah di ambang kesadaran. Sera terdiam sejenak, mencerna ucapan pemuda tersebut. 'Daniel? Bukankah dia sahabat suami Maura?. 'Monolog nya dalam hati. Ia bingung harus bagaimana, malam semakin larut. Dan akhirnya ia memutuskan untuk membawa Daniel pulang bersamanya. Dari pada harus meninggalkan di dalam club, dan pemuda itu mati di sana. Dia juga yang dapat imbasnya. Dengan susah payah Sera memapah tubuh pemuda tersebut, membawa nya ke dalam mobil dan langsung melaju pulang. Sesampainya di rumah Sera, berhubung gadis tersebut tinggal seorang diri. Jadi tak ada yang mempermasalahkan dirinya membawa siapapun untuk ia ajak kerumahnya. Dengan pelan Sera menidurkan tubuh pemuda itu di dalam kamar tamu nya. "Brugggg.... Tubuh gadis itu ikut terjatuh di samping tubuh pemuda tersebut. Nafasnya tersengal-sengal, sungguh demi apa berat pemuda itu tidaklah main-main. Namun di saat ia ingin bangun dan pergi, tiba-tiba saja pemuda tersebut membalik badannya dan mengungkung tubuh gadis di sampingnya yang tak lain adalah Sera. Gadis itu membolakan kedua matanya lebar-lebar, syok dengan apa yang terjadi. Memandang wajah memerah pemuda di atasnya yang sayang nya begitu tampan jika di lihat dari jarak dekat. Sera terdiam, merasakan hembusan nafas hangat pemuda di atasnya. "Temani aku," serak pemuda itu. "Te...temani? Maksudmu?," Takut Sera, ia merasa akan ada hal buruk yang akan terjadi pada dirinya. "Temani aku malam ini," pintanya, tanpa menunggu lama ia menyerang paksa Sera begitu saja. Sera hanya pasrah dengan apa yang pemuda itu lakukan padanya. Kalian tau bagaimana sifat sosok Sera sebenarnya. Ya! Gadis itu terlalu masa bodoh, dia hanya mengenal kesendirian, sama halnya dengan Daniel yang tak mengenal arti cinta. Diapun sama namun lebih monoton. Terlalu santai menjalani kehidupan nya. Dia terbiasa hidup sendiri, sejak umur belasan tahun ia sudah tak di pedulikan oleh kedua orang tua nya. Ia kerja keras demi kelangsungan hidup nya, kerasnya kehidupan lah yang membuat sosok Sera menjadi gadis mandiri dan juga tangguh, tak mengenal apa itu sakit hati. Yang ia butuh kan hanyalah ketenangan dalam kesendirian. Pagi pun tiba, Sera terbangun terlebih dahulu dan bergegas kembali bekerja. Masa bodoh dengan pemuda yang masih tertidur di rumahnya, dia orang kaya tak  mungkin akan mencuri barang-barang nya yang terbilang tak ada harganya sama sekali. Jika dia bangun pasti pemuda itu akan pulang dengan sendirinya. Batin Sera. Sera menganggap kejadian tadi malam tidak pernah terjadi. Mengabaikan kegadisannya yang terenggut paksa oleh pemuda tersebut. Apa gadis itu marah? Apa gadis itu tak meminta tanggung jawab? Jawabnya tidak. Sudah ku bilang hidupnya terlalu monoton. Kejadian yang sudah berlalu ia anggap angin lalu, yang ada di otak nya hanyalah menjalani masa depan. Tanpa menoleh kebelakang. Daniel mengerjapkan kedua matanya, menelisik ruangan asing yang ia tempati. "Ini dimana?," Gumamnya. Sembari mengingat kejadian tadi malam, sayang nya ia tak bisa mengingat apapun. Namun samar-samar ia masih mencium bau farfum dari gadis tersebut, ya! Gadis yang menemaninya semalam. Sayang sekali ia tak begitu ingat dengan wajah gadis itu. Siapa dia? Dan apa mungkin ini rumahnya? Ah! Masa bodoh, sama halnya dengan Sera, ia tak terlalu menganggap serius. Kejadian yang menimpa hidupnya. Daniel pun memakai bajunya kembali dan pergi meninggalkan rumah Sera. Di kediaman keluarga Vernon.  Maura terlihat begitu lesu, ia merasa tak enak badan, dan ia baru ingat jika semalam suaminya tidak pulang. Ia sendirian lagi, menoleh ke arah jam dinding yang tertera jarum pendek menunjuk di angka 5. "Kenapa Vernon belum pulang," gumamnya, ia ingin menuruni kasurnya, namun mendadak kepalanya terasa pening. Dan akhirnya ia memutuskan untuk kembali beristirahat sebentar. Tak berapa lama terdengar bunyi bel pintu Mansion, ia berjalan tertatih menuju ke arah pintu dan membukanya. Dan mendapati sang suami di ambang pintu. Ia berusaha tersenyum dan mencoba baik-baik saja, tak ingin sang suami merasa cemas. Kasihan pemuda itu terlihat begitu lelah. "Sayang,... maafkan aku, aku baru bisa pulang sekarang," titah Vernon, berusaha tersenyum meski kantung mata terlihat jelas mengatung di bawah matanya. "Kenapa meminta maaf hm? Aku tau kau sangat lelah, ayo cepat mandi! Aku akan membuat kan sarapan untuk mu, dan setelahnya istirahatlah. Jangan terlalu keras bekerja, aku tak ingin kau sakit," ucap Maura panjang lebar. Vernon memeluk sayang tubuh sang istri. "Terima kasih sayang, sudah mengerti diriku," ucapnya terharu, jujur ia sangat bahagia hanya karena perhatian kecil yang terucap dari bibir manis istri tercintanya. Vernon berjalan menuju kamar nya, sedang Maura bergegas pergi ke dapur untuk menyiapkan sarapan untuk sang suami. Hari ini ia hanya memasak nasi goreng kesukaan pemuda tersebut dan telur gulung saja. Namun entah mengapa saat dirinya mencium bebauan bumbu-bumbu dapur, tiba-tiba perutnya terasa mual, seperti di aduk-aduk. Ia mendadak tak suka mencium bau-bau menyengat di ruangan itu. Maura membekap mulutnya dan berlari ke kamar mandi. Memuntahkan isi perutnya, yang mana hanya keluar cairan bening saja. Ia lelah, kepalanya begitu pusing. Ia memandang cermin di hadapannya, menatap wajah pucat nya sendiri. 'Tidak....ini tidak mungkin terjadi, tapi kenapa aku begitu yakin. Mengingat sudah 3 bulan ini aku telat datang bulan. Ya, Tuhan.... Aku harus bagaimana?.' Maura segera membasuh wajahnya agar terlihat lebih segar. Dan kembali melanjutkan sesi memasaknya. Menahan mual yang semakin menjadi, ia tak ingin sang suami curiga padanya. Acara memasak pun selesai, Maura segera menyiapkan sarapan diatas meja makan. Kemudian memanggil sang suami di kamar mereka. Setelah sarapan pagi, Vernon kembali ke kamar nya di temani sang istri. "Ver....hari ini aku mau belanja sebentar ke super market, tak apa kan jika kau di rumah sendirian?," Tanyanya. "Biar ku antarkan ya," sahut Vernon. "Tidak Ver....kau sangat lelah, aku sudah biasa pergi sendirian. Aku akan cepat pulang," tuturnya dan di balas anggukan oleh sang suami, lagi pula Maura sudah terbiasa belanja sendiri jadi ia tak perlu khawatir, batin Vernon. "Baiklah..... hati-hati sayang, cepat pulang, aku merindukan mu," titah Vernon mengecup sekilas kening sang istri. Maura tersenyum dan bersiap-siap pergi, sebenarnya bukan belanja tujuan utama nya. Namun kerumah sakit. Ya! Memastikan bahwa apa yang ia fikirkan tidak lah benar. Beberapa menit kemudian, Maura sudah sampai di tempat tujuan. Ia segera menuju ke ruang Dokter kandungan. "Dokter, bagaimana? apa benar bahwa aku sedang mengandung?," Tebak Maura was-was. Dokter wanita yang baru saja memeriksa Maura, tersenyum manis, Maura menghela nafas panjang. Sudah bisa menebak apa yang akan Dokter itu katakan. "Iya Nyonya, selamat untuk Nyonya, kandungan anda sudah menginjak bulan ke tiga. Janin anda sangat kuat Nyonya, dan ini Vitamin yang harus kau minum setiap hari. Makan makanan yang bergizi dan jaga kesehatan anda," tutur sang Dokter. Maura hanya tersenyum palsu sembari mengangguk dan kemudian pergi meninggalkan ruangan tersebut. Di tengah perjalanan koridor rumah sakit, Maura berjalan gontai seraya mengelus perut datar nya, fikiranya kosong. Entah bagaimana takdir kembali mempermainkan hidupnya. 'Kenapa kau hadir di waktu yang tidak tepat, aku harus bagaimana? Aku tidak ingin Vernon tau perihal kehamilan ku, aku harus segera mengambil aset itu dan pergi jauh dari kehidupan Vernon, aku takut jika dia marah dan menyakiti anak ku. 'Gumam Maura, bergegas kembali pulang. Sesampainya di Mansion, Maura segera menuju ke kamar nya. Duduk berlahan di samping sang suami mengelus rahang tegas pemuda yang kini sedang terlelap  begitu damai. "Maafkan aku Ver.... maafkan aku," lirihnya, mengecup sedikit lama kening sang suami. Tak terasa air mata menitik dari kedua mata indahnya. Menetes ke wajah damai sang suami. Membangunkan sosok pemuda tersebut, karena merasakan ada tetesan air menitik di kedua pipinya. Vernon membuka kedua matanya, sontak ia terkejut saat mendapati sang istri tengah menangis. Vernon mendudukkan tubuhnya cepat. "Sayang....kenapa kau menangis? Apa ada yang menyakitimu? Katakanlah!," Khawatir sang suami. Maura hanya menggeleng cepat. Ia tak bisa berkata-kata. Hatinya terasa sakit, suaranya terasa tercekat di tenggorokan. "Tidak....aku tidak apa-apa," lirihnya, ia sendiri juga bingung dengan dirinya, akhir-akhir ini emosinya tidak terkendali. Ia begitu emosional, tiba-tiba ingin menangis, hanya karena hal kecil saja. Atau mungkin karena dirinya sedang mengandung, jadi hormon nya tak beraturan. Vernon memeluk sayang tubuh sang istri, ia juga merasa aneh. Kenapa Maura tiba-tiba menangis? Dan tadi samar-samar ia mendengar bahwa wanita itu meminta maaf pada nya, apa maksud dengan ucapan maaf itu? Apa kesalahannya? Vernon bertanya dalam hati. Keesokan harinya, di saat Maura kembali sendirian di dalam Mansion. Ia sengaja menghubungi sang Paman, untuk memberikan aset-aset berharga keluarga Fernando. Dan sekarang ia mulai melancarkan aksinya, membuka brangkas rahasia milik sang suami. Dengan mudah ia membuka pintu kotak tersebut, karena memang Vernon sudah memberitahu nomor kode kotak itu tempo hari. Maura terpaku kala kotak itu terbuka. Kedua tangannya bergetar mengambil benda tumpukan kertas-kertas di dalam map di dalam nya. Ia membaca detail isi-isi tulisan kertas itu. "Aku akan mengambil aset cabang perusahaan Vernon saja, dan membiarkan aset perusahaan utama di sini, aku tak ingin Vernon kehilangan semuanya," gumamnya dan menyimpan kembali salah satu map berwarna merah ke dalam brangkas kembali. Ia segera menghubungi sang Paman dan bergegas pergi meninggalkan Mansion.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN